PROFESI-UNM.COM – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Makassar (UNM) menggelar aksi bertajuk “Reformasi Polri, Bebaskan Kawan Kami” untuk menyoroti dugaan pelanggaran prosedur penangkapan terhadap salah satu rekannya, Zyair Muzyaitir (ZM). Aksi tersebut digelar di depan Polrestabes Makassar, Senin (21/10).
Presiden BEM UNM, Syamry, mengatakan bahwa Zyair Muzyaitir ditangkap di Pascasarjana Universitas Negeri Makassar pada 1 September 2025 dan surat penangkapannya baru terbit pada 3 September. Ia menegaskan bahwa secara hukum, surat resmi penangkapan seharusnya ada dari kepolisian ketika ingin menangkap seseorang.
“Zyair Muzyaitir itu ditangkap di Pascasarjana Universitas Negeri Makassar pada 1 September 2025, kemudian surat penangkapannya baru terbit di tanggal 3. Secara hukum, KUHP itu mengatur bahwa surat resmi penangkapan harus ada dari kepolisian ketika ingin menangkap seseorang,” ujarnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia juga menilai bahwa penetapan Zyair Muzyaitir sebagai tersangka dengan tuduhan melanggar Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang ITE tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Menurutnya, Zyair hanya menyiarkan kejadian yang terjadi di Kota Makassar saat aksi 29 Agustus lalu tanpa ada unsur ujaran kebencian maupun provokasi.
“Kami pikir tuduhan itu tidak punya landasan hukum dan bukti yang kuat karena Zyair Muzyaitir hanya menyiarkan kejadian pada saat aksi 29 Agustus kemarin, tanpa ujaran kebencian atau provokasi,” jelasnya.
Syamry menambahkan bahwa pihaknya juga menuntut pembebasan seluruh tahanan politik yang kini tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Ia menyebut, berdasarkan pantauan mereka, terdapat sekitar 962 tahanan politik yang masih ditahan hingga kini.
“Kami juga menuntut agar aktivis, mahasiswa, dan masyarakat sipil lainnya dibebaskan. Berdasarkan data kami, ada sekitar 962 tahanan politik di seluruh Indonesia yang masih ditahan di Polrestabes dan Polda setempat,” katanya.
Dalam wawancara tersebut, Syamry mengungkapkan bahwa pihaknya sebenarnya berencana menemui Kapolrestabes Makassar untuk menyampaikan tuntutan secara langsung. Namun, hingga aksi berakhir, Kapolrestabes tidak kunjung hadir menemui massa.
“Kami sebenarnya rencananya ingin menemui Kapolrestabes Makassar. Namun sampai aksi selesai, beliau tidak menemui kami,” ucapnya.
Ia menilai bahwa penetapan Zyair Muzyaitir sebagai tersangka merupakan upaya pihak kepolisian untuk mencari kambing hitam dari peristiwa pembakaran gedung DPRD Kota dan Provinsi Sulawesi Selatan pada 29 Agustus 2025.
“Ini seolah-olah pihak kepolisian ingin mengkambinghitamkan teman-teman yang hadir pada tanggal 29 itu untuk kemudian dijadikan tersangka,” katanya.
Syamry menegaskan bahwa aksi mahasiswa tidak akan berhenti sampai di sini. Ia menyampaikan bahwa mereka akan terus menuntut aparat penegak hukum untuk membebaskan seluruh aktivis dan masyarakat sipil yang ditahan atas dugaan yang dinilai tidak berdasar.
“Aksi kami tidak akan berhenti di sini. Kami akan terus menuntut agar aparat penegak hukum membebaskan saudara-saudara kami, kawan-kawan kami, aktivis, dan masyarakat sipil lainnya,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa langkah kepolisian tersebut hanya menjadi alibi untuk mengembalikan citra lembaga kepolisian. Menurutnya, pada hari terjadinya insiden pembakaran, aparat justru tidak terlihat di lapangan.
“Lagi-lagi ini hanya menjadi sekadar alibi untuk mengembalikan citra kepolisian. Karena pada tanggal 29 itu, faktanya tidak ada aparat di lapangan,” pungkasnya.(*)
*Reporter: Muhammad Fauzan Akbar







