PROFESI-UNM.COM– Aksi demonstrasi mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) kembali memenuhi halaman Polda Sulsel. Massa menuntut kejelasan penanganan laporan dugaan penyebaran konten asusila, pornografi, dan kekerasan seksual yang menyeret Rektor UNM. Tekanan publik semakin kuat, dan Polda Sulsel akhirnya menyampaikan perkembangan terbaru melalui Kompol Abdul Kadir selaku perwakilan Direktorat Krimsus.
Kompol Abdul Kadir menjelaskan bahwa pihaknya memproses laporan tersebut sejak pertama kali pada 27 Agustus. Ia menegaskan bahwa penyidik bekerja cepat dengan memeriksa pelapor, saksi, dan terlapor termasuk Rektor UNM. “Satu hari selesai semua kami periksa. Dua hari kemudian kami langsung panggil rektor UNM, lalu satu minggu setelah itu kami sudah lakukan gelar perkara,” ujarnya. Penyidik juga melibatkan ahli bahasa, ahli ITE, dan ahli pidana untuk menguji isi percakapan, gambar, dan stiker yang menjadi bagian dari alat bukti.
Kepada mahasiswa, Kompol Abdul Kadir menekankan bahwa proses gelar perkara sebenarnya sudah tuntas. Ia menyebut seluruh berkas perkembangan penyelidikan telah terajukan ke pimpinan dan tinggal menunggu penandatanganan. “Keputusan gelar perkara itu sudah ada, sudah kami laporkan ke pimpinan. Tinggal menunggu surat keputusan itu ter ACC dan tertandatangani,” tegasnya. Ia menjelaskan keterlambatan terjadi karena pergantian Kapolda, sehingga keputusan akhir harus langsung tertetapkan oleh Kapolda baru.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di hadapan massa, ia kembali menekankan bahwa Polda tidak berniat mengulur waktu. “Saya selalu komunikasi dengan pimpinan. saya sudah di kirimi pesan oleh beliau sebelum ketemu adik-adik, ia berpesan adik-adik untuk bersabar saja tidak lama lagi sudah ada hasil yang keluar,” kata Abdul Kadir di hadapan mahasiswa yang mendesak penjelasan.
Meski begitu, mahasiswa UNM menilai proses ini terlalu panjang dan berpotensi menimbulkan kecurigaan. Salah satu perwakilan massa menyampaikan kekhawatiran bahwa penyidikan sudah melewati batas waktu yang diatur undang-undang. Ia menyebut ketentuan pemeriksaan dalam UU TPKS maksimal satu hingga dua bulan.
“Kasus ini sudah berbulan-bulan. Kita bisa menaruh kecurigaan apa yang terjadi di Polda Sulsel selama dua bulan ini sampai tidak mampu memberikan kesimpulan,” ucap salah satu masa aksi pada saat duduk bersama pihak kepolisian. Ia menegaskan bahwa massa tidak mempertanyakan siapa yang salah, tetapi menuntut kepastian dan transparansi.
Mahasiswa juga menyinggung dampak reputasi terhadap institusi pendidikan. Mereka menilai lambannya penanganan dapat merusak kepercayaan publik. “Ini menyangkut marwah institusi pendidikan. Bayangkan generasi muda kehilangan minat karena kasus seperti ini. Kita tidak ingin kampus kita dicederai,” kata salah satu masa aksi.
Atas desakan itu, Kompol Abdul Kadir kembali menegaskan komitmen Polda Sulsel untuk segera mengumumkan hasil pemeriksaan. Ia menyebut surat SP2HP sudah ia konsep secara pribadi. “Produknya sudah jadi, tinggal diteken. Setelah selesai, saya sendiri yang akan panggil korban untuk menjelaskan langsung hasilnya,” ucapnya.
Kendati mendapat penjelasan tersebut, mahasiswa tetap memberikan ultimatum. Mereka menyatakan akan kembali turun ke jalan dengan massa yang lebih besar jika dalam 10 hari ke depan tidak ada keputusan resmi dari Polda Sulsel. Seruan itu mereka lontarkan sebelum membubarkan diri secara tertib. “Kalau 10 hari ke depan tidak ada hasil, kami pasti datang kembali dengan jumlah yang lebih besar,” tegas salah satu masa aksi.(*)
*Reporter: Angnis Arimayanti







