PROFESI-UNM.COM – Ledakan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam lima tahun terakhir mengubah cara masyarakat memperoleh informasi, termasuk di kalangan mahasiswa. Informasi kini mengalir lebih cepat dari sebelumnya, disebarkan melalui berbagai platform digital mulai dari media sosial, portal berita, hingga aplikasi pesan instan.
Di balik kemudahan tersebut, ancaman misinformasi, hoaks, manipulasi visual, dan konten hasil AI yang sulit dibedakan dengan fakta semakin meningkat. Kondisi ini membuat kemampuan literasi media menjadi kebutuhan mendesak, bukan lagi sekadar keterampilan tambahan.
Di lingkungan kampus, mahasiswa merupakan kelompok yang paling sering terpapar informasi digital. Mereka memiliki akses internet yang luas dan aktif menggunakan berbagai platform sekaligus. Namun, tingginya akses informasi tidak selalu berbanding lurus dengan kemampuan memverifikasi kebenarannya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengakuan Mahasiswa Menggunakan AI
Banyak mahasiswa mengakui bahwa mereka kerap membagikan informasi tanpa mengecek sumber terlebih dahulu. Dorongan untuk menjadi pihak pertama yang mengetahui dan menyebarkan berita terkini sering membuat etika verifikasi terabaikan.
Di tengah era AI, konten palsu tidak lagi mudah dikenali; gambar hasil deepfake, kutipan manipulatif, dan artikel yang sepenuhnya ditulis oleh AI dapat tampil seolah-olah kredibel dan profesional.
Dosen dan pakar komunikasi menilai bahwa literasi media menjadi bagian penting dalam menciptakan budaya akademik yang sehat. Mahasiswa diharapkan mampu mengolah informasi secara kritis, bukan hanya mengonsumsi.
Kemampuan tersebut meliputi menilai kredibilitas sumber, membedakan opini dengan fakta, mengenali bias dalam pemberitaan, dan memahami teknik-teknik framing informasi. Tanpa keahlian tersebut, mahasiswa berisiko menjadi korban sekaligus penyebar misinformasi. Lebih jauh lagi, penyebaran informasi palsu dapat mempengaruhi stabilitas sosial kampus, termasuk dalam pemilihan organisasi mahasiswa, polemik kegiatan akademik, hingga hubungan antar kelompok mahasiswa.
Tantangan AI Dalam Dunia Digital
Di sisi lain, teknologi AI sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipandang sebagai ancaman. Dengan pendekatan yang tepat, AI dapat menjadi alat bantu edukasi literasi media. Beberapa aplikasi AI kini dapat digunakan untuk fact-checking, mengevaluasi keaslian gambar, dan mengidentifikasi pola konten manipulatif.
Tantangannya bukan hanya pada teknologi, tetapi pada kesiapan mahasiswa untuk menggunakan AI secara etis dan bertanggung jawab. Kampus memegang peran penting dalam membekali mahasiswa kemampuan literasi digital melalui kegiatan workshop, mata kuliah, hingga mentoring oleh praktisi media.
Upaya peningkatan literasi media di perguruan tinggi bukan sekadar proyek jangka pendek. Perubahan pola konsumsi informasi mahasiswa menunjukkan urgensi program yang bersifat berkelanjutan.
Selain pembelajaran di kelas, mahasiswa membutuhkan ruang praktik dalam pengolahan informasi, seperti pengelolaan media kampus, proyek jurnalistik, hingga kampanye anti-hoaks. Dengan cara ini, literasi media tidak hanya menjadi teori, tetapi keterampilan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Di tengah arus informasi yang terus bergerak tanpa jeda, kemampuan mahasiswa untuk berpikir kritis dan cerdas dalam bermedia menjadi garda terdepan penangkal hoaks. Era AI menghadirkan tantangan baru, tetapi juga peluang besar untuk menciptakan generasi akademik yang tidak hanya konsumtif, tetapi analitis, objektif, dan bertanggung jawab dalam mengolah informasi.
Perguruan tinggi, praktisi media, dan mahasiswa perlu bergerak bersama untuk membangun budaya literasi digital yang kuat demi menciptakan ekosistem informasi yang sehat bagi masa depan pendidikan. (*)
*Reporter: Firmansyah







