PROFESI-UNM.COM – Di tengah padatnya jadwal kuliah, tugas menumpuk, tekanan dari keluarga, serta tuntutan untuk “sukses” di usia muda, banyak mahasiswa tanpa sadar mulai memasuki fase yang dikenal dengan nama quarter life crisis. Istilah ini mengacu pada krisis emosional yang umum terjadi di usia 20-an, saat seseorang mulai mempertanyakan tujuan hidup, merasa cemas akan masa depan, dan sering kali kehilangan arah.
Bagi mahasiswa, fase ini bisa hadir dalam bentuk rasa bingung tentang jurusan yang diambil, ketakutan tidak mendapat pekerjaan setelah lulus, merasa tertinggal dari teman-teman, hingga munculnya pertanyaan-pertanyaan mendalam seperti “Apakah ini jalan hidup yang benar?” atau “Apa aku cukup baik?”. Semua itu bisa terjadi meski dari luar tampak seperti tidak ada masalah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak sedikit mahasiswa yang membandingkan diri mereka dengan pencapaian orang lain, terutama lewat media sosial. Melihat teman sebaya meraih beasiswa, punya usaha sendiri, atau tampak “lebih sukses” bisa menimbulkan tekanan tersendiri.
Perasaan ini sering kali membuat mahasiswa merasa terjebak, tidak bersemangat, bahkan kehilangan minat pada hal-hal yang dulunya mereka sukai. Namun, quarter life crisis bukanlah sesuatu yang harus kita takuti.
Strategi Menghadapi Quarter Life Krisis
Justru, ia bisa menjadi momentum untuk mengenal diri lebih dalam. Langkah pertama yang penting adalah menyadari bahwa perasaan tidak pasti dan kebingungan itu valid, tidak ada yang salah dengan merasa lelah atau bingung karena itu bagian dari proses tumbuh.
Mahasiswa bisa mulai menghadapi fase ini dengan membatasi paparan media sosial yang membuat mereka terus membandingkan diri. Luangkan waktu untuk mengenal diri sendiri, entah melalui jurnal harian, berbincang dengan orang terpercaya, atau menemui konselor kampus.
Tidak perlu memaksakan diri harus tahu akan jadi apa dalam lima tahun ke depan. Memiliki tujuan jangka pendek dan mencoba hal-hal baru bisa menjadi cara untuk kembali menemukan semangat.
Terlibat dalam kegiatan sosial, komunitas, atau pengalaman kerja seperti magang juga dapat membantu membuka perspektif dan memperluas jaringan. Yang terpenting adalah memahami bahwa tiap orang punya waktunya masing-masing.
Tidak perlu tergesa-gesa, karena proses menjadi “diri sendiri” tidaklah instan. Quarter life crisis bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjalanan menuju kedewasaan yang lebih matang, meski jalannya tidak mudah, kamu tidak sendirian. (*)
*Reporter: Nurkhaerunnisa Aszahra Saleh