PROFESI-UNM.COM – Selamat datang, mahasiswa baru angkatan 2025, di kampus universitas negeri makassar. Kampus yang selama ini agung sebagai tumpuan dan harapan dalam menapaki jalan ilmu pengetahuan. Di antara sepuluh, mata orange yang tersebar di kampus ini, ada satu mata yang terus meneteskan air mata, menyimpan harapan besar akan terpenuhinya hak-hak mahasiswa, namun nyaris selalu kering.
Ya, itulah Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK), salah satu entitas akademik yang mampu menjadi rumah bagi tumbuhnya generasi unggul di bidang pendidikan jasmani, kesehatan, dan olahraga. Melalui Harapan setiap mahasiswa baru yang menjejakkan kaki untuk pertama kali di kampus ini. Namun, realitasnya justru sering kali jauh dari bayangan ideal yang tertanam dalam benak mereka.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak awal perkuliahan, mahasiswa baru FIKK UNM akan menghadapi keterbatasan fasilitas ruang belajar. Setiap pagi, ratusan mahasiswa harus bergegas mencari kelas, berebut bangku, bahkan tidak jarang ada yang terpaksa berdiri atau duduk di lantai demi mengikuti perkuliahan, tidak sedikit pula yang sama sekali tidak mendapatkan ruang belajar.
Pertanyaan pun menggantung di udara, Sampai kapan tirai derita ini akan terbuka? Esok? Lusa? Atau tak akan pernah? Sementara di Menara Pinisi yang menjulang, para nakhoda memilih bungkam, bersembunyi di balik meja kerja, membiarkan keresahan mahasiswa menjadi gema yang tak pernah terjawab. Sehingga, Segala upaya untuk menuntut kepastian kandas di dinding birokrasi yang bisu.
Ironisnya, di tengah keterbatasan tersebut, mahasiswa FIKK UNM terus mengukir prestasi di tingkat nasional hingga internasional. Mereka dengan bangga mengangkat nama identitas almamaternya di podium. Akan tetapi, pencapaian gemilang ini tidak serta-merta memantik kebijakan yang berpihak pada pemenuhan hak-hak mahasiswa.
Lebih jauh. mahasiswa baru, akan di hadapkan dengan praktik pungutan liar yang masih menjadi isu sentral di lingkungan FIKK UNM. Beberapa oknum dosen memanfaatkan posisi, menjadikan mahasiswa bukan sebagai insan yang haus ilmu, tetapi sebagai ladang untuk meraup rupiah. Yang dimana, banyak dari mereka hanyalah anak petani, yang orang tuanya membanting tulang di kampung demi satu impian, yaitu melihat anaknya mengenakan toga, bukan menanggung beban yang tak semestinya.
Fenomena ini menunjukkan adanya ketimpangan antara visi lembaga pendidikan tinggi sebagai fasilitator pengembangan mahasiswa dengan kenyataan di lapangan. Kapal Pinisi yang seharusnya membawa mahasiswa mengarungi samudra ilmu, kini tampak terombang-ambing, bahkan nyaris karam, di tengah lautan ketidakpastian.
Beginilah wajah FIKK UNM hari ini. Tempat yang seharusnya menjadi rumah ilmu dan keadilan, kini menyerupai fatamorgana, yang indah dari jauh, dan menghilang saat dekat
. Jika perubahan tidak segera diwujudkan, tirai derita ini akan tetap menutup cahaya harapan mahasiswa FIKK UNM. Dan ketika generasi penerus kehilangan kepercayaan pada institusi pendidikannya, kerusakan yang terjadi tidak hanya merugikan kampus, tetapi juga masa depan bangsa.(*)
*Penulis: Muzammil Zabri







