PROFESI-UNM.COM – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Makassar (UNM), Syamry, menilai sejumlah kebijakan pemerintah saat ini justru memicu kontroversi. Ia menyinggung kenaikan tunjangan DPRD hingga isu penulisan ulang sejarah bangsa sebagai upaya melegitimasi kekuasaan.
“Kebijakan-kebijakan yang kemudian menikmati kontroversi termasuk dengan kenaikan tunjangan DPRD Provinsi, termasuk kemudian DPR RI itu kemudian terlihat sebagai upaya untuk kemudian negara seolah-olah menjual negara Indonesia,” ujarnya pada Senin (25/8).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Syamry menegaskan bahwa kondisi bangsa saat ini belum benar-benar merdeka. Menurutnya, masih banyak persoalan yang tidak terselesaikan meski Indonesia telah berusia lebih dari delapan dekade.
“Maka tajuk yang kemudian kita angkat Indonesia sold out, kita belum merdeka. Kondisi itu kita lihat karena banyak sekali persoalan yang di usia 80 tahun ini tidak mampu untuk diselesaikan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti hadirnya rancangan undang-undang penyiaran yang menuai banyak kritik dari publik. Menurutnya, peran media perlu mengawal isu-isu tersebut agar tidak merugikan kepentingan rakyat.
“Hadirnya perancangan undang-undang penyiaran yang menuai banyak kontroversi dan pasal-pasal itu tidak berkesesuaian dengan kondisi bangsa hari ini. Kita sedang mengalami krisis ekonomi,” katanya.
Selain itu, Syamry menyinggung masalah kenaikan harga bahan pokok yang semakin membebani masyarakat. Ia menyebut DPRD Sulawesi Selatan seharusnya menyampaikan aspirasi rakyat ke tingkat pusat, bukan sekadar mengurus kepentingan kelompok tertentu.
“Itu yang kemudian kita ingin lihat bahwa DPRD Provinsi Sulawesi Selatan menyampaikan aspirasi-aspirasi ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI, supaya aspirasi kita terdengar dan ditindaklanjuti,” ucapnya.
Lebih jauh, ia menyoroti adanya kriminalisasi terhadap masyarakat yang melakukan penolakan kebijakan pemerintah, seperti kasus PTPN dan penolakan PBB P2 di Bone. Menurutnya, aspirasi rakyat seharusnya terdengar, bukan terbungkam.
“Kita hari ini ingin bahwa pemerintah mendengarkan aspirasinya teman-teman mahasiswa dan masyarakat, tidak dengan membenturkan kami dengan aparat kepolisian dan militer,” tegasnya.
Syamry juga menekankan pentingnya supremasi sipil dalam demokrasi. Ia menolak kehadiran undang-undang yang memberi wewenang lebih besar kepada militer di ranah sipil.
“Harus ada supremasi sipil dan harus ditegakkan. Itu yang kemudian kita tuntut hari ini,” pungkasnya.(*)
*Reporter: Muhammad Fauzan Akbar