PROFESI-UNM.COM – Bagi banyak mahasiswa, mengatur keuangan bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan. Biaya kuliah yang tinggi dan kebutuhan hidup harian, menuntut kecerdasan finansial sejak dini.
Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi beban rutin yang harus dibayarkan setiap semester. Tak jarang, mahasiswa harus mencari strategi agar uang saku tetap cukup setelah membayar UKT.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Mahasiswa dari keluarga pas-pasan sering kali harus mengatur uang dengan sangat ketat. Mereka membagi pengeluaran untuk kebutuhan pokok seperti makan, transportasi, fotokopi, hingga kuota internet.
Salah satu trik yang sering digunakan adalah membuat anggaran bulanan sederhana. Dengan mencatat pengeluaran dan pemasukan, mahasiswa bisa menghindari pengeluaran impulsif.
Beberapa mahasiswa memilih untuk masak sendiri di kos agar lebih hemat. Ada pula yang berburu diskon, program makan gratis dari masjid kampus, atau mengikuti seminar demi dapat konsumsi gratis.
Tak sedikit mahasiswa yang mulai mencari penghasilan tambahan lewat kerja paruh waktu, berjualan online, atau menjadi freelancer. Meskipun melelahkan, cara ini dianggap solusi agar tidak terus bergantung pada kiriman orang tua.
Di sisi lain, godaan gaya hidup konsumtif seperti nongkrong, ngopi, atau belanja online bisa menggerus keuangan tanpa terasa. Mahasiswa perlu belajar membedakan kebutuhan dan keinginan agar uang tidak cepat habis.
Menabung juga menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa dengan penghasilan terbatas. Namun, menyisihkan uang meski sedikit setiap minggu bisa berguna untuk keperluan mendadak.
Ada pula yang memanfaatkan aplikasi keuangan untuk mencatat dan merencanakan anggaran. Teknologi memberi kemudahan, tapi tetap butuhkedisiplinan agar rencana berjalan sesuai tujuan.
Mengatur keuangan bukan hanya soal bertahan hidup selama kuliah, tetapi juga membentuk kebiasaan finansial jangka panjang. Dari uang saku yang terbatas, mahasiswa belajar tentang tanggung jawab dan kemandirian.(*)
*Reporter: Muhammad Fauzan Akbar







