PROFESI -UNM.COM – Dinamika politik kerap menempatkan kepentingan individu dan kelompok di atas kepentingan rakyat. Sulitnya akses pendidikan dan lapangan kerja memperparah rendahnya kualitas sumber daya manusia, sehingga rasionalitas dalam memilih pemimpin pun minim. Pemerintah, sebagai aktor utama, memiliki tanggung jawab moral untuk memperbaiki kondisi ini melalui kebijakan yang benar-benar pro-rakyat.
APBN, sebagai instrumen strategis pembangunan, seharusnya mencerminkan prioritas tersebut. Namun, meski anggaran pendidikan 2024 tercatat tertinggi dalam sejarah, realisasi dan dampaknya masih jauh dari harapan. Ketimpangan infrastruktur dan rendahnya kesejahteraan guru honorer menjadi bukti bahwa publikasi anggaran besar belum tentu sejalan dengan realitas di lapangan.
APBN bukan sekadar administrasi keuangan, tetapi peta jalan pembangunan negara. Namun, implementasi efisiensi anggaran sering kali berdampak buruk pada sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, dan subsidi sosial. Program-program seperti Makan Bergizi Gratis, meski bertujuan baik, kerap dijalankan tanpa persiapan matang, sehingga memicu permasalahan seperti korupsi, ketidakmerataan, bahkan kasus keracunan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Fenomena politik praktis juga memperkeruh situasi. Pengangkatan pejabat pendidikan seringkali berdasarkan kepentingan politik, bukan kompetensi, yang pada akhirnya memengaruhi efektivitas pengelolaan anggaran. Pemotongan anggaran, meski diklaim sebagai efisiensi, justru membebani masyarakat miskin, meningkatkan biaya hidup, dan memperlebar ketimpangan sosial. Sementara itu, kelompok elit relatif tak terdampak dan bahkan bisa mendapat keuntungan dari kebijakan ini.
Ketiadaan transparansi dalam pengawasan anggaran membuka peluang besar terjadinya korupsi, baik di sektor yang dipotong maupun sektor yang menerima alokasi tambahan. Efisiensi tanpa pengawasan ketat hanya akan memperburuk ketidakpercayaan publik dan memicu instabilitas sosial serta politik.
Pemerintah harus menata kembali pengelolaan APBN agar benar-benar berpihak pada rakyat. Pendidikan politik melalui literasi perlu ditingkatkan agar rakyat mampu memilih pemimpin yang berpihak pada kepentingan umum. Pemerintah juga perlu menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja, yang menekankan hasil nyata, bukan sekadar pengeluaran. Pemanfaatan teknologi seperti SPAN, SAKTI, OM-SPAN, dan e-Rekon menjadi kunci penting untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi pengelolaan keuangan negara. Efisiensi APBN hanya akan bermakna jika tetap meletakkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama. (*)
*Penulis: Satria