
PROFESI-UNM.COM – Industri skincare di Indonesia tengah menghadapi sorotan tajam terkait produk-produk yang mengklaim manfaat berlebihan (overclaim) dan mengandung bahan berbahaya. Isu ini mencuat seiring dengan meningkatnya kesadaran konsumen akan keamanan dan efektivitas produk perawatan kulit.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan peringatan keras kepada produsen skincare yang melakukan overclaim. Produk-produk ini sering kali dipromosikan dengan klaim yang tidak sesuai dengan kandungan sebenarnya, seperti mengandung bahan aktif dalam jumlah yang jauh lebih tinggi dari yang tertera pada label. Misalnya, sebuah produk bisa mengklaim memiliki kandungan retinol 1%, tetapi setelah diuji, ternyata hanya 0,05%.
Perbincangan mengenai skincare overclaim ini semakin viral setelah akun TikTok “Dokter Detektif” melakukan uji laboratorium terhadap berbagai merek skincare lokal. Hasil uji tersebut menunjukkan adanya ketidakcocokan antara klaim dan kandungan produk, sehingga banyak konsumen merasa tertipu.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, Mohamad Kashuri, mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur oleh iklan berlebihan. Ia menekankan pentingnya menjadi konsumen cerdas dalam memilih produk skincare yang aman dan efektif.
Selain masalah overclaim, BPOM juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai produk skincare ilegal yang mengandung bahan berbahaya seperti hidrokuinon. Bahan ini sering digunakan tanpa pengawasan medis dan dapat menyebabkan efek samping serius bagi kesehatan kulit.
BPOM baru-baru ini menutup produksi dan distribusi kosmetik ilegal dengan etiket biru yang diketahui mengandung hidrokuinon dalam dosis yang tidak aman. Penggunaan bahan berbahaya ini dapat memicu berbagai masalah kulit, mulai dari iritasi hingga kerusakan permanen.
Sebagai respons terhadap masalah ini, BPOM telah meningkatkan pengawasan terhadap produk skincare di pasaran. Mereka menegaskan bahwa pelanggaran terhadap regulasi dapat berakibat serius, termasuk pencabutan izin edar dan sanksi pidana hingga 12 tahun penjara serta denda mencapai Rp 5 miliar bagi produsen yang melanggar.
Isu skincare overclaim dan penggunaan bahan berbahaya menjadi perhatian utama di kalangan konsumen Indonesia saat ini. Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya keamanan produk, diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih skincare dan melaporkan jika menemukan produk yang mencurigakan kepada BPOM. Hal ini penting untuk menciptakan industri kecantikan yang lebih transparan dan bertanggung jawab di masa depan. (*)
*Reporter: Sunan Jaya