
PROFESI-UNM.COM – Mengingat kembali, saat Lembaga Kemahasiswaan (LK) Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) melakukan aksi pada 13 September lalu. Masih terbayang jelas, pihak birokrasi melakukan tindak represif pada LK yang menyuarakan pendapatnya pada hari itu. Hingga, perselisihan tak terhindarkan diantara mereka.
Beberapa hari kemudian, atribut LK seperti spanduk, baliho, petisi, serta selebaran dicabut paksa oleh pihak fakultas. Hal ini diungkapkan langsung oleh Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Sastra Indonesia (Sasindo), Ita Apriani. Ia membenarkan adanya tindakan pencabutan tersebut.
“Memang ada insiden seperti itu, jadi spanduk yang dibuat anak-anak. Yang isinya tuntutan mereka, dicabut-cabuti sama pihak fakultas,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia pula membeberkan, jika selama ini pihak LK FBS sering menempel selebaran yang berisi tulisan, mengenai keadaan serta kebijakan kampus. Namun selebaran ini selalu tak bertahan lama, jika dipasang pagi sorenya selebaran telah raib.
“Selama ini kita sering memang tempel selebaran, tapi tidak pernah ada yang bertahan sampai sore. Pasti dicabut pihak fakultas,” bebernya.
Hal senada dikatakan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FBS Fatmiati Nur. Ia menjelaskan jika spanduk yang dicabut paksa, bisa dilihat dari atap seng tempat spanduk itu dulu bernanung. Tak hanya itu masih terlihat jelas bekasbekas selebaran yang diambil paksa dari dinding.
“Kita sudah paku kuat-kuat. Tapi tetap dipaksa, jadinya bisa kita liat sendiri seng yang agak rusak, bekas tempatnya itu spanduk. Kalau selebaran, masih bisa kita liat sisa tempelannya di dinding,” jelasnya.
Dia mengatakan, hal ini kemungkinan besar dipicu aksi yang menimbulkan tindakan represif tempo hari, hal ini mengakibatkan konflik terus terjadi hingga satu minggu berikutnya.
“Kejadian beberapa hari setelah aksi itu. Pokoknya selama seminggu setelah aksi, LK dan pihak fakultas itu, seakan panas terus,” katanya.
Sementara itu, Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan (PD III), Abdul Halim menampik hal ini. Kata Halim, pencabutan atribut yang dilakukan hanya sebatas pada selebaran yang ada. Hal tersebut pun didasari karena lokasi selebaran yang dinilai menganggu.
“Memang kita cabuti itu selebaran. Tapi kalo yang lain-lain, tidak pernah,” tampiknya. (*)
*Tulisan ini telah terbit di Tabloid Profesi edisi 219