PROFESI-UNM.COM – Secara teoretik, terbentuknya profesi wirausaha pada umumnya diawali dari adanya keinginan untuk menolong diri sendiri dari segala beban ketergantungan dan ketidakpastian. Dari keinginan itulah umumnya motivasi untuk berusaha timbul dari dalam diri, dan dari motivasi internal yang kuat untuk berhasil akan bisa melahirkan proses pencarian alternatif gagasan atau rencana baru.

Dari rencana-rencana usaha baru yang dibuat itu, seorang calon pengusaha akan memilih alternatif-alternatif tindakan tertentu. Maka, berangkat dari alternatif tindakan yang dipilih itu, kemudian muncul pilihan jenis-jenis usaha baru dan menjadi tanda telah terbentuknya jiwa wirausaha pada diri penemunya.

Wirausaha merupakan suatu jenis profesi yang terbentuk melalui proses seleksi alamiah yang dikukung oleh lingkungan dan kesempatan berusaha. Khusus untuk kondisi Indonesia, hasil penelitian Dorosh (1986) menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara produk industri kecil, kehidupan sehari-hari dan ekonomi makro di Indonesia.

Para petani dan pekerja sektor usaha primer ternyata mendapatkan nilai tukar produk dan jasanya lebih kecil jika dibandingkan dengan produk barang-barang non-pertanian yang dihasilkan sektor industri di wilayah perkotaan. Inilah salah satu penyebab, mengapa sebagian besar dari mereka menjadi tetap miskin dan susah sekali berpindah haluan ke sektor usaha lain.

Di samping itu, kurangnya keterampilan untuk memanfaatkan teknonogi dan upaya pengolahan hasil-hasil pertanian tanaman pangan, serta relatif sempitnya lahan-lahan usaha yang digarap ternyata juga ikut mempercepat proses pemiskinan penduduk di wilayah pedesaan. Pada saat kelompok miskin migrasi ke wilayah perkotaan, sebagian dari mereka bisa ditampung di sektor usaha kecil perkotaan dengan segala keterbatasannya. Mereka inilah yang memiliki potensi untuk bisa membantu usaha kecil perkotaan jika mendapatkan pembinaan khusus dan jaminan hidup yang memadai dari usahanya.

Hasil survei Soemardjan dan Breazeale (1993) di beberapa wilayah pedesaan dan lingkungan sekitarnya menunjukkan adanya sukses besar di bidang usaha pertanian-perberasan dan kependudukan. Akan tetapi, sektor pengembangan usaha ekonomi kerakyatan, dalam banyak kasus terbentur dengan pranata lokal dan sistem sosial yang ada, sehingga inovasi yang datang dari pihak pemerintah dan lembaga eksternal tidak mudah diterima.

Sebaliknya, pembaruan yang dibawa anak-anak mereka yang sudah l terdidik melalui lembaga-lembaga pendidikan tinggi terbukti bisa lebih banyak membuahkan hasil nyata. Inilah salah satu bukti besarnya perin lembaga pendidikan tinggi di bidang pengembangan wirausaha dari aspek afektif dalam bentuk diseminasi jiwa wirausaha pada diri alumnusmya.

Pada kenyataan empiriknya, lingkungan bisnis sektor usaha kecil memiliki peluang gagal yang relatif lebih besar pada tahap awal perjalanannya dibandingkan dengan kelompok usaha menengah dan besar. Pertanyaannya adalah mengapa usaha kecil banyak yang gagal? Cunningham dkk. (1984: 85) menemukan adanya empat macam penyebab utamanya, yaitu:

1. Lemahnya keterampilan manajemen usaha;
2. Kesulitan untuk mendapatkan dan menjadi manajer unggul, serta
3. Sikap dan tindakan untuk cenderung menangani sendiri semua persoalan usahanya karena alasan efisiensi biaya dan faktor risiko.

Dari sisi kemampuan mengelola usaha, realitas menunjukkan bahwa kapasitas dan kemampuan bertindak seseorang untuk mengelola pada hakikatnya adalah terbatas, sementara itu persoalan yang dihadapi dalam pengembangan usaha sangat kompleks dan multidimensional. Oleh karena itu, maka kesiapan mental wirausaha perlu ditumbuhkembangkan sejak awal melalui pembekalan prinsip dasar usaha.

Sementara pada saat yang sama jiwa wirausaha perlu terus ditumbuhkembangkan, motivasi mereka untuk selalu menyesuaikan ide dan rencana kerja dengan perubahan iklim usaha dari waktu ke waktu (Hughes dan Kapoor, 1985: 218). Apalagi dengan adanya perkembangan dunia yang semakin mengglobal dan perubahan tata aturan perdagangan internasional yang semakin cenderung bebas, kompetitif dan makin bertumpu pada keunggulan inovasi yang tiada henti.

Untuk mencapai kondisi kesiapan mental itu, Cunningham dkk. (1984 87) merekomendasikan agar para calon pengusaha bisa mendapatkan bimbingan dan pelatihan dasar yang memadai. Dengan modal itu diharapkan mereka benar-benar bisa siap mental untuk memasuki dunia usaha yang penuh dengan persaingan, dinamika dan tantangan di kemudian hari.

Pada tahapan awal, upaya pemahaman tentang dunia usaha dapat difokuskan pada pembentukan kemampuan dasar manajemen usaha yang benar. Kemampuan dasar itu terkait dengan proses identifikasi tentang: karakteristik, jenis dan tujuan, potensi pasar dan lokasi usaha masing-masing.

Akan tetapi, sejumlah data riset yang dilakukan dalam 15 tahun terakhir menunjukkan bahwa titik kritis kelangsungan usaha justru terjadi setelah masa-masa awal pertumbuhannya karena munculnya saingan-saingan baru dari usaha sejenis atau usaha para penirunya. Namun sebaliknya, usaha kecil yang bersifat khas dan sulit ditiru justru menjadi makin pesat pertumbuhan dan perkembangannya setelah melampaui fase- fase awal sehubungan dengan makin meningkatnya daya saing dan kualitas produknya, dengan cara mengadopsi teknologi baru yang lebih efisien di subsektor produksi dan manajemen keuangannya. Salah satu ciri kekhasan itu adalah keberadaan bahan baku dan jenis keterampilan khusus yang hanya ada di wilayah lokal.

Dengan merujuk pada rekomendasi Bumback kepada pengusaha kecil dan hasil kajian teoretis selintas tersebut, maka upaya pengembangan kewirausahaan lanjutan perlu lebih terfokus pada dua aspek yang saling berkaitan namun tidak bisa dipisahkan, yaitu manajemen keuangan dan bantuan mengembangkan usaha untuk memperbesar akses pasar. Kedua hal inilah yang akan menjadi fokus perhatian pada tahapan pembuktian kebenaran aplikasinya dalam jaringan bisnis riil di lapangan.

Persoalan mendasar dalam upaya pembentukan jiwa wirausaha ditinjau dari prosesnya adalah, bahwa siapa pun memerlukan waktu yang panjang dan usaha keras secara berkesinambungan untuk menjadi seorang wirausaha sejati. Salah satu di antaranya adalah energi dan waktu untuk mengetahui kaitan antara karakteristik diri subjek calon pelaku wirausaha, daya dukung jaringan bisnis, dan lingkungan sosial-budaya masyarakat yang akan menjadi segmen pasar produk yang menjadi andalan usaha.

Tulisan ini dikutip dari buku yang berjudul “Pendidikan Kewirausahaan” yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Naswan Suharsono, M.Pd., diterbitkan oleh PT RajaGrafindo Persada. (*)

*Reporter: Andi Gusmaniar Irnawati