[OPINI] Kumaran dalam Melawan Mafia Politik dengan Pemahaman Aristoteles

Avatar photo

- Redaksi

Jumat, 15 Desember 2023 - 23:56 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Potret Penullis, (Foto: Ist.)

PROFESI-UNM.COM – Alur cerita film yang berasal dari India, yang tayang pada tahun 2019. Kisah seorang pemuda yang bernama asli Nandga Gopalan Kumaran yang berasal dari sebuah desa kecil, iya memilih kembali ke kampung halamannya setelah lulus sebagai magister pertanian dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di kampung dengan cara bertani sekaligus mengimplementasikan pupuk organik yang didapatkannya dari hasil kuliahnya. Namun tak berselang lama, rumahnya dibakar oleh salah satu penjual pupuk kimia yang merasa dirugikan atas temuan Kumaran ini. Oleh sebab itu, Kumaran berubah pikiran untuk menjadi seorang politik dengan tujuan merubah desanya lebih layak lagi.

Namun menjadi seorang politik tidak semudah yang Kuraman bayangkan, sebab lawan politiknya memakai cara yang kotor dengan menyogok masyarakat dan berdalih akan menjadi pemimpin yang lebih bijaksana. Tentu saja jelas ada yang percaya, namun tak banyak dari masyarakat yang menganggap bahwa semua itu hanyalah omong kosong, sebab di periode pertamanya pun tidak banyak bangun yang terlihat. Bahkan jika ada masyarakat yang mengalami sakit, mereka harus berjalan ke desa sebelah untuk berobat. Dari cerita tersebutlah membuat Kumaran lebih bersemangat dan dengan penuh keyakinan akan melengserkan mafia politik di desanya. Dengan memanfaatkan kecerdasan dan beberapa kerabat dari kampusnya yang memiliki kenalan dari kepolisian dan pemerintah daerah, iya bekerja sama untuk mengusut tuntas anggaran periode pertama mafia yang sama sekali tidak terlihat. Hal itupun menuai hasil yang baik, bahwa ternyata anggaran tersebut tidak dipergunakan dengan baik, melainkan menjadi pengenyang perutnya sendiri.

Baca Juga Berita :  HMPS PAP FIS-H UNM Adakan SPARTA

Dalam kaitannya perpolitikan di Indonesia hampir sama dengan apa yang Kumaran rasakan dimana ada segelintir orang dalam mencapai sebuah jabatan pasti melakukan yang namanya kecurangan yang terpampang nyata adalah kasus gratifikasi (sogok menyogok) yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan jabatan yang ia inginkan hal ini menjadi problem nyata yang terjadi dinegara dari zaman dahulu sampai sekarang. Setiap kali mendekati pemilu, para calon kepala daerah atau anggota legislatif mengumbar janji manis kepada masyarakat. Tidak jarang juga sebagian dari mereka menebar amplop berisikan uang atau bingkisan sembako. Secara sadar mereka telah melakukan politik uang, sebuah praktik koruptif yang akan menuntun ke berbagai jenis korupsi lainnya. Mempengaruhi pilihan dengan politik uang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi masyarakat sendiri. Praktik ini akan menghasilkan pemimpin yang tidak tepat untuk memimpin. Kebijakan dan keputusan yang mereka ambil kurang representatif dan akuntabel. Kepentingan rakyat berada di urutan sekian, setelah kepentingan dirinya, donatur, atau partai politik.

Sementara dalam filsafat politik, otoritas kepemimpinan yang diterapkan mafia ini sangat melenceng dari paham filsafat politik yang memberikan kebebasan, keadilan, hak milik dan lainlain. Teori politik juga terlibat dalam diskursus akademik dengan cakupan yang lebih luas dan membahas karakter politik dari fenomena dan kategori seperti identitas, budaya, ras, kekayaan, hubungan manusia-non manusia, etika dan agama. Paham seperti inilah yang seharusnya di anut oleh pemerintah daerah dan pusat, termasuk mafia politik tersebut demi untuk mensejahterakan masyarakatnya. Sementara itu asal mula negara, Negara dibentuk berawal dari persekutuan desa dan lama kelamaan membentuk polis atau negara kota. Tujuan negara harus disesuaikan dengan keinginan warga negara merupakan kebaikan yang tertinggi. Aristoteles berpendapat sumbu
kekuasaan dalam negara yaitu hukum. Oleh karena itu para penguasa harus memiliki pengetahuan dan kebajikan yang sempurna. Sedangkan warga negara adalah manusia yang masih mampu berperan untuk menjaga dan merawat segala bentuk bagungan yang telah dikerjakan oleh pemerintahnya.

*Penulis adalah Sri Ayu Lestari Jurusan Ilmu Administrasi Publik semester 1, Universitas Negeri Makassar

Berita Terkait

[Opini] Intoleransi Sebagai Kabut yang Menyembunyikan Akar Masalah Bangsa
[Opini] Ada yang Berantakan tapi Bukan Kamarku, Melainkan Kampusku
[Opini] Menyoal Efisiensi APBN: Ketika Keuangan Negara Tak Lagi Pro-Rakyat
[Opini] Balada Kampus Komersial
[Opini] Mengurai Kekacauan Batin: Mencari Jeda di Tengah Rutinitas Akademik
[Opini] Sebuah Catatan Kritis Untuk Refleksi Fakultas Tanpa Kelas Dan Tanpa Suara
[Opini] Pendidikan yang Membungkam : Saat Instansi Pendidikan Membentuk Komoditas Tanpa Imajinasi
[Opini] Arah Sekolah dan Pendidikan
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 22 Juni 2025 - 20:11 WITA

[Opini] Intoleransi Sebagai Kabut yang Menyembunyikan Akar Masalah Bangsa

Minggu, 22 Juni 2025 - 13:58 WITA

[Opini] Ada yang Berantakan tapi Bukan Kamarku, Melainkan Kampusku

Jumat, 13 Juni 2025 - 17:38 WITA

[Opini] Menyoal Efisiensi APBN: Ketika Keuangan Negara Tak Lagi Pro-Rakyat

Kamis, 12 Juni 2025 - 22:25 WITA

[Opini] Balada Kampus Komersial

Sabtu, 7 Juni 2025 - 14:46 WITA

[Opini] Mengurai Kekacauan Batin: Mencari Jeda di Tengah Rutinitas Akademik

Berita Terbaru

Ilustrasi mahasiswa melakukan persiapan sebelum magang, (Foto: Int.)

Berita Wiki

Hal yang Wajib Mahasiswa Ketahui Sebelum Daftar Magang

Senin, 23 Jun 2025 - 00:54 WITA

Potret Fulki Shafa Kamilah Rahmat, (Foto: Ist.)

Agendasiana

Bukan Sekadar Juara, Tapi juga Inspirasi Perjalanan Mapres UNM 2025

Senin, 23 Jun 2025 - 00:16 WITA

Potret Olahan Mie yang Menyehatkan, (Foto: Int.)

Berita Wiki

Kreasi Mie Instan Jadi Makanan Bergizi

Minggu, 22 Jun 2025 - 13:49 WITA