PROFESI-UNM.COM – Akhir akhir ini pemerintah lagi senang melakukan ekspansi tambang dimana mana, menghabisi banyaknya hutan bumi Pertiwi. Tidak mengenal empaty terhadap masyarakat setempat hingga menghalalkan segala cara untuk bisa meraup keuntungan dari sumber penghidupan manusia terutama masyarakat lokal setempat. Pemerintah sering mengeluarkan statement bahwasanya genosida terhadap pohon itu dilakukan demi mendukung proses transisi energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan menunjang indonesia menuju status negara maju.
Namun, energi terbarukan itu bukan untuk rakyat kita tetapi dijual ke negara negara yang menanam saham pada industri yang terkait seperti China, Prancis dan lain sebagainya. Sehingga masyarakat setempat dan rakyat kita hanya merasakan deritanya mereka kehilangan lahan mata pencaharian, kehilangan air bersih yang merusak tubuh mereka akibat limbah tambang yang mengotori lautan dan ekosistem yang tentunya sulit untuk kembali seperti sediakala sebagaimana ekosistem awal yang dianugerahi untuk masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Entah mengapa manusia sulit untuk menjaga alam sekitar apakah mereka berpikir kebenaran indahnya kelestarian alam jika dijaga hanya sekadar logika deduktif yang sulit ditangkap oleh rasionalitas manusia sehingga banyak yang apatis dengan tindakan itu. Apatis terhadap lingkungan merupakan narasi yang sangat disepelekan oleh umat manusia tentu saja karena mereka tidak mendapatkan langsung benefitnya. Jika mereka memang tekun untuk menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan sekitar tapi alam dijadikan sebagai bahan eksploitasi untuk menjarah keuntungan sebanyak mungkin dan bahkan merugikan sesama manusia lain.
Tentang menjarah alam sehingga merugikan manusia juga banyak dilakukan oleh penguasa-penguasa terhadap wilayah tempat alam itu berdiri dasarnya mereka tidak hanya tidak peduli sesama umat manusia yang bahkan dicap sebagai rakyat yang sepatutnya mereka lindungi dan layani. Akan tetapi, malah menjarah tanah-tanah mereka dan meratakan hutan-hutan mereka, dengan pengetahuan yang dangkal dan hati yang tidak berperikemanusiaan, penguasa dengan antek-anteknya terus saja melakukan kebijakan-kebijakan yang hanya bijak di mata tiraninya api di mata orang yang memiliki tanah dan hak atas hutan lindung. (*)
*Penulis: Muhammad Ryaas Risyady