[OPINI] Mencermanti Potensi Civitas-Akademika yang Terlupakan

Avatar photo

- Redaksi

Jumat, 22 Maret 2024 - 20:58 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Haedar Akib, Dosen FIS-H UNM, (Foto: Int.)
Haedar Akib, Dosen FIS-H UNM, (Foto: Int.)

PROFESI-UNM.COM – Arti penting mencermati kreativitas dan inovasi yang bernilai sebagai potensi civitas akademika (Dosen, Mahasiswa) yang seringkali terlupakan adalah selain menyesuaikan tema webinar tentang Optimalisasi Sumberdaya Dalam Penerapan Managemen Digital di Era Society 5.0 (Universitas Pamulang, 19 Juni 2021), juga karena alasan-alasan berikut. Pertama, mengartikulasi perubahan semboyan atau prinsip hidup (maha)siswa, manusia, anak generasi milenial atau generasi Z yaitu, dari berprinsip “merdeka atau mati” menjadi berprinsip “kreatif-inovatif atau mati”. Kata mati bukanlah berarti mati sungguhan yaitu terpisahkan roh dari jasadnya, atau dalam bahasa metodologi keilmuan terpisahnya focus dari locus-nya, melainkan mati di sini bermakna tersingkir, terlupakan, teralienasi, terpinggirkan, ditinggalkan, atau “diduakan” oleh pasangan.

Kedua, untuk mereaktualisasi makna karakter manusia (Man) sebagai elemen utama dari the Seven-M (Man, Money, Material, Machine, Method, Market, Morale) sebagai Tools of Digital Management berbasis kreativitas dan inovasi yang bernilai, dengan cara menjawab pertanyaan retoris sesuai formula 5W+1H (Rudyald Kipling, 1865-1936), yaitu what/apa, why/mengapa, where/dimana, when/kapan, who/siapa, how/bagaimana melahirkan generasi milenial yang kreatif, inovatif, etis, estetis, beretos atau berkinestetik (berkarakter) wirausaha dalam bingkai persaudaraan (persatuan, kolaborasi) dalam keberagaman.

Ketiga, untuk mengantisipasi berita lama di media agar tidak berulang di tempat kerja atau di negara kita, yang berjudul the Death of Samurai – robohnya perusahaan Jepang yang disebabkan oleh faktor harmony culture error, seniority error dan old nation error (Antariksa, diakses 2 Desember 2015), karena kalah bersaing dan melupakan potensi manusia yang telah dianugerahkan oleh Pencipta.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Keempat, untuk merambah pemikiran baru generasi milenial mengenai fokus dan lokus penyelarasan (aligment) dan penyeimbangan kecerdasan artifisial (Artificial Intellingency/ AI) dalam revolusi industri 4.0 yang berprinsip Internet of Things, dengan kecerdasan alamiah (Natural Intelligence/ NI). Kecerdasan dan potensi civitas akademika ini perlu disinergikan karena natural intelligence, menurut penulis (Akib, 2019a, 2019b) terfokus pada apresiasi dan reaktualisasi hakikat penciptaan, harkat, martabat, jatidiri, atau potensi manusia kreatif dan inovatif yang bernilai di era masyarakat 5.0 (Karinov, 2019) baik secara aktual maupun virtual.

Khazanah pengetahuan dalam bahasa lokal misalnya berupa kata-kata bijak dan petuah orang Bugis-Makassar oleh Rahman Rahim menarik dipahami maknanya bahwa “Hati-hati berkongsi atau berteman dengan…: 1) Raja, karena dengan gampang memutuskan perkongsian dengan semena-mena; 2) Orang kuat, karena sukar dilawan; 3) Orang kaya, karena dengan gampang mengembalikan modal yang ditanam apabila perusahaan kelihatan maju; dan 4) Kenalan, kenalan yang bukan sahabat tidak merasa berat untuk memutuskan perkongsian dengan semaunya.” (Akib, 2005: 177), serta 5) menurut penulis perlu juga hati-hati berkongsi dengan politisi, karena (maaf!) banyak politisi yang berprinsip lebih baik menang curang daripada kalah terhormat. Meskipun kata-kata bijak dan petuah itu telah lama, namun esensi dan orientasi nilainya masih kontekstual untuk membangun generasi milenial atau generasi Z saat ini, agar tidak menjadi “generasi Z plus-plus” atau generasi pusing, bingung, cemas, atau penuh ketakutan, apalagi dalam era hiper-kompetitif saat ini karena tidak mampu mengasah dan mengembangkan potensi kreativitas dan inovasi yang bernilai dalam dirinya.

Kreativitas dan inovasi yang bernilai sebagai basis kewirausahaan (Akib, 2009: 102) merupakan satu dari sejumlah keahlian yang sangat dibutuhkan oleh generasi milenial di era revolusi industri atau masyarakat 5.0 (Zubaidah, 2016). Kreativitas dan inovasi yang bernilai dipahami sebagai seni dan ilmu pengetahuan (explicit, tacit, cultural) untuk melahirkan sesuatu yang baru, unik/khas, berbeda atau bermafaat dilihat dari aspek perilaku, produk, proses atau pers/lingkungan (Akib, 2005; Anderson et al., 2004) dengan cara mendayagunakan potensi manusia bersumber daya yang dimiliki, baik secara individu maupun bersama-sama untuk meraih tujuan. Oleh karena itu, upaya nyata membangun karakter personal generasi milenial yang kreatif, inovatif, mandiri, dan berkarakter (etis, estetis dan beretos kerja) dalam bingkai persaudaraan dalam keberagaman dapat dipicu, dipacu, atau diarahkan dengan mengubah semboyan atau prinsip hidupnya yaitu dari berprinsip “merdeka atau mati” menjadi berprinsip “kreatif-inovatif atau mati”. Kemudian, mengapresiasi atau saling menghargai (menilai) hasil kreasi dan inovasi yang dihasilkan.

Berita lama di media berjudul the Death of Samurai – robohnya perusahaan Jepang, Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo yang disebabkan oleh faktor harmony culture error, seniority error dan old nation error (Antariksa, diakses 2 Desember 2015) merupakan pembelajaran publik dan refleksi nyata bagi kita dalam membangun generasi milenial yang mandiri, inovatif dan berkarakter. Pelajaran yang diperoleh adalah khazanah budaya Jepang tersebut, yaitu harmoni, senioritas dan sejarah yang juga merupakan ciri umum dalam khazanah budaya lokal masyarakat di Indonesia, ternyata dapat bernilai ganda dalam aplikasinya ketika itu. Budaya kerja yang mengagungkan harmoni dan konsensus (baca: persaudaraan dalam keberagaman) semata, ternyata justru membuat perusahaan Jepang lamban dalam mengambil keputusan dan menjadi faktor determinan tidak berkembangnya ide-ide kreatif demi menjaga “keindahan” budaya harmoni. Kemudian hampir semua perusahaan Jepang memelihara budaya senioritas, sehingga promosi jabatan diutamakan bagi yang tua. Disamping itu, loyalitas bagi perusahaan merupakan suatu kelaziman. Pada kondisi seperti ini, ide kreatif atau inovasi dari kaum muda, kaum milenial atau generasi Z dengan mudah tersingkirkan. Selanjutnya, Jepang adalah negara yang menua karena separuh dari penduduknya sudah berusia di atas 50 tahun. Implikasinya adalah mayoritas Senior Manager atau pejabat masuk dalam kategori pegawai yang menua sehingga cenderung tidak cepat tanggap atau kurang peka terhadap arus perubahan yang berlangsung cepat di era digital, era milenial atau era masyarakat 5.0 saat ini.

Baca Juga :  UKM SAR Lakukan Diklatsar ke 16

Mencermati latar depan urgensi dan signifikansi serta esensi dan orientasi membangun atau mengembangkan potensi civitas akademika (Dosen, Mahasiswa) yang terlupakan ini, maka pertanyaan retorisnya ialah mengapa kreativitas dan inovasi yang bernilai sebagai basis kewirausahaan dijadikan judul makalah. Jawabannya sesuai kata kunci pertanyaan menurut Rudyard Kipling dengan formula 5W+1H.

Pertama, what (apa) yang dimaksud dengan kreativitas dan inovasi yang bernilai sebagai basis kewirausahaan itu? Jabawannya adalah kreativitas dan inovasi merupakan sifat nyata dan berbeda (unik) sebagai atribut yang ditunjukkan oleh individu (Saunders, 1977); nilai khas dan baik yang terpatri dalam diri orang (Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2020); watak dan ciri-ciri individu yang memiliki kemauan untuk mewujudkan dan mengembangkan gagasan kreatif dan inovatif yang dimiliki ke dalam kegiatan yang bernilai. Oleh karena itu, jiwa dan sikap kewirausahaan tidak hanya dimiliki oleh usahawan, melainkan pula setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk mengkreasi nilai bagi dirinya dan orang lain.
Berdasarkan pendapat tersebut potensi manusia yang terlupakan merupakan kemampuan kreatif dan inovatif sebagai dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari dan memanfaatkan peluang menuju sukses. Kompetensi manusia yang berwujud karakter wirausaha menurut para pakar (Drucker 1959; Timpe, 2000; Akib, 2005) ditunjukkan melalui kemampuan aktor untuk menciptakan sesuatu yang baru, unik, berbeda atau bermanfaat sebagai hasil dari berpikir kreatif dan bertindak inovatif yang bernilai (peluang dan uang).

Terdapat hubungan sinergis antara kreativitas dan inovasi manusia yang keduanya sangat diperlukan sebagai basis karakter wirausaha dalam mendayagunakan potensi yang dimiliki untuk meraih peluang bagi pengembangan diri sendiri, kelompok atau organisasi tempatnya bekerja (Akib, 2011). Kreativitas tanpa inovasi bagaikan sarjana (orang) cerdas yang tidak mau berkreasi, sedangkan inovasi tanpa dilandasi kreativitas tidak menghasilkan sesuatu yang baru bagi dirinya dan orang lain atau organisasi tempatnya bekerja.

Kedua, why (mengapa) perlu melajitkan potensi kreativitas dan inovasi manusia yang bernilai? Jawabannya implisit dalam pernyataan mantan Presiden Pertama Republik Indonesia, Bapak Ir. Soekarno atau Bung Karno yang dikutip oleh Gunawan (2013) bahwa bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building), karena pembangunan karakter inilah yang dapat membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju jaya, dan bermartabat.

Meskipun ungkapan Bung Karno tidak secara khusus menyatakan pembangunan karakter wirausaha, namun dapat dipahami bahwa karakter wirausaha berbasis kreativitas dan inovasi yang bernilai merupakan prioritas utama yang perlu ditanamkan atau dibangun di dalam diri setiap individu warga negara Indonesia, khususnya bagi generasi milenial. Menurut Kilby (2001), kreativitas dan inovasi merupakan salah satu aset organisasi yang terbesar di tempat kerja, misi setiap kegiatan dan pusat atau faktor kunci keberhasilan organisasi. Kreativitas dan inovasi merupakan esensi dan orientasi pengembangan manusia bersumber daya (Dharma & Akib, 2004). Kreativitas dan inovasi mencirikan perkembangan dan keunggulan daya saing individu, kelompok dan organisasi secara berkelanjutan (Akib, 2005, 2011; Ford & Gioia, 2000). Kreativitas dan inovasi merupakan ramuan dalam pelayanan publik, pengembangan produk, barang dan jasa, strategi serta berbagai proses dan perilaku yang lebih baik, unik, baru, asli, berbeda atau bermanfaat. Dengan demikian, tujuan pengembangan kreativitas dan inovasi dalam organisasi berbasis pengetahuan (De Long, 1997) adalah menciptakan berbagai bentuk nilai bagi kepentingan publik (value for public) seperti nilai aktivitas, produktivitas, efektivitas, kapabilitas, aksesibitas, akseptabilitas, akuntabilitas, integritas, responsibilitas, responsivitas, popularitas, elektabilitas, dan kata kunci berakhiran….tas-tas lainnya, sebagaimana nilai-nilai modern yang dipahami dalam institusi bervisi ”Kependidikan dan Kewirausahaan” seperti Universitas Negeri Makassar (UNM).

Ketiga, when (kapan) waktu yang tepat untuk membangun karakter wirausaha berbasis kreativitas dan inovasi yang bernilai? Sejatinya, dimensi waktu yang tepat adalah sejak dulu ketika Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan, namun karena Indonesia turut serta dalam kesepakatan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) di era society 5.0 ini, maka saat ini semakin terasa urgensi dan signifikansinya. Jika tidak demikian adanya maka situasi yang mungkin terjadi adalah anak-anak bangsa generasi milenial hanya menjadi generasi yang “TA’MEA-MEA”, bahasa Makassar (kencing-kencing menurut bahasa Indonesia) di “kampung sendiri” (Akib, 2012, 2016), karena tidak memiliki kreativitas dan inovasi yang bernilai sebagai sumber keunggulan daya saingnya secara berkelanjutan. Oleh karena itu, membangun karakter wirausaha berbasis kreativitas dan inovasi yang bernilai sangat penting karena saat ini karena posisi daya saing Indonesia di berbagai aspek, termasuk aspek pendidikannya, masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, seperti Malaysia, Thailand, Singapura (Prianto, 2015; Rahman, 2015; Ridhwan et al., 2015).

Keempat, where (dimana) lokus atau tempat yang tepat untuk mengubah potensi manusia yang terlukapan ini menjadi kompetensi yang bernilai? Sesuai tema yang diberikan maka lokus atau tempat membangun generasi milenial yang mandiri, inovatif dan berkarakter (etis, estetis, kinestetis) dan beretos kerja adalah pada organisasi/institusi publik, organisasi private/bisnis, organisasi nir-laba (Akib, 2011) dan pada lokus sekolah, yaitu sekolah pertama (pendidikan informal di rumah tangga), sekolah kedua (pendidikan formal pada semua jenis dan jenjang) dan di sekolah ketiga (pendidikan non-formal di masyarakat).

Kelima, who (siapa) aktor kreatif dan inovatif yang bernilai itu? Jawabannya adalah manusia atau individu yang memiliki sifat, watak, bakat, potensi, nilai, motivasi, kompetensi – pengetahuan/knowledge, kecakapan/skill, kemampuan/ ability dan talenta lainnya/others disingkat KSAO’s (Bernardin, 2013) – yang layak dibina dan dikembangkan secara sistematis, sistemik dan berkelanjutan. Hal itu dikuatkan dengan pandangan pakar (Drucker, 2002, 2014; McClelland, 1987) bahwa jiwa, sikap dan perilaku kewirausahaan memiliki ciri-ciri antara lain: Rasa percaya diri dengan indikator penuh keyakinan, mandiri, optimis, disiplin, berkarakter, berkomitmen (semangat persaudaraan) dan bertanggung jawab; Memiliki inisiatif, dengan indikator inovatif, penuh energi, cekatan dalam bertindak dan aktif; Memiliki motif berprestasi dengan indikator berorientasi pada hasil dan berwawasan ke depan; Memiliki jiwa kepemimpinan dengan indikator berani tampil beda, dapat dipercaya dan tangguh dalam bertindak; Berani mengambil risiko (moderat) dengan penuh perhitungan; Tterampil dalam manajemen – perencanan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian; Bersikap positif terhadap peluang dan uang.

Baca Juga :  [Opini] Pendidikan Nasional dan Covid-19

Keenam, how (bagaimana) strategi mengembangkan potensi kreativitas dan inovasi manusia yang bernilai ini? Jawabannya adalah, banyak cara tepat yang dapat dipilih dalam mensosialisasikan kreativitas dan inovasi sebagai basis karakter wirausaha, mulai dari cara yang radikal sampai pada cara halus dan tersamar. Pada prinsipnya, apapun strategi yang diterapkan memiliki tujuan yang sama agar perubahan dan pembaruan dapat terjadi dalam diri individu (manusia, orang), kelompok, organisasi dan di masyarakat. Sejumlah pakar sepakat bahwa terdapat tujuh strategi generik (disingkat 7-C) yang sejatinya diaplikasikan oleh individu atau institusi agar eksis, berkembang dan berdaya saing (Zubaidah, 2016) yaitu communication (komunikasi), connection (koneksi), coopetition (persaingan yang membuahkan kerjasama), compromise (kompromi), collaboration (kolaborasi), critical (kritis), creativity (kreativitas). Penguasaan dan penerapan strategi generik kreatif-inovatif inilah yang sekaligus menguatkan semboyan atau prinsip hidup generasi milenial di era society 5.0, yaitu “kreatif-inovatif, atau mati”.

Menurut Shipton, West, Dawson, Birdi, & Patterson (2006) dan West (1987), terdapat empat strategi klasik memperkenalkan inovasi, yaitu strategi pengaruh minoritas, strategi partisipatif, strategi eklektik dan strategi pemaksaan kekuasaan. Tiga strategi yang tepat dalam membangun karakter wirausaha berbasis kreativitas dan inovasi yang bernilai di era MEA (Akib, 2016) akan diuraikan berikut ini.

Strategi partisipatif, cocok dikembangkan apabila kebutuhan inovasi dirasakan oleh individu atau institusi dan tersedia cukup waktu dan sumber daya untuk menggalakkan partisipasi dan kolaborasi aktornya. Kemudian, strategi ekletik, oleh Daft (1992) dipahami sebagai kombinasi dan sinergi beberapa metode dalam berkreasi dan berinovasi. Sedangkan strategi pemaksaan kekuasaan biasa digunakan untuk mengubah paradigma atau paradogma yang radikal dan tidak mungkin dilakukan dengan cara lain. Pemaksaan kekuasaan dilakukan jika kelompok organisasi memiliki kemampuan berpikir dan berzikir yang timpang antara kelompok pimpinan dengan kelompok yang dikenai inovasi. Selain itu, pemaksaan kekuasaan diterapkan jika tidak ada waktu yang cukup untuk berkonsultasi, berkomunikasi atau mengajak partisipasi dalam mewujudkan kreativitas dan inovasi yang bernilai.

Dipahami bahwa strategi pemaksaan (coercive) hanya efektif digunakan oleh aktor yang memiliki kekuasaan dan pengaruh cukup besar untuk mendesak manusia (orang) berkreasi dan berinovasi yang bernilai, terutama memasuki era New Normal pasca era pandemi COVID-19 ini. Konsekuensi dari penggunaan strategi coercive adalah munculnya sikap permusuhan atau konflik konseptual manajemen pengetahuan (Akib, 2014) di antara individu dan institusi yang terlibat atau berkepentingan. Pemaksaan kekuasaan merupakan satu-satunya cara mewujudkan perubahan yang tidak populer seperti pernah dilakukan oleh aparat negara dalam mengatasi munculnya klaster baru atau penyebaran COVID-19.

Apapun strategi me-re-aktualisasi potensi manusia yang terlupakan, dipahami bahwa kita semua berada dalam era MEA, era revolusi industri atau era masyarakat (society) 5.0. Menurut Karinov (2019), jika perkembangan teknologi sudah sebegitu majunya, lalu apalagi yang harus diperbaharui? Jawabannya ada di pikiran sebagian orang, termasuk di pikiran kita.

Entering Society 5.0.
Perkembangan teknologi yang begitu pesat, termasuk adanya peran-peran manusia yang tergantikan oleh kehadiran robot-robot cerdas, dianggap mendegradasi peran manusia. Realitas ini melatar belakangi lahirnya Society 5.0 yang diperkenalkan di Kantor Perdana Menteri Jepang pada hari Senin, 21 Januari 2019.
Melalui Society 5.0, kecerdasan buatan (artificial intelligence) dapat mentransformasi big data pada segala sendi kehidupan serta the Internet of Things akan menjadi suatu kearifan baru yang akan didedikasikan untuk mentransformasi dan mendayagunakan potensi kreativitas dan inovasi manusia yang bernilai. Transformasi ini membantu manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Dengan demikian, semakin jelas fokus dan lokus pengembangan kecerdasan artifisial dan internet of things sebagai ciri revolusi industri 4.0 yang perlu disinergikan dengan kecerdasan alamiah (natural intelligence/ NI) yang terfokus pada re-aktualisasi dan penghargaan terhadap hakikat penciptaan, harkat, martabat dan jatidiri manusia kreatif, inovatif yang bernilai sebagai mahluk individu, mahluk sosial dan mahluk Tuhan di era society 5.0 ini.

Agar potensi manusia, termasuk potensi civitas akademika yang mensinergikan AI dan NI tidak terlupakan dan dapat berubah menjadi kompetensi dan referensi dalam mereaktualisasi kreativitas dan inovasi yang bernilai pada lokusnya, maka kepada setiap pemimpin, termasuk kita selaku pemimpin diri sendiri (self-leader), pemimpin kelompok, pemimpin organisasi dan masyarakat sejatinya mensosialisasikan, mengeksternalisasikan, mengkombinasikan, dan menginternalisasikan (disebut model SEKI menurut Nonaka & Takeuchi (1995) dalam diri individu dan institusi tempatnya bekerja. Semoga. (*)

*Tulisan ini dibuat oleh Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si.Dosen Jurusan Ilmu Administrasi FIS-H UNM

Berita Terkait

Pendidikan yang Membungkam : Saat Instansi Pendidikan Membentuk Komoditas Tanpa Imajinasi
Arah Sekolah dan Pendidikan
Awan Gelap LK FT-UNM: Kekosongan Intelektual dan Degradasi Gerakan Mahasiswa
Tantangan bagi Masyarakat yang Terinfeksi Informasi Sepihak
Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Semua Demi Pendidikan
Di Balik Layar Konflik: Memahami Strategi Psychological Warfare dalam Perang Modern
Perjuangan dan Potensi Perempuan: Transformasi Gender dalam Organisasi
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 3 Mei 2025 - 21:56 WITA

Pendidikan yang Membungkam : Saat Instansi Pendidikan Membentuk Komoditas Tanpa Imajinasi

Jumat, 2 Mei 2025 - 09:45 WITA

Arah Sekolah dan Pendidikan

Jumat, 14 Maret 2025 - 20:40 WITA

Awan Gelap LK FT-UNM: Kekosongan Intelektual dan Degradasi Gerakan Mahasiswa

Jumat, 8 November 2024 - 02:36 WITA

Tantangan bagi Masyarakat yang Terinfeksi Informasi Sepihak

Rabu, 3 Juli 2024 - 22:54 WITA

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Berita Terbaru

Pendidikan Sejarah

Pameran Sejarah Jadi Wadah Edupreneurship dan Wisata

Kamis, 8 Mei 2025 - 02:21 WITA

Fakultas Psikologi

Tim BKP Fakultas Psikologi Gelar Psikoedukasi Sex Education di PAUD Kartini

Kamis, 8 Mei 2025 - 02:00 WITA

Himanis

UMKM Fest Wadah Promosi dan Pemberdayaan UMKM Lokal

Rabu, 7 Mei 2025 - 02:27 WITA