PROFESI-UNM.COM – Sebanyak 55,32 persen mahasiswa menginginkan figur baru untuk mempin Universitas Negeri Makassar (UNM) periode selanjutnya. Hal itu dibuktikan dengan adanya kousioner yang dibagikan tim Profesi kepada mahasiswa di sembilan fakultas.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pertahanan kuat Husain sepertinya mulai goyah bahkan melemah. Pasalnya, respon penolakan dari mahasiswa cukup kuat untuk menggulingkan mantan Dekan Fakultas Teknik (FT) ini jatuh dari kursi kepemimpinannya. Meski dijagokan kembali oleh senat dan para pesaing lamanya, sepak terjang Husain selama empat periode dinilai belum memuaskan hati para sivitas khususnya mahasiswa.
Adanya ketidakpercayaan mahasiswa itu, dibarengi dengan beberapa permasalahan dari berbagai keputusan dan kebijakan yang diambilnya. Misalnya saja keputusannya untuk mengubah status UNM menjadi Badan Layanan Umum (BLU) yang sempat menuai penolakan keras dari mahasiswa.

Tercatat 66,67 persen mahasiswa menganggap berubahnya status UNM menjadi BLU bukan hal yang tepat untuk saat ini. Hadirnya BLU dianggap bukan solutif atas sekelumit permasalahan yang ada, malah bahkan bisa saja menjadi biang munculnya masalah baru.
Belum lagi ketika kita melihat banyaknya kebijakan kontroversial yang pernah dikeluarkan Husain. Husain terekam pernah memberikan subsidi 50 persen untuk anak dosen, disusul lagi dengan penerapan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Jadi wajar saja 50,29 persen respon mahasiswa mengatakan kebijakan alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut tidak memihak kepada mahasiswa.
Buruknya pandangan mahasiswa terhadap Husain tentunya patut menjadi perhatian khusus. Terutama, saat ini Husain dikenal sebagai pemimpin yang tidak dekat dengan mahasiswa.
Sebab, kesadaran diri menjadi salah satu elemen penting yang harus hadir di pribadi pemimpin untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Semakin hari mahasiswa semakin sadar atau disadarkan oleh kondisi yang dialaminya, mereka semakin memberikan penilaian terhadap siapa yang layak untuk menjadi pemimpinnya kelak. (*)
*Tulisan ini telah terbit di Tabloid Profesi edisi 233