PROFESI-UNM.COM – Para punggawa BEM-Maperwa UNM baru saja menikmati indahnya Kota Yogyakarta, 23-25 Oktober lalu. Sebuah hadiah yang fantastis dari birokrat kampus. Hal itu disinyalir sebagai langkah birokrat untuk melumpuhkan gerakan mahasiswa.
Pelesiran ke Kota Gudeg
Baru saja dilantik 19 September lalu, para pengurus LK UNM menerima tawaran birokrat untuk terbang bersama ke Yogyakarta. Tak kurang dari 40 orang ikut bersama rombongan. Mereka merupakan pimpinan BEM dan Maperwa dari masing-masing fakultas, minus Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS). Beberapa petinggi kampus juga tak mau ketinggalan. Di antaranya, yakni Wakil Dekan III masing-masing ditemani Wakil Rektor III. Mereka ikut serta menikmati jalan-jalan berbalut studi banding itu.
Padahal, belum ada program kerja yang berjalan dari para pengurus yang dilantik, 19 September silam itu. Pengawalan terhadap isu-isu krusial pun masih belum cukup. Bahkan, isu internal sama sekali belum tersentuh.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pelesiran itu dinilai terlalu politis. Anggaran yang digunakan juga bukan main besarnya. Bagaimana tidak, puluhan mahasiswa itu mendapat tanggungan akomodasi hingga empat hari. Tentu saja, anggaran itu cukup besar dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya di UNM.
Ketua UKM Pinisi Choir, Taher, juga menilai jalan-jalan di awal periode itu sama sekali tak punya esensi nilai buat organisasi. Menurutnya, hal semacam itu bisa saja menjadi bentuk pendekatan birokrat kampus ke BEM UNM
“Kalau misalnya memang mau studi banding juga, kenapa bukan yang di universitas saja, kenapa ambil semua fakultas, toh yang di universitaskan sudah representative dari semua fakultas. Ini kan seakan-akan di maintenance semua lembaga yang berkaitan dengan legislatif dan eksekutif. Mahasiswa yang seharusnya jadi mitra kritis ini kayak dirangkul-rangkulki,” tuturnya.
Sejauh ini, BEM UNM belum memiliki sumbangsih yang signifikan terhadap kampus dan organisasi internal yang dinaunginya. Dengan pelesiran, tambahnya lagi, tak terlihat tujuan yang jelas.
“Lebih baik anggaran-anggaran begitu untuk mendukung teman-teman yang misalnya mau pergi lomba, dikasih pelatihan. Kita terlalu fokus satu arah saja. Bukan main itu perjuangannya mahasiswa untuk gapai prestasi,” tegasnya.
Tindakan BEM UNM ini juga bisa menjadi boomerang bagi kepengurusannya nanti. Kedekatannya dengan birokrat kampus, bisa saja mengundang prasangka buruk di kalangan mahasiswa.
“Ketika BEM tidak hati-hati yah bahaya. Ada beberapa orang di eksekutif mungkin yang mengerti situasi ini, tapi yang lain kira kira bagaimana. universitas kalau salah loncatki nanti ada mosi tidak percaya terhadap legislatif dan eksekutifnya UNM,” sambung mahasiswa Jurusan manajemen tersebut.
Mantan presiden BEM UNM, Rezky Hardianto, menjelaskan, sehararusnya pengurus BEM sekarang sudah mempertimbangkan apa esensi dari kegiatan tersebut sebelum mereka pergi. Apalagi, mereka berangkat dengan birokrat kampus.
“Yah tidak masalah, tapi ini studi banding ini tidak jelas juga, jangan sampai hanya sampai jalan-jalan saja. Tapi kalau saya pribadi mengatakan silahkan pertimbangan baik-baik dulu,” jelasnya.
Demisioner Ketua Maperwa FE UNM, Muhammad Akbar menganggap hal tersebut sebagai buah kemesraan dengan pimpinan kampus. Padahal, belum ada satu pun program dari BEM yang kelihatan hasilnya. Belum ada isu-isu internal yang menjadi fokus pengawalan. Justru isu-isu eksternal yang banyak mencuat.
“Yang menjadi persoalan, apakah dengan keadaan sekarang dengan jalan-jalan itu tidak ada udang di balik batunya. Apalagi melihat massa aksinya teman-teman yang kemarin di (isu) eksternal itu besar,” ungkap pengurus periode 2016-2017.
Ia menilai, pelesiran semacam itu seharusnya bisa disimpan untuk akhir periode. Lantaran jalan-jalan semacam itu bisa mengundang banyak pertanyaan. Apalagi BEM diharapkan menjadi lembaga yang megusung idealisme tertinggi di kampus Orange. Untuk itu, ia kurang sepakat dengan memperhitungkan kondisi yang ada saat ini.
“Karena (BEM) baru berumur jagung sudah ada hal yang seperti itu (jalan-jalan). Saya justru melihat ada sesuatu,” sambung alumnus mahasiswa Pendidikan Ekonomi ini.
Sama seperti Akbar, Ketua Lembaga Kajian Ilmiah Mahasiswa Bertaqwa (LKIMB), Achwal Nazar, juga mengingatkan BEM UNM untuk tidak terlalu dekat dengan universitas. Karena bisa saja, ada banyak kenikmatan yang ia dapat nanti.
“Ini kan studi banding kalau ada kongkalikong disitu mending tidak usahlah bicara soal perjuangan,” tuturnya.
Banyaknya tanggapan negatif yang muncul terkait studi banding, Presiden BEM UNM, Muhammad Aqsha menjelaskan, fungsi BEM sebagai oposisi birokrat kampus nantinya tidak akan terpengaruh. Ia menjelaskan, tujuan dari kegiatan tersebut sebenarnya untuk melakukan perbandingan, mereka akan melihat bagaimana metode pengawalan lembaga kemahasiswaan yang ada disana.
“Apa hubungannya?, kami tetap konsisten dan kami konsolidasi saya pun tidak berangkat untuk mengcounter ini wacana,” jelas mahasiswa angkatan 2014 ini. (tim)

KATA MEREKA
“Sempat ada agenda lain di sana yang membangun gerakan nasional dan dijadikan sebagai peluang yah tidak masalah. Tapi ini studi banding tidak jelas juga jangan sampai hanya jalan-jalan tapi saya secara pribadi mengatakan silahkan pertimbangkan baik-baik dulu,” Demisioner Presiden BEM UNM Periode 2018/2019 Dwi Rezky Hardianto

“Sebenarnya dari setiap kebijakan atau gerakan yang dilakukan itu harus jelas ukurannya, itu yang selalu diupayakan maksimal kemarin.
Makanya sebisa mungkin tetap itu yang dijaga. Jadi setiap langkah-langkah program itu jelas ukurannya,”
Demisioner Presiden BEM
UNM Periode 2017/2018 Mudabbir
*Tulisan ini telah terbit di Tabloid Profesi Edisi 236