PROFESI-UNM.COM – Di era digital 2025, penggunaan kecerdasan buatan seperti ChatGPT dan Microsoft Copilot sudah menjadi bagian dari keseharian mahasiswa. Mulai dari membantu menyusun kerangka esai, menjawab soal, hingga merangkum materi kuliah, AI kini menjadi “asisten pribadi” yang mudah diakses. Namun, di balik kemudahannya, muncul tantangan baru: ketergantungan. Banyak mahasiswa yang mulai mengandalkan AI untuk segala hal, bahkan untuk tugas-tugas yang seharusnya bisa diselesaikan secara mandiri.
Agar tetap bijak dalam menggunakan teknologi ini, mahasiswa perlu memahami cara memanfaatkan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti proses berpikir. Misalnya, gunakan ChatGPT untuk membuat draft awal atau mengklarifikasi pemahaman, bukan langsung menyalin hasilnya mentah-mentah. Saat membuat tugas, kita bisa bertanya: “Apakah jawaban ini benar secara logika?” atau “Apa dasar dari pendapat ini?” – bukan sekadar menerima jawaban yang diberikan.
Begitu juga dengan Copilot, yang terintegrasi dalam Microsoft Word atau Excel. Fitur ini bisa membantu mempercepat pekerjaan administratif seperti membuat tabel, merapikan tulisan, atau menyusun struktur dokumen. Tapi penting untuk tetap mengoreksi hasilnya secara manual, karena AI masih bisa keliru dalam konteks lokal, data terbaru, atau nuansa bahasa.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, penting bagi mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan prompting, yakni cara memberi perintah atau pertanyaan yang tepat pada AI. Dengan prompt yang jelas dan kritis, hasil yang diperoleh akan lebih akurat dan relevan. Terakhir, tetap jaga etika digital. Hindari menggunakan AI untuk hal-hal yang melanggar aturan akademik seperti plagiarisme atau manipulasi data.
Memanfaatkan AI secara sehat berarti menjadikannya alat untuk mengembangkan diri, bukan jalan pintas untuk menghindari usaha. Karena pada akhirnya, teknologi hanyalah alat—yang berpikir tetap harus manusia. (*)
*Reporter: Novita Febriyanti







