
PROFESI-UNM.COM, MAKASSAR – Skandal dugaan jual beli nilai di lingkungan akademik Universitas Negeri Makassar (UNM) mulai terungkap.
Awak LPM Profesi UNM mengetahui kasus ini setelah bertemu langsung dan melakukan wawancara eksklusif dengan salah seorang dosen Fakultas Teknik UNM.
Dari hasil wawancara, sang dosen mengungkapkan kejadian kasus dugaan transaksi nilai telah terjadi sekitar empat bulan lalu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
transaksi ini melibatkan salah seorang mahasiswa bimbingannya.
“Jadi saya temukan kasus jual beli nilai pada saat kira-kira empat bulan lalu, kebetulan pelakunya itu anak bimbingan saya,” ungkapnya.
Dosen tersebut menduga pelaku melakukan negosiasi melalui aplikasi pesan instan. Selain itu, terdapat bukti transfer dana dari mahasiswa lain ke terduga pelaku untuk membeli nilai.
“Saya dapat bukti buktinya negosiasianya lewat WA, bukti transfer dananya dengan mahasiswa,” bebernya.
Penelusuran menyebutkan bahwa praktik jual beli nilai tidak hanya terjadi di jurusannya saja.
Mahasiswa dari fakultas lain juga banyak yang ikut terlibat.
Lebih lanjut, pelaku juga terbuka mengakui perbuatannya di hadapan para penguji saat melaksanakan ujian seminar hasil dan Ia bahkan mengklaim memiliki jaringan luas dalam praktik ini.
“Bukan cuman jurusan ini, termasuk ada di fakultas lain, saya tanya langsung yang bersangkutan apakah Anda memang betul dengan isu ini melakukan jual beli nilai dia bilang betul,” ungkapnya.
Respons Pihak Kampus Kurang
Di sisi lain, dosen yang bersangkutan telah melaporkan kasus ini kepada pihak yang berwenang, termasuk pejabat fakultas tersebut. Namun, belum ada tindak lanjut yang signifikan.
Ia khawatir, jika laporannya belum direspon, maka okunm ‘mafia’ jual beli nilai masih berkeliaran dan merusak citra kampus.
“Karena tidak ada peringatan, jadi (oknum) masih bebas kiri kanan. Boleh jadi masih melakukan hal itu karena dianggap biasa saja,” tegasnya.
“Saya menunggu sebenarnya. Paling tidak, ada rapat dipihak jurusan tapi karena tidak ada makanya saya ke fakultas yang menangani kebijakan akademik, itu juga tidak ada tindak lanjutnya,” sambungnya.
Menanggapi situasi ini, pembimbing menyoroti kurangnya respons dari pihak kampus terkait penanganan kasus ini.
Ia mengatakan bahwa tindakan ini tidak hanya merampas hak prerogatif dosen dalam penilaian, tetapi juga merusak integritas akademik kampus.
“Saya sebagai dosen merasa tidak bernilai lagi di depan mahasiswa dengan adanya ini, karena ada salah satu hak dosen yang dia rampas itu yaitu hak prerogatif,” katanya.
Ia pun berharap pihak kampus segera menindak lanjut masalah ini, mencakup langkah-langkah untuk memastikan keamanan data dan mencegah terulangnya praktik jual beli nilai di masa mendatang.
“Saya mohon kepada pihak-pihak terkait untuk secepatnya ini, paling tidak supaya mengbackup datanya agar tidak terbobol. Saya tidak tau apakah ini pembobolan atau kerja sama, karena tidak gampang itu mengubah nilai,” harapnya.
Terakhir, ia mengaku tidak memberi pelayanan dalam bentuk apapun kepada bimbingannya tersebut hingga kasus ini tuntas.
“Tidak akan dilayani saya selaku pembimbing sebelum ada kejelasan apakah ini pembobolan atau kah dia kerja sama dengan pihak terkait,” tutupnya. (*)
*Reporter: Dwi Putri