
PROFESI-UNM.COM Universitas Negeri Makassar (UNM) menetapkan sistem daring dalam menentukan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Calon Mahasiswa Baru (Camaba). Sejak pertama kali diterapkan, sistem penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini menuai banyak kritikan karena dinilai tidak objektif.
Formatur Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNM, Dwi Rezky Hardiyanto menilai sistem daring ini malah tidak objektif dalam menentukan nominal UKT. Pasalnya, birokrasi belum tentu mengetahui bahwa gaji yang dimaksud merupakam gaji bersih dari orangtua mereka. Bahkan, ia menyebut kebijakan ini seolah ingin menjebak mahasiswa untuk terpaksa membayar.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini sebenarnya bagian dari strategi birokrasi untuk menjebak mahasiswa. Apalagi yang belum tahu apa itu UKT,” sebutnya.
Penetapan UKT melalui daring ini juga hanya memberikan informasi yang kurang jelas kepada Camaba. Berbeda jika melalui tahap wawancara yang bisa berkomunikasi dan menjelaskan secara langsung.
“Menurutku birokrasi hanya memberikan sebuah ruang antara yang abstrak akan informasi,” ujar mahasiswa angkatan 2013 ini.
Senada dengan Rezky. Presiden BEM Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Bahrul pun mengatakan, penerapannya cenderung dapat merugikan mahasiswa. Data yang mereka masukkan bisa saja malah merugikannya dengan hasil yang ada nantinya.
“Jangan sampai berkas yang dimasukkan itu berbeda dengan hasil yang dikeluarkan,” kata mahasiswa Jurusan Pendidikan Antropologi ini.
Kendati demikian, ia ingin adanya evaluasi nominal UKT. Pasalnya, kemampuan ekonomi dari mahasiswa dapat berubah. “Apapun konsepnya dan apapun metode penetapannya tetap mesti ada evaluasi atau penetapan ulang nominal UKT karena pendapatan itu berjalan dinamis,” mintanya. (*)
[divider][/divider]
*Tulisan ini telah terbit di tabloid Profesi edisi 227 spesial pengumuman SBMPTN 2018