PROFESI-UNM.COM – Lebih dari 2.300 tahun yang lalu, sebuah mazhab filsafat menemukan akar masalah serta solusi dari banyak emosi negatif. Stoisisme, yang diterjemahkan menjadi filosofi teras adalah filsafat Yunani-Romawi kuno yang bisa membantu kita mengatasi emosi negatif dan menghasilkan mental yang tangguh masa kini.
Dalam bahasa Yunani, para filsuf Stoa menyebut tujuan dari filosofi Stoisisme sebagai “eudaimonia” atau “hidup yang subur berkembang (flourishing). “Some things are up to us, some things are not up to us.” Epictetus (Enchiridion).
Prinsip ini disebut “dikotomi kendali”. Bisa dibilang, semua filsuf Stoa sepakat pada prinsip fundamental ini, bahwa ada hal-hal di dalam hidup yang bisa kita kendalikan, dan ada yang tidak.
Di bawah kendali kita:
1. Pertimbangan, opini, atau persepsi kita.
2. Keinginan kita.
3. Tujuan kita.
4. Segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri.
Yang bukan kendali kita:
1. Tindakan orang lain.
2. Opini orang lain.
3. Reputasi/popularitas kita.
4. Kesehatan kita.
5. Kekayaan kita.
6. Kondisi saat kita lahir, seperti jenis kelamin, orang tua, saudara-saudari, etnis/suku, kebangsaan, warna kulit, dan lain-lain.
7. Cuaca, gempa bumi, wabah penyakit, dan peristiwa alam lainnya.
Lebih lanjut, Epictetus menjelaskan dalam buku Enchiridion,”Hal-hal yang ada di bawah kendali kita bersifat merdeka, tidak terikat, tidak terhambat; tetapi hal-hal yang tidak di bawah kendali kita bersifat lemah, bagai budak, terikat, dan milik orang lain. Karenanya, ingatlah, jika kamu salah mengira hal-hal yang bagaikan budak sebagai bebas, dan hal-hal yang merupakan milik orang lain sebagai milikmu sendiri maka kamu akan meratap, dan kamu akan selalu menyalahkan para dewa dan manusia.”
Filosofi Stoisisme menekankan bahwa kebahagiaan sejati hanya datang dari hal-hal yang ada di bawah kendali kita. Dengan kata lain, kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari dalam. Pada bagian ini, penting untuk dipahami bahwa “kendali” bukan hanya soal kemampuan untik “memperoleh”, tetapi juga “mempertahankan”.
Tulisan ini dikutip dari buku dengan judul Filosofi Teras karya Henry Manampiring halaman 39-43 terbitan PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta pada tahun 2021. (*)
*Reporter: Nurul Mutmainna