Dari Polemik Penodaan Agama Hingga Keutuhan NKRI

Avatar photo

- Redaksi

Kamis, 15 Desember 2016 - 20:54 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Putra Renaldy Sari mahasiswa Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) UNM yang juga sebagai pengurus BEM FIK.
Putra Renaldy Sari mahasiswa Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) UNM yang juga sebagai pengurus BEM FIK.

PROFESI-UNM.COM – Beberapa bulan yang lalu, Indonesia di hebohkan pada problem keagamaan Ahok terkait penodaan Agama pada Q.S Al-Maidah ayat 51. Hal tersebut mengundang perhatian masyarakat dari berbagai kalangan, pro kontra pun terlihat oleh karena pernyataan Gubernur DKI Jakarta yang kontroversi terkait ayat tersebut. Begitu banyak pendapat, baik itu mengenai konflik agama, suku, hingga pada rapuhnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sontak perhatian bangsa ini pada kasus tersebut, pemberitaan media begitu maraknya bahkan di dramatisasi. Seolah-olah terjadi konflik antara dua agama Islam dan Nasrani, Demo yang telah di gelar oleh kalangan aktivis dan ummat Islam pun dianggap sebagai pemicu terpecah belahnya NKRI. “Indonesia bukan negara Islam, negara ini adalah negara plural yang memegang teguh perbedaan. Pancasila adalah ideologi bangsa ini, perbedaan adalah identitasnya maka jangan memecah belah NKRI”.

Seperti itulah pandangan- pandangan yang disampaikan oleh masyarakat, baik itu pemerintah maupun masyarakat sipil. Problem ini merupakan pertarungan politik untuk menduduki jabatan Gubernur Ibu Kota Negara Indonesia (DKI Jakarta), konflik yang kemudian melanda tanah air ini meruapakan suatu strategi politik.

Hebohnya pemberitaan yang disajikan oleh media, hingga kepada ancaman keutuhan NKRI yang sering kali dismapaikan. Masyarakat seakan-akan menjadikan masalah penodaan agama tersebut sebagai dogma terpecah belahnya masyarakat Indonesia. Padahal pada esensinya, pembelaan maupun demo yang dilakukan oleh saudara-saudara kita bukan kepada penindasan ataupun mengucilkan agama atau kelompok yang lain, namun lebih kepada kasus hukum yang kemudian mesti ditindaki. Terlebih ini menyangkut persoalan keyakinan suatu kelompok masyarakat yang tidak semestinya di lontarkan oleh tokoh publik/pemimpin.

Berhenti mengutak-atik bangsa ini dengan memanfaatkan permasalahan penistaan agama, berhenti menjudge persoalan keutuhan NKRI dengan pembelaan ataupun demo yang dilakukan masyarakat. Karena untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan dengan perlawanan ataupun pro kontra pada permasalahan individu dan kelompok tersebut, tetapi untuk menyejahterakan masyarakat dan menjaga NKRI sejatinya bangsa ini mesti terlepas dari kolonialisme Industri, ekonomi, kapital liberalis dan hubungan politik luar negeri yang merugikan NKRI.

Baca Juga Berita :  Latih Keterampilan Anak Panti, Dosen UNM Buat Pelatihan Servis

Pemerintah mestinya tegas dan lebih cerdas serta bijak dalam mengatasi pertarungan politik luar dan dalam negeri. Untuk itu pemerintah kalau ingin menjaga NKRI dan menyejahterkan serta merealisasikan keadilan sosial. Usir dan singkirkan para kelompok kapitalisme liberal yang senantiasa menindas masyarakat dengan pola perekonomian maupun Industri di negeri ini. Begitu maraknya bangsa dari luar menanam dan mengambil alih kekayaan negeri ini dan merampas hak-hak masyarakat pribumi. Jangan memutar balikkan dan mengalihkan Isu yang akan menimbulkan SARA bagi bangsa sendiri.

Karena NKRI adalah harga mati, tanah dan segala kekayaan alam adalah milik dan untuk rakyat. Kita mesti melawan kelompok-kelompok atau bangsa lain yang ingin meruntuhkan NKRI. (*)

*Penulis adalah Putra Renaldy Sari Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) juga sebagai pengurus BEM FIK.

Berita Terkait

Seni Berbicara, Kemampuan Persuasif dalam Berkomunikasi
[Opini] Tubuh kalian bukan tanah kolonial, Pikiran kalian Bukan pula Budak Patriarki
[Opini] Wajah Kampus Hari Ini: Sepi Pemikiran, Sibuk Formalitas
[Opini] Genosida Biological Diversity
[Opini] Tahun Ajaran Baru, Ketimpangan Lama
[Opini] Ketika Rambut Gondrong Lebih Dipermasalahkan daripada Mutu Pendidikan
[Opini] Membaca Adalah Momen Dialektika dengan Orang-Orang Hebat Sepanjang Masa
[Opini] Dilema Status Kewarganegaraan Indonesia
Berita ini 2 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 18 Juli 2025 - 17:13 WITA

Seni Berbicara, Kemampuan Persuasif dalam Berkomunikasi

Jumat, 18 Juli 2025 - 17:07 WITA

[Opini] Tubuh kalian bukan tanah kolonial, Pikiran kalian Bukan pula Budak Patriarki

Kamis, 17 Juli 2025 - 23:56 WITA

[Opini] Wajah Kampus Hari Ini: Sepi Pemikiran, Sibuk Formalitas

Kamis, 17 Juli 2025 - 23:23 WITA

[Opini] Genosida Biological Diversity

Rabu, 16 Juli 2025 - 19:41 WITA

[Opini] Tahun Ajaran Baru, Ketimpangan Lama

Berita Terbaru

Potret sekelompok orang sedang berkomunikasi, (Foto: Int.)

Opini

Seni Berbicara, Kemampuan Persuasif dalam Berkomunikasi

Jumat, 18 Jul 2025 - 17:13 WITA

Surat edaran Rektor UNM mengenai perpanjangan batas waktu pembayaran UKT, (Foto: Ist.)

Info Akademik

Tenggat Pembayaran UKT Semester Gasal Diperpanjang hingga Akhir Juli

Jumat, 18 Jul 2025 - 16:52 WITA

Potret Muhammad Ryaas Risyady, (Foto: Ist.)

Opini

[Opini] Genosida Biological Diversity

Kamis, 17 Jul 2025 - 23:23 WITA