[Opini] Pengaderan Bukan Ajang Balas Dendam

Avatar photo

- Redaksi

Minggu, 14 Oktober 2018 - 13:16 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PROFESI-UNM.COM – Dalam sebuah organisasi pengkaderan adalah hal yang sangat penting sebab kader adalah penentu masa depan organisasi, kegagalan pengkaderan berarti gagal dalam berorganisasi apalagi jika organisasi itu berbasis gerakan kemanusiaan. Mengingat pentingnya kaderisasi maka setiap organisasi dituntut untuk membina kader berkualitas agar kelak eksistensi dari organisasi tetap terjaga.

Sejatinya kaderisasi mengandung hakikat pendidikan yang memanusiakan dan memerdekakan seperti yang dikatakan paulo Freire, sayangnya kaderisasi yang demikian terhalang oleh aspek-aspek tertentu yang mengatas namakan kultur. Benar kata Soe Hok Gie bahwa masih terlalu banyak mahasasiswa yang merintih kalau ditekan namun menindas kalau berkuasa, lihat saja bagaimana kemudian selalu menobatkan diri sebagai makhluk yang tidak pernah salah dengan segala pasal pasalnya yang mengingkari kedirian manusia

Kaderisasi dari masa kemasa seharusnya beda pola dan tentunya pola-pola yang digunakan adalah yang konteks dengan zaman dan tidak monoton , hal lucu namun tidak layak ditertawakan jika kultur bersifat memaksa meski itu sudah tidak relevan dengan zaman ,apalagi jika senior yang purnajabatan diorganisasi masih menyetir dan turut turun tangan dalam eksekusi pengkaderan, peranan senior purnajabatan memang sangat dibutuhkan dalam berlembaga namun bukan berarti dia punya otoritas untuk menyetir ,tugas senior hanya sebatas memberi masukan,saran dan kritikan atau kalau mau terjun yah jadi pemateri ini lebih bermanfaaat, selebihnya silahkan berikan kewenangan kepada fungsionaris lembaga untuk menjalankan sebagaimana konsep yang diusung , jikapun hal hal demikian dilakukan karena ketakutan berlebih maka kukatakan berhenti berteriak dimuka toa mengkritik birokrasi jika kau masih takut mengkritik senior ingat seperti Birokrasi senior juga bukan Tuhan yang selalu benar

Berbagai macam fenomena didapati saat pengkaderan mulai dari dihukum ala militer,kata-kata kasar sampai pemukulan gaya preman, maaf jika sedikit keras dalam penyampaian ini namun ini bentuk kepeduliaan penulis terhadap organisasi apalagi yang notabenenya pergerakan. Banyak dalih yang dilemparkan untuk itu mulai dari membentuk mental sampai yang paling bantet menjaga kultur.

Berbicara tentang kultur saya heran mengapa yang dipertahankan selalu kultur gaya militer ? entah ini hanya kebetulan atau jangan jangan ini hanya ajang balas dendam yang berkedok kultur karena hemat penulis budaya literasi yang lebih urgen dipertahankan justru semakin kendor dari hari kehari bahkan fungsionaris lembaga semakin banyak yang hanya bangga memamerkan buku bacaan dibanding membacanya . menyoal mental katanya kaderisasi cara keras dapat melatih mental kader, pertanyaannya kemudian mental seperti apa yang ingin dibentuk ? mental penakut atau mental kerupuk ? kita tidak butuh kader penakut namun kader pemberani jika sedari dini kita sudah mengajarkan membeok yah jangan salah jika nantinya mereka menjadi penjilat.

Baca Juga Berita :  [OPINI] Inovasi Kebijakan di Sektor Pendidikan dalam Menyongsong Indonesia Emas 2024

Kaderisasi butuh ketegasan dan keseriusan namun tidak berarti kekerasan apalagi di era sekarang dimana mahasiswa dicekoki untuk anti senior dengan bertindak keras maka kader dijamin akan lari dan selamat datang dikehancuran organisasi ,tapi ingat jangan sesekali memanjakan kader sebab memanjakan berarti mengaminkan kesalahan mereka dan bisa jadi kader menjadi kurang ajar tau bahasa kerennya patoa toa i jadilah sosok senior yang disegani bukan ditakuti sebab idealnya pengkaderan adalah memperbaiki kesalahan bukan menyalahkan

Jangan sampai kita hanya menjadi budak yang disekolahkan tanpa pernah dimerdekakan
Bangkit berjuang menjemput perubahan MERDEKA !

*Penulis adalah Besse Mapparimeng A.Lauce, Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), angkatan 2016

Berita Terkait

[Opini] Tahun Ajaran Baru, Ketimpangan Lama
[Opini] Ketika Rambut Gondrong Lebih Dipermasalahkan daripada Mutu Pendidikan
[Opini] Membaca Adalah Momen Dialektika dengan Orang-Orang Hebat Sepanjang Masa
[Opini] Dilema Status Kewarganegaraan Indonesia
[OPINI] Malu yang Salah Alamat
[Opini] Sekolah Rakyat
[OPINI] MELEMAHNYA JATI DIRI KAUM TERPELAJAR
[Opini] Bengkoknya Konstitusi dan Lurusnya Meja Kopi
Berita ini 7 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 16 Juli 2025 - 19:41 WITA

[Opini] Tahun Ajaran Baru, Ketimpangan Lama

Jumat, 11 Juli 2025 - 23:20 WITA

[Opini] Membaca Adalah Momen Dialektika dengan Orang-Orang Hebat Sepanjang Masa

Rabu, 9 Juli 2025 - 15:49 WITA

[Opini] Dilema Status Kewarganegaraan Indonesia

Senin, 7 Juli 2025 - 23:08 WITA

[OPINI] Malu yang Salah Alamat

Minggu, 6 Juli 2025 - 23:14 WITA

[Opini] Sekolah Rakyat

Berita Terbaru

Ilustrasi Seseorang Kelelahan Akibat Begadang, (Foto: AI.)

wiki

Tidur Dikorbankan, Kesehatan Dipertaruhkan

Rabu, 16 Jul 2025 - 20:28 WITA

Potret Wahyu Hidayat, mahasiswa PPG Prajabatan UNM, (Foto: Ist.)

Opini

[Opini] Tahun Ajaran Baru, Ketimpangan Lama

Rabu, 16 Jul 2025 - 19:41 WITA