[OPINI]: Pemimpin dalam Pusaran Zaman Milenial

Avatar photo

- Redaksi

Selasa, 8 Mei 2018 - 06:18 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Enaldi, Mahasiswa Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Makassar (UNM) Angkatan 2016. (Foto: Ist.)

PROFESI-UNM.COM – Generasi langgas lahir bersamaan penghancuran sekaligus pembaharuan (Kazali 2017). Dan dalam perspektif incumbent generasi ini adalah ancaman yang akan membuat mereka tidak berdaya dengan konstruksi peradaban yang meraka ciptakan.

Peradaban yang ia hasilkan tidak tanggung-tanggung dalam mendisrupsi multisektoral. Life style yang ia tunjukan tidak mampu dibendung oleh peradaban sebelumnya yang kokoh bertengker di singgasananya.

Inovasi dan kolaborasi adalah duet maut ketika dikontekskan ke zaman milenial ini. Sama halnya dengan pemimpin, kenapa pemimpin harus berkolaborasi, kenapa pemimpin harus bernivoasi.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Era seperti ini adalah era yang harus memaksa untuk berkolaborasi dan berinovasi minimal untuk tetap menjaga eksistensi suatu organisasi. Hemat kata dan mengkerucutkan ruang lingkup pemimpin yang dimaksud, pemimpin dalam tataran himpunan misalnya adalah organisasi skala kecil yang jika diramu dengan prinsip kolaborasi dan inovasi akan menjadi pijakan dalam menciptakan pemimpin dengan skala organisasi yang besar.

Sederhanya, himpunan harus bermitra dengan pihak birokrasi bukan sebaliknya memposisikan birokrasi sebagai penghambat dalam kerja lembaga. Posisi mitra sebagai stimulus dalam memuluskan kepentingan lembaga dengan pendekatan kearifan lokal, menunduk bukan berarti tidak menanduk.

Jika sinergitas sudah terbangun maka aksebilitas akan fleksibel dan harmonisasi hubungan emosional akan baik. Sekiranya generasi sekarang ini mestinya harus bangkit dimasa lalu yang kelam.

Baca Juga Berita :  [OPINI]: Universitas Negeri Mahal

Kemudian untuk tataran horizontal sinergitas antara lembaga minimal yang sejajar sejatinya menjadi agenda prioritas, menghadiri forum nasional atau lokal secara berkelanjutan merupakan momentum dalam mengevaluasi kondisi organisasi berada pada level berapa serta membangun jaringan untuk kepentingan jangka panjang.

Bukan sebaliknya menutup ruang gerak bercengkrama dengan lembaga yang selevelnya. Bahkan kompetitor sekalipun diperlukan guna menjadi motivasi dalam melakukan maintenance organisasi, sekiranya forum seperti ini adalah imuniasi lembaga dalam melebarkan sayap.

Strategi the right man and on the right pleace adalah konsep yang sudah lama melintang dalam organisasi yang berorientasi kepada penguatan kemampuan lembaga dalam menjawab sebuah tantang.

Keberhasilaan atau kegagalan organisasi terletak pada perceived quality terhadap orang-orang yang berada dipucuk pimpinan (Bennis, 1998, hal 15). Artinya pejabat teras diharuskan memiliki kesamaan visi dalam menjaga iklim lingkungan lembaga tetap kondusif. Kemana lembaga akan berlabuh ditentukan oleh siapa yang menggenggam suatu kendali.

Eksistensi lembaga tercermin dari sosok figur yang berada pada garda terdepan. Tidak bisa dipungkuri sumber daya menusia yang beragam akan meniscayakan konflik yang kadang mebuat seorang leader merasa seperti terombang-ambing ketika sang nahkoda kehilangan arah dan tidak tau kemana arah kapal akan melaju.

Baca Juga Berita :  [Opini] DO Dini, Memanusiakan atau Membinasakan Mahasiswa?

Situasi seperti ini cepat atau lambat akan membuat keberlangsungan lembaga terancam. Kondisi tersebut akan menguji kematangan pemimpin, dinamika ini harus dijawab dengan fresh idea dan visi misi yang progresif.
Selanjutnya violet ruls sesekali juga diperlukan dalam rangka improvisasi untuk melakukan sesuatu yang berbeda dari yang sebelumnya, pikiran lateral menghasilkan cara-cara baru dalam menciptakan dan menjalankan inovasi.

Makanya pengambilan keputusan berperan penting untuk go in progress lembaga. Kolaborasi akan mengakumulasi semua kekuatan tunggal menjadi kekuatan kolektif yang akan menjadi sebuah sumber keunggulan dan kekuatan lembaga.

Etos kerja ini adalah sebuah bentuk penghargaan pemikiran dan memiliki nilai dasar dalam membangun hubungan saling mempercayai, optimaliasi potensi serta penyadaran untuk berastu padu (a behavioral shift).
Kepemimpinan yang bekerja dalam budaya kolaboratif akan membuat lembaga mengorganisir dirinya sendiri melalui interaksi dan kreatifitas dalam perbedaan dan keragaman kepentingan berproses. Kejeniusan leader untuk menjalankan organisasi atas dasar kekuasan bersama dalam manajemen dua arah akan menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan minim konflik. (*)

[divider][/divider]

*Penulis: Enaldi, Mahasiswa Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Makassar (UNM) Angkatan 2016.

Berita Terkait

Pendidikan yang Membungkam : Saat Instansi Pendidikan Membentuk Komoditas Tanpa Imajinasi
Arah Sekolah dan Pendidikan
Awan Gelap LK FT-UNM: Kekosongan Intelektual dan Degradasi Gerakan Mahasiswa
Tantangan bagi Masyarakat yang Terinfeksi Informasi Sepihak
Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Semua Demi Pendidikan
Di Balik Layar Konflik: Memahami Strategi Psychological Warfare dalam Perang Modern
Perjuangan dan Potensi Perempuan: Transformasi Gender dalam Organisasi
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 3 Mei 2025 - 21:56 WITA

Pendidikan yang Membungkam : Saat Instansi Pendidikan Membentuk Komoditas Tanpa Imajinasi

Jumat, 2 Mei 2025 - 09:45 WITA

Arah Sekolah dan Pendidikan

Jumat, 14 Maret 2025 - 20:40 WITA

Awan Gelap LK FT-UNM: Kekosongan Intelektual dan Degradasi Gerakan Mahasiswa

Jumat, 8 November 2024 - 02:36 WITA

Tantangan bagi Masyarakat yang Terinfeksi Informasi Sepihak

Rabu, 3 Juli 2024 - 22:54 WITA

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Berita Terbaru

TABLOID 284

E-Tabloid

TABLOID 284

Selasa, 3 Jun 2025 - 10:36 WITA