
PROFESI-UNM.COM – Perubahan zaman telah mengantarkan generasi saat ini hidup dalam era digitalisasi. Digitalisasi menawarkan banyak sekali kemudahan, hal tersebut menjadikan para generasi menjadi sosok yang individualistis dan serba instan. Mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda intelektual tentu memiliki nilai lebih di tengah masyarakat. Sebagai agen perubahan dan sosok yang kritis serta peduli terhadap kondisi masyarakat saat ini.
Namun, fakta yang dijumpai saat ini mahasiswa disibukkan dengan agenda akademik dan tidak acuh terhadap persoalan politik. Bahkan tidak sedikit yang alergi pada pembahasan politik. Ketidakpedulian mahasiswa pada dunia politik terekam dari hasil jajak pendapat Kompas pada pertengahan Agustus 2022 lalu. Ditemukan fakta bahwa 5 dari 10 responden jarang mengikuti pemberitaan politik. Bahkan ada tidak sedikit mengakui tidak pernah sama sekali mengikuti pemberitaan politik.
Minat mahasiswa terhadap pemberitaan politik dialihkan pada konten-konten hiburan. Sebanyak 33,1 persen responden dari kelompok pemilih mula mengaku lebih banyak menonton hiburan dibandingkan pemberitaan. Sementara sebanyak 44,6 persen lainnya mengaku hanya menikmati konten hiburan. Hal ini menjadi gambaran bagaimana isu-isu pemberitaan, termasuk terkait politik, tidak memiliki daya tarik bagi kaum muda saat ini. Hanya seperempat responden yang mengikuti isu politik nasional maupun lokal, sebanyak 16 persen di antaranya menyebut sering dan 9,4 persen menyebut selalu mengikuti.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sikap apolitis yang terjadi pada generasi tidak terjadi begitu saja. Beberapa faktor penyebabnya sebagai berikut. Pertama, mahasiswa tidak tahu dan tidak peduli dengan politik. Gaya hidup generasi Z yang hedon dan materialistik sehingga mereka menjadi generasi yang tidak acuh terhadap urusan lain. Sistem kapitalisme menjadikan pemuda menyukai hal-hal yang berbau hiburan. Hampir Sebagian besar waktu yang dimiliki digunakan untuk berselancar di medsos dan menikmati konten hiburan. Karena itu, aktivitas berfikir tidak lagi menjadi hal yang menyenangkan. Berjoget ria dan memamerkan diri, banyak pengikut di media sosial sudah menjadi pencapaian. Informasi-informasi tentang dunia politik menjadi hal-hal yang tidak terindra, sehingga mereka tidak tertarik memahami politik
Kedua, krisis kepercayaan pemuda ke parpol. Mahasiswa tentu memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan masyarakat lain. Mereka pun sudah bisa menilai, partai yang ada selama ini nyatanya hanya melanggengkan kekuasaannya. Tidak heran, mereka yang pada mulanya idealis menjadi apatis karena kondisi politik saat ini. Politik dalam pandangan gen Z hari ini justru kotor dan mereka tidak ingin disibukkan dengan masalah politik.
Sejatinya kerusakan yang terjadi dan buruknya politik yang dirasakan berasal dari sistem yang salah. Kapitalisme dengan politik demokrasi adalah suatu hal yang batil. Para penguasa yang memimpin untuk rakyat malah menguntungkan pengusaha. Biaya kampanye yang mahal tentu mendorong untuk pengembalian modal. Mereka disokong oleh pengusaha, otomatis kebijakan yang dibuat juga menguntungkan pengusaha. Sistem kapitalisme terbukti menjadikan individu rakus dan tamak akan kekuasaan.
Padahal, saat ini suara gen z menjadi mayoritas pemilih pada pilpres 2024. Berbagai upaya juga dilakukan oleh paslon capres dan cawapres untuk merebut suara gen Z. Salah satunya menggandeng anak muda sebagai cawapres yang nantinya akan menyuarakan hak-hak pemuda. Politik gemoy, politik santun dan riang gembira serta berbagai narasi-narasi bahkan tingkah dan gestur yang ditawarkan paslon.
Mahasiswa melek politik?
Penulis sebagai seorang mahasiswa dan generasi Z menyadari bahwa pemahaman politik itu sangat penting. Pemahaman politik yang benar, agar tidak lagi menjadi orang yang apolitis. Gen z hari ini, kelak akan menjadi pemimpin di masa depan. Jika saja mereka tidak memahami dengan baik, bukan tidak mungkin negeri ini akan dipimpin oleh bangsa lain. Generasinya banyak tapi tidak memiliki jiwa kepemimpinan dan pemahaman politik yang benar, sehingga hanya menjadi generasi pembebek bangsa lain.
Apa jadinya negeri ini 10-20 tahun kedepan? Tampuk kepemimpinan negeri ini pasti akan diserahkan kepada generasi. Namun jika mereka tidak memiliki pemahaman yang cukup bukan tidak mungkin bangsa ini bisa hancur atau habis diperbudak bangsa lain. Ibaratnya memberikan pelita kepada bayi yang baru berjalan merangkak, tidak akan pernah bisa memegang amanah dengan baik. Bagaimana bisa sebuah keluarga dipimpin oleh balita yang tidak memiliki kemampuan mumpuni. Begitu pula apabila mahasiswa hari ini tidak mempersiapkan diri dengan baik. Akankah mereka mampu menghadapi dunia ini? Ditengah kasus kemerosotan mental generasi yang semakin parah.
Ketika mereka kemudian terjun pada dunia politik akan semakin memperparah keadaan, saksikan saja politik hari ini layaknya sebuah ajang perebutan kekuasaan. Generasi bisa saja menjadi korban dan boneka-boneka para pengusaha yang mencari jalan melanggengkan kekuasaan.
Segala hal yang terjadi berasal dari kebijakan politik, karena itu wajib untuk kita sebagai generasi z melek politik. Membentuk pemuda yang menjadikan politik sebagai aktivitas keseharian ada dalam Islam. Bukan saja urusan ibadah, aturan negara dan bermasyarakat pun diatur dalam Islam, dijalankan individu dengan pertanggungjawaban kepada Allah swt. Karena itu, Islam adalah agama spiritual dan politik.
Pembahasan Islam dan politik tentu akan terlalu singkat dalam uraian tulisan ini. Penulis ingin menggambarkan bahwa konsekuensi sebagai seorang muslim adalah memahami urusan politik dalam Islam. Politik adalah bagian dari keseharian manusia, terlebih sebagai seorang muslim dan pemuda. Segala kebijakan dan kondisi yang terjadi hari ini sejatinya berasal dari perbincangan politik. Karena itu, jadilah pemuda yang selalu melakukan perbaikan dengan ikut andil dalam perbincangan politik. Peduli dengan setiap perubahan dan memberikan solusi dari sudut pandang Islam. wallahualam.
*Penulis: Musdalifah, Mahasiswa Program Studi Teknologi Pendidikan UNM