
PROFESI-UNM.COM – Meski sejak tahun 2004 lalu telah dinyatakan pensiun, namun bagi sosok bapak yang satu ini, hal itu bukanlah menjadi penghambat untuk tetap mendedikasikan dirinya buat kampus tercinta ini.
Abdul Kahar Wahid memulai meniti karirnya saat dirinya berhasil menjadi satu-satunya perwakilan dari Kabupaten Bone untuk diutus sekolah ke Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Jogja pada tahun 1960 dengan biaya pemerintah Kabupaten Bone.
Kahar menceritakan, kala itu dirinya tidak terlalu banyak tahu tentang seni rupa. “Buat Sketsa saja saya tidak tahu,” kenang pria 73 tahun ini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski demikian, kahar tak menampik jika dirinya telah mempunyai bakat seni sejak kelas tiga Sekolah Dasar (SD). Saat itu ia diberi hadiah batu tulis dari gurunya karena diantara gambar yang ada, gambarnyalah yang yang paling bagus. Hingga kemudian dirinya menginjak usia 16 tahun, ia sudah mulai mengajarkan reklame.
Setelah menyelesaikan studinya di ASRI, Kahar kembali ke Bone untuk menjadi seorang guru. Dikampung halamannya itu, ia pernah menjadi guru seni rupa sekaligus guru seni tari.
Pada tahun 1970, IKIP Ujung Pandang kemudian membuka Fakultas Keguruan dan Seni (FKSS). Saar itu Syahruddin Kaseng menjabat sebagai Dekan. Kahar kemudian mendapat tawaran untuk menjadi ketua jurusan. Namun dengan alasan demi melanjutkan pendidikan, alumnus IKIP Jogja ini lebih memilih untuk belajar pada tahun 1975. Setelah menyelesaikan studinya, pada tahun 1982 Kahar kembali ke Makassar dan bertindak sebagai sebagai tenaga pengajar di IKIP Ujung Pandang.
Kegemarannya dengan dunia melukis terus membumbung tinggi seiring dengan karya seninya yang kerap diasahnya. Pundak dosen senior FSD ini memenangkan sayembara logo untuk UNM.
Logo UNM yang berhasil diciptakannya itu memiliki makna simbolik tersendiri. Olehnya jangan sekalipun mengubah simbol didalamnya. Karena ditakutkan akan mengubah maknanya. (*)
*Berita Ini Terbit di Tabloid Edisi 144