PROFESI-UNM.COM – Indrabayu membakan materi mengenai revolusi industri 4.0 di Indonesia. Berlangsung di Ballroom Lt.3 Menara Pinisi UNM, Sabtu (31/8).
Menurutnya Indonesia tidak perlu mengikuti revolusi 4.0 versi negara maju, karena hal itu tidak akan maksimal. Indonesia perlu revolusi 4.0 versi sendiri dengan alasan masalah yang di miliki Indonesia sebagai negara berkembang berbeda dengan negara maju.
Siap tidak siap saat ini kita sedang melewati tantangan 4.0 tersebut. Secara akademisi indonesia bisa dikatakan belum siap, dengan itu perubahan besar-besaran pada kurikulum harus di lakukan. Menciptakan inovasi baru, menghargai hasil karya sendiri, mengurangi barang impor.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
” Kita bisa masuk dengan cantik, ndak perlu sama dengan negara lain,” katanya.
Minat membaca masyarakat juga yang kurang menajadi pengaruh perkembangan industri 4.0 ini. Bila dibandingkan yang dulu, sumber informasi dari tv, siswa hobi membaca buku, yang terjadi sekarang anak-anak sudah jarang menonton tv karena lebih memilih menonton vlog di youtube, jadi ketika di tanya mereka ingin manjadi apa, mereka bingung dan tanpa pikir panjang akan menjawab ingin menjadi youtuber.
“Bukan sulap, tapi di sinilah peran EAI yakni komputer yang kosong dengann imputan tertentu untuk belajar sesuatu tertentu, jadi ketika sesuatu yang baik dikasih masuk maka hasilnya juga akan baik begitu pula sebaliknya,” ungkapnya.
Dalam hal ini ia juga menjelaskan, untuk memasuki revolusi 4.0 Indonesia butuh tiga fitur industri, diantaranya Internet of Things, Big Date, dab Aktivitas Intelegent. Ketika tiga fitur tersebut sudah dimiliki Indonesia akan mampu melewati.
“Kita hanya butuh yang sederhana, tidak lerlu yang susah-susah. Misalnya penemuan smart difabel (mata dengan hp) untuk orang-orang yang kurang beruntung, itu sangat bermanfaat dan itu termasuk revolusi 4.0,” jelasnya.(*)
*Reporter: Ratu Fathonah Amalia