
PROFESI-UNM.COM – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FIS-H UNM menyoroti carut marutnya demokrasi Indonesia dengan melakukan aksi pembentangan spanduk dan bagi-bagi selebaran petisi tentang kekacauan dan hancurnya demokrasi di Indonesia akibat cawe-cawe presiden Joko Widodo. Aksi ini dilakukan di Flay Over jalan A. P. Pettarani – jalan Urip Sumoharjo, Jumat (9/2).
Grand isu dari aksi ini adalah“Lawan Penghancuran Demokrasi Oleh Jokowi” dengan tiga isu turunan, yaitu stop penggunaan fasilistas negara untuk kampanye, perkuat netralitasi dan profesionalitas lembaga penyelenggara pemilu, dan mengingatkan presiden dan wakil presiden serta kabinet Indonesia maju untuk tidak mengkampanyekan salah satu paslon.
Ketua bidang PTKP HMI Komisariat FIS-H UNM Fahresi, menyampaikan bahwa alasan aksi ini dilakukan adalah karena terjadinya banyak masalah demokrasi menjelang pemilu 2024. Jajaran pengelola dan anggota sepakat untuk melakukan aksi sebagai bentuk kepedulian terhadap demokrasi Indonesia.
“Isu yang kami bawa ini adalah hasil dari diskusi kami dengan teman-teman kepengurusan melihat banyaknya masalah-masalah demokrasi yang hadir menjelang pencoblosan pada tanggal 14 Februari 2024, yaitu mulai dari Penggunaan fasilitas negara untuk kampanye, pelanggaran kode etik Ketua KPU RI sampai pada ikutnya birokrasi dalam berkampanye yang juga menggunakan fasilitas negara,” ujarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Muhammad Saipul Iman selaku ketua umum HMI komisariat FiS-H UNM menuturkan bahwa aksi yang dilakukan merupakan bentuk respon terhadap kondisi demokrasi menjelang pemilu 2024. Menurutnya, banyak ketimpangan yang mencederai demokrasi Indonesia menjelang pemilu.
“Ini bentuk protes dan respon kami melihat banyaknya ketimpangan yang terjadi menjelang pemilu sehingga itu mencederai prinsip demokrasi yang sehat, ini juga sudah banyak mendapat Protes dari Akademisi,” ucap mahasiswa yang akrab disapa ipul ini.
Terakhir, Ipul menambahkan awal mula terjadinya persoalan demokrasi dikarenakan terjadi perubahan perundang-undangan hingga meloloskan salah satu cawapres. Hal ini memunculkan dugaan mengenai adanya kelompok yang ingin meneruskan kekuasaan dengan cara oligarki yang merusak demokrasi.
“Awal daripada persoalan ini ketika salah satu cawapres diloloskan melalui tahap perubahan perundang-undangan, hal ini membuat kami menyimpulkan bahwa ada kelompok yang kemudian ingin melanggengkan kekuasaan atau oligarki yang dilakukan dengan cara merusak demokrasi,” tambahnya. (*)
*Reporter: Elsa Amelia