PROFESI-UNM.COM – Konsumsi daging kurban meningkat secara signifikan saat Idul Adha sebagai bagian dari tradisi berbagi. Masyarakat diimbau mengonsumsi daging secara bijak agar tradisi ini tetap memberikan manfaat tanpa mengabaikan kesehatan.
Selama Idul Adha, berbagai hidangan khas seperti gulai, sate, rendang, dan tongseng disajikan dalam tradisi berbagi daging. Budaya ini sering mendorong masyarakat mengonsumsi daging beberapa kali dalam sehari, sehingga perlu perhatian terhadap porsi konsumsi agar tetap seimbang.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Konsumsi daging kurban secara berlebihan dapat menyebabkan risiko jangka pendek seperti gangguan pencernaan, peningkatan kolesterol mendadak, dan tekanan darah tinggi terutama pada penderita hipertensi. Jika pola makan tidak dikontrol, risiko jangka panjang seperti penyakit jantung koroner, asam urat, nyeri sendi, serta diabetes tipe 2 juga berpotensi meningkat. Hal ini disebabkan kandungan purin dan lemak jenuh yang tinggi dalam daging merah.
WHO dan ahli gizi merekomendasikan konsumsi daging merah tidak lebih dari 70 gram per hari karena kandungan lemak jenuh yang dapat meningkatkan risiko penyakit. Daging merah kaya protein dan zat besi, namun dokter mengimbau untuk menghindari bagian berlemak seperti jeroan dan gajih demi menjaga kesehatan.
Untuk menjaga kesehatan, konsumsi daging kurban sebaiknya diimbangi dengan sayur dan buah yang kaya serat. Cara memasak yang dianjurkan adalah merebus, mengukus, atau memanggang, dan menghindari penggunaan santan secara berlebihan. Selain itu, batasi konsumsi daging tidak lebih dari 1-2 kali sehari agar pola makan tetap seimbang.
Sebagai bentuk tanggung jawab dan rasa syukur, masyarakat diimbau untuk mengontrol porsi konsumsi daging dan menjaga pola hidup sehat setelah berkurban agar manfaat ibadah dapat dirasakan secara optimal. Dengan demikian, perayaan Idul Adha tidak hanya menjadi momen berbagi, tetapi juga kesempatan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan.(*)
*Reporter: Nur Syakika