
PROFESI-UNM.COM – Tahu tidak akhir-akhir ini ketegangan perang di beberapa negara tidak jarang kita konsumsi di platform social media.
Mulai dari perang antara Israel-Palestina, Iran-Israel, Rusia-Ukraina, dan beberapa konflik lainnya.
Baik berskala global maupun regional yang melibatkan Social Media Intelligence (Socmint).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Atau penggunaan propaganda social media penting melibatkan dalam peperangan.
Perkembangan dunia digital membuat masyarakat digital terbentuk melalui serangkaian interaksi yang terjadi antara individu secara daring.
[OPINI] Perjuangan dan Potensi Perempuan: Transformasi Gender dalam Organisasi
Dengan perubahan era, dari periode di mana informasi terbatas menjadi era informasi yang melimpah,
terjadilah transformasi yang mengubah paradigma dan pola perilaku sosial.
Salah satu implikasi dari perkembangan dunia digital justru memberikan akses terhadap aktivitas-aktivitas relasional diantaranya adalah peperangan.
Ketegangan melibatkan penggunaan senjata konvensional, TIK (teknologi informasi dan komunikasi), cyber war, peralatan-peralatan modern, senjata pemusnah massal atau nuklir.
Psychological warfare
Disamping itu, dalam optik psikologi sendiri memandang ketegangan melibatkan taktik “Perang Psikologis” atau “Psychological Warfare”
Walaupun konteks penggunaan perang psikologis tidak hanya terbatas pada dunia maya saja.
Akan tetapi, adanya sosial media dan perkembangan dunia digital justru menjadi penetrasi “Psychological Warfare” berpengaruh terhadap salah satu pihak (negara/kelompok yang berseteru).
Perang psikologis melibatkan penggunaan propaganda dan operasi psikologis lainnya untuk memengaruhi opini, emosi, sikap, dan perilaku musuh atau lawan (Linebarger, 2015; Villalobos dan Savitz, 2024).
[OPINI] Apakah UNM Cocok Berstatus PTN-BH?
Ini adalah alat strategis dengan tujuan untuk mencapai keuntungan militer tanpa menggunakan kekuatan militer secara langsung.
Bentuk peperangan ini telah digunakan sepanjang sejarah, dari zaman kuno hingga taktik modern seperti menyebarkan gagasan yang salah atau berlebihan untuk memengaruhi massa (Linebarger, 2015).
Teknik-teknik yang digunakan dalam perang psikologis ditujukan untuk memengaruhi sistem nilai, sistem kepercayaan, emosi, motif, penalaran, atau perilaku audiens target (Doob, 1949; Chekinov & Bogdanov, 2013).
Perang psikologis tidak terbatas pada penggunaan media sosial, tetapi telah menjadi aspek penting dalam perang psikologis modern karena meluasnya penggunaan platform media sosial (Hamel, 2016; Shafie, 2022).
Istilah “psychological warfare” mencakup berbagai taktik, termasuk propaganda, disinformasi, dan manipulasi opini publik melalui berbagai saluran media (Marinho, 2015).
Penggunaan media sosial dalam perang psikologis memberikan akurasi tinggi dalam menyasar kelompok atau individu tertentu, menjadikannya alat yang ampuh dalam perang modern (Marinho, 2015).
Bentuk perang ini tidak terbatas pada kekuatan militer; ini juga dapat digunakan oleh organisasi teroris dan aktor non-negara lainnya (Marinho, 2015).
Dampak psikologis dari perang media sosial dapat menjadi signifikan, tidak hanya mempengaruhi moral pasukan militer tetapi juga masyarakat umum (Shafie, 2022).
[OPINI] Rektor sebagai Reaktualisasi Diri Academic Leader
Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital dan geopolitik yang kompleks, peran psychological warfare menjadi semakin penting.
Taktik ini memberikan semacam keuntungan untuk memengaruhi opini publik, memanipulasi informasi, dan menciptakan ketegangan antara negara dan kelompok.
Psychological warfare menempati posisi sentral dalam dinamika konflik modern.
Namun, dalam tantangan ini, psychological warfare dapat menjadi landasan untuk melawan pengaruh negatifnya.
Dengan memahami bagaimana psychological warfare bekerja dan menerapkan strategi yang tepat, kita dapat bergerak menuju dunia yang lebih stabil dan damai.
Dampak Psychological Warfare
Dewasa ini beberapa langkah-langkah yang bisa kita tempu menekan dampak negatif dari laju kembangnya “Psychological Warfare” ini seperti :
1. Critical Thinking
Belajarlah untuk mengevaluasi informasi secara kritis dan memeriksa fakta sebelum menerimanya sebagai kebenaran. Telitilah sumber-sumber informasi yang Anda konsumsi.
2. Media Literacy
Edukasi diri anda dan orang terdekat untuk literasi media untuk lebih memahami output.
3. Self-awareness
Sadarilah respons emosional Anda terhadap informasi dan pahami bahwa perang psikologis bertujuan untuk memunculkan reaksi emosional tertentu.
4. Seek Diverse Perspectives
Cobalah untuk memandang sebuah permasalahan dari berbagai perspektif untuk menghindari ruang lingkup yang sama dan memperluas pemahaman Anda tentang isu-isu yang kompleks.
5. Mental Health Awareness
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal terpengaruh oleh perang psikologis, penting untuk mencari bantuan dari para profesional di bidang kesehatan mental yang dapat memberikan dukungan dan strategi penanganan.
Perang Psikologis
Perang psikologis bukanlah suatu fenomena yang terbatas pada arena pertempuran atau kegiatan spionase semata justru sebaliknya.
Konsekuensinya, dampak dari perang psikologis dapat meluas ke dalam berbagai aspek kehidupan, mempengaruhi dinamika sosial, politik, ekonomi, dan budaya suatu masyarakat.
Dengan demikian, perang psikologis bukanlah semata upaya yang terjadi di medan pertempuran fisik.
Namun juga merupakan arena pertempuran tak terlihat yang memanifestasikan kekuatannya melalui manipulasi informasi, pencitraan, serta upaya memanipulasi opini dan sikap publik.
Dalam era globalisasi yang semakin terkoneksi, di mana arus informasi mengalir dengan cepat dan tak terbatas, pemahaman tentang perang psikologis menjadi semakin penting sebagai bagian integral dari strategi keamanan dan diplomasi suatu negara.
Oleh karena itu, memahami dinamika, strategi, dan dampak perang psikologis menjadi esensial bagi para pengambil keputusan
Sebagai upaya membangun ketahanan dan keamanan nasional serta melindungi kepentingan strategis suatu negara. (*)
*Penulis: Muh. Nur Haq I. S. Mannesa/Alumni Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar