Hikayat bertebaran begitu saja,
Beberapa dibaca untuk pelipur lara,
Sebagian untuk pembangkit semangat juang,
Namun kali ini, tentang menara dan seisinya.
Hikayat pertama ialah sang penguasa menara,
Bertubuh gempal dengan isi perut yang entah apa,
Ingin menguasai menara tanpa tahu diri,
Ia rakus akan kepentingan pribadi.
Hikayat kedua, ialah sang pejuang menara,
Ia diadili hingga tersisa tulangnya saja,
Dagingnya telah dihabisi oleh sang penguasa.
Namun tulangnya, menyisakan kebenaran.
Hikayat ketiga, hikayat anak para pejuang,
Tulang demi tulang digenggam begitu erat,
Sang pejuang mungkin telah tumbang,
Tapi anak-anaknya akan bangkit dan berjuang!
Lalu, seperti apakah hikayat terakhir?
Entahlah, hanya penghuni menara yang bisa memerjuangkannya.
Hikayat demi hikayat, satu per satu menjadi perjuangan,
namun kali ini, hikayatnya mengorbankan seorang pejuang.
Di menara raksasa dengan orang-orang kerdilnya, pertunjukkan kebodohan melahirkan kebenaran;
Sang penguasa patut dipertanyakan! (*)
*Mr.Bam