
PROFESI-UNM.COM – Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional, Jurusan Pendidikan Khusus (PKH) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Makassar (UNM) mengadakan Seminar Pendidikan dan Pelatihan Bahasa Isyarat, di Convention Hall FIP, Rabu (04/12).
Seminar Pendidikan dan Pelatihan Bahasa Isyarat ini mengusung tema ‘Bahasa Isyarat dan Inklusivitas: Refleksi Pendidikan dalam Rangka Memperingati Hari Disabilitas Internasional’.
Aulia, salah satu peserta seminar yang merupakan seorang guru bidang studi tuna rungu dari SLB Arnadya Makassar. Ia mengaku ikut seminar ini karena Ia merupakan alumni UNM.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Terus terang saya mengikuti seminar ini, karena almamater saya dan juga jurusan yang saya cintai yaitu pendidikan luar biasa, yang sekarang sudah berganti nama menjadi pendidikan khusus,” akunya.
Selain itu, Ia tertarik karena seminar ini memiliki serangkaian pelatihan bahasa isyarat untuk memperbaharui ilmunya.
“Alasan kedua saya mengikuti kegiatan ini, tentu karena memiliki pelatihan bahasa isyarat, yang tentunya bisa memperbaharui ilmu saya terkait bahasa isyarat,” ungkapnya.
Aulia menjelaskan poin utama yang dirinya tangkap dalam tiga materi seminar hari ini adalah, tentang pentingnya inklusivitas serta manfaatnya bagi sekolah.
“Pentingnya memahami inklusivitas serta manfaat dan ilmunya untuk sekolah-sekolah, terkhusus bagi sekolah yang menerapkan inklusi. Sehingga baik guru maupun kepala sekolah paling tidak, memiliki pengalaman terkait apa itu inklusi,” jelasnya.
Inklusivitas memang menjadi poin penting diadakannya seminar ini, agar masyarakat memiliki kesempatan untuk belajar memahami inklusi dan disabilitas.
“Itulah pentingnya diadakan kegiatan seminar seperti ini, dimana kepala sekolah, guru maupun masyarakat punya kesempatan untuk mengembangkan pemahamannya terkait apa itu disabilitas dan apa itu inklusi,” tambah Aulia.
Dengan diadakannya seminar ini, Aulia berharap semoga para pendidik yang mengajar di sekolah mendapatkan pemahaman lebih tentang inklusi, di mana seharusnya tidak ada lagi perbedaan bagi siapapun yang ingin belajar.
“Semoga sekolah-sekolah, terkhusus sekolah reguler agar lebih memahami apa itu inklusi. Sehingga kedepannya tidak ada lagi perbedaan antara anak normal dan anak disabilitas. Saya berharap semoga anak-anak disabilitas, bisa mendapatkan layanan serta pelayanan yang baik,” harapnya. (*)
*Reporter : Nurkhaerunnisa Aszahra Saleh/Editor: Elsa Amelia