
PROFESI-UNM.COM – Di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap krisis lingkungan, gaya hidup minim sampah atau zero waste lifestyle menjadi salah satu alternatif solusi yang mulai dilirik, bahkan oleh kalangan yang tinggal di ruang terbatas seperti kost. Dianggap sebagai langkah kecil dengan potensi dampak besar, penerapan gaya hidup ini menghadirkan tantangan sekaligus peluang.
Kebiasaan konsumtif dan pola hidup instan yang melekat pada kehidupan anak kost seringkali berkontribusi besar terhadap volume sampah harian. Makanan cepat saji dalam kemasan sekali pakai, air minum botolan, penggunaan tisu berlebihan, hingga minimnya kesadaran akan pemilahan sampah, menjadi gambaran umum dalam keseharian mereka. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya infrastruktur pendukung, seperti tempat sampah terpilah, fasilitas daur ulang, atau akses terhadap produk ramah lingkungan dengan harga terjangkau.
Meski begitu, perlahan mulai muncul kesadaran akan pentingnya mengubah kebiasaan. Hal ini sejalan dengan meningkatnya akses informasi dan kampanye lingkungan yang gencar dilakukan oleh berbagai komunitas. Beberapa penghuni kost mulai mengambil inisiatif dengan membawa botol minum dan alat makan sendiri, berbelanja menggunakan tas kain, serta memilih produk dalam kemasan minimal atau bahkan tanpa kemasan. Mereka juga mulai memilah sampah di kamar masing-masing dan menyetorkannya ke bank sampah yang tersedia di beberapa titik kota.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Biar Dilirik HRD, Ini Alasan Mahasiswa Perlu Punya Personal Branding
Menerapkan gaya hidup minim sampah di kost memang tidak mudah. Selain keterbatasan ruang dan fasilitas, tantangan lain yang muncul adalah bagaimana mengubah pola pikir. Gaya hidup ramah lingkungan sering kali dianggap merepotkan, tidak praktis, bahkan mahal. Padahal jika dilihat lebih dalam, justru gaya hidup ini berpotensi menekan pengeluaran dan membentuk kebiasaan hidup yang lebih sehat dan teratur.
Solusi untuk mengatasi tantangan ini harus datang dari berbagai pihak. Dari sisi individu, diperlukan komitmen untuk memulai dari langkah paling sederhana dan konsisten menjalaninya. Dari sisi pemilik kost dan pengelola lingkungan, penyediaan fasilitas dasar seperti tempat sampah terpilah menjadi hal penting yang patut dipertimbangkan. Sementara itu, institusi pendidikan dan pemerintah dapat mendorong lebih banyak program edukasi dan insentif untuk gaya hidup berkelanjutan.
Data dari Sustainable Waste Indonesia menyebutkan bahwa rata-rata satu orang di kota besar menghasilkan lebih dari 0,7 kg sampah per hari. Jika sebagian besar penghuni kost mulai mengurangi setengah dari angka tersebut, maka potensi pengurangan sampah secara kolektif akan sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup minim sampah bukan hanya sekadar pilihan personal, tetapi juga bentuk tanggung jawab sosial dan kontribusi terhadap kelestarian lingkungan.
Gaya hidup minim sampah di kost mungkin tampak seperti langkah kecil di tengah permasalahan besar. Namun di balik kesederhanaannya, tersimpan kekuatan perubahan yang nyata. Dari ruang sempit kamar kost, perubahan besar terhadap masa depan bumi bisa dimulai. (*)
*Reporter : Muh. Zaki Mubarak Ihwan