
PROFESI-UNM.COM – Adanya SOP perubahan besaran UKT memberi kabar baik bagi mahasiswa berkemampuan ekonomi rendah. Meski begitu, mahasiswa yang mengajukan malah dibuat resah.
Banyak pertimbangan dari pihak birokrasi untuk menurunkan UKT mahasiswa. Lantas, hal ini seolah hanya mengkandaskan jalan mereka dalam usahanya merubah biaya kuliah itu. Seolah menjalankan kebijakan tersebut dengan setengah hati.
Presiden BEM Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Ramli, menyebut SOP yang ada saat ini tidak memberi dampak bagi mahasiswa. Sebab, menurutnya, pihak birokrasi malah mempersulit mereka. Padahal, banyak mahasiswa yang dianggap pantas mendapat peninjauan ulang UKT-nya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“SOP harus melihat pada kemampuan ekonomi bukan pada meninggal atau tidaknya orang tua,” ujarnya.
Lain halnya yang dikatakan oleh Presiden BEM UNM, Mudabbir. Ia justru menilai pimpinan kampus tidak konsisten menjalankan aturan dari Menristek.
Di satu sisi pimpinan bersikeras berlakukan aturan KKN Berbayar, tapi ada aturan yang tidak pernah dilaksanakan. Ialah pada Pasal 5 ayat 1 Permenristekdikti No 39 tahun 2017.
“Birokrasi inkonsisten juga dalam menjalankan peraturan menteri. Karena seharusnya nominal UKT harus ditinjau ulang tiap semesternya,” ucap mahasiswa angkatan 2013 ini.
Pakar Pendidikan, Suparlan Suhartono berpendapat bahwa kebijakan yang dikeluarkan dan memiliki tujuan baik untuk mahasiswa haruslah dijalankan dengan efektif. Bukan hanya sekadar dikeluarkan tanpa memberikan dampak.
“Untuk itu manajemen pelayanan fakultas perlu ditingkatkan intensitas, efektivitas dan efisiensinya,” katanya.
Untuk itu, kata Suparlan, pihak birokrasi penting memerhatikan keperluan mahasiswanya. “Ingat, mahasiswa adalah generasi masa depan bangsa,” ujarnya. (*)
[divider][/divider]
*Tulisan ini telah terbit di Tabloid Profesi edisi 223