[Opini] Polemik Penyelesaian Studi Mahasiswa

Avatar photo

- Redaksi

Jumat, 1 Februari 2019 - 08:42 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PROFESI-UNM.COM – Ramah tamah adalah kegiatan atau acara pertemuan kekeluargaan, pun demikian dilakukan fakultas-fakultas untuk calon wisudawannya, yaitu menyelengarakan acara ramah tamah untuk menjalin silaturahim antara dosen, mahasiswa, dan orang tua mahasiswa. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan prawisuda satu atau dua hari menjelang wisuda. 

Dan yang pastinya fakultas yang menyelengarakan acara ramah tamah tersebut tidak sungkan-sungkan menyewa tempat yang mewah guna menarik simpatik para undangannya dan kadangkala menjadi ajang saingan pamer-pameran modal antar birokrasinya.

Menyewa tempat mewah untuk kegiatan ramah tamah tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, biasanya mahasiswa yang ingin mengikuti kegiatan tersebut dikenakan biaya yang cukup mahal. 

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, tidak sedikit mahasiswa kurang mengetahui bahwasanya kegiatan ramah-tamah itu adalah sesuatu yang tidak diwajibkan bagi para mahasiswa yang hendak diwisuda dan mahasiswapun kadangkala mendapatkan interfensi dari birokrasi untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Kemudian dalam tahap penyelesaian skripsi, mahasiswa melakukan sebuah penelitian yang sifatnya harus valid, maka dari itu harus didampingi oleh seseorang yang mampu menganilisis hasil data mahasiswa tentang uji kevalidan data yang disebut validator. 

Baca Juga Berita :  HMKK FT UNM Bakti Sosial Ajarkan Tata Boga untuk Masyarakat Enrekang

Akan tetapi validator memunculkan pro dan kontra dalam lingkup mahasiwa, sebab validator kadang kala diberikan sebuah upah sebagai tanda jasa kinerjanya. Namun, tidak ada aturan yang mengatur tentang validator dalam aturan pengurusan skripsi bahkan tentang pemberian upah atas jasanya. 

Selanjutnya, sarana atau fasilitas perpustakaan adalah sesuatu yang wajib adanya di dalam sebuah kampus. Seperti sebuah perpustakaan harus mempunyai banyak fasilitas seperti buku, ruang baca dan segala fasilitas penunjang kenyamanan perpustakaan. Akan tetapi hal lain dari perpustakaan adalah pelayanan dimana dalam syarat penyelesaian study dibutuhkan sebuah syarat kartu bebas perpustakaan.

Dan lagi-lagi dalam hal tersebut seakan akan ada bentuk komersialisasi pendidikan yang dilakukan oleh oknum-oknum birokrasi tertentu guna meraup penghasilan tambahan dengan dalil dari birokrasi yang mengurusi perpustakaan bahwasanya kurang dana atau bahkan tidak ada biaya dari universitas atau fakultas.

Berdasarkan keputusan Rektor UNM tentang komponen yang dibiayai oleh UKT mahasiswa ada 12 poin diantaranya perpustakaan baik persputakaan universitas sampai pada perpustakaan jurusan atau prodi, ujian skripsi atau ujian tugas akhir dan wisuda. Namun realitasnya hal demikian kurang dipatuhi dan bahkan tidak dihiraukan oleh para jajaran birokrasinya.

Baca Juga Berita :  [OPINI] Senioritas Merupakan Feodalisme Yang Menyamar

Itulah beberapa bentuk-bentuk polemik penyelesaian study bagi para mahasiswa di kampus yang katanya terakreditasi A ini dan berlebelkan cinta damai yang kadangkala membuat resah dan geram mahasiswanya atas segala kebijakan-kebijakan yang dibuat birokrasi untuk dipatuhi yang memunculkan pro dan kontra dikalangan mahasiswa.

Dalam pernyataannya beberapa bulan yang lalau pimpinan universitas mengatakan bahwasanya uang di universitas ini terlaluh banyak untuk dikelolah, namun kebijakan-kebijakan yang dibuat birokrasi hari ini masih saja memaksa mahasiswanya mengeluarkan biaya tambahan guna kelangsungan, dan kelancaran proses akademiknya.

Inikah bentuk implementasi UKT (uang kuliah Tunggal) yang ditunaikan mahasiswa setiap semesternya untuk sang kampus tercinta yang katanya terakreditasi A ini ? .

Semoga ada solusi yang konkret atas permasalahan tersebut dari pimpinan universitas ataukah pimpinan fakultas yang tentunya pro dengan mahasiswa guna tercapainya khita pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bagsa tanpa harus mendiskriminasi. (*)


*Penulis adalah Suprianto, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik (FT), Universitas Negeri Makassar (UNM)

Berita Terkait

[Opini] Wajah Kampus Hari Ini: Sepi Pemikiran, Sibuk Formalitas
[Opini] Genosida Biological Diversity
[Opini] Tahun Ajaran Baru, Ketimpangan Lama
[Opini] Ketika Rambut Gondrong Lebih Dipermasalahkan daripada Mutu Pendidikan
[Opini] Membaca Adalah Momen Dialektika dengan Orang-Orang Hebat Sepanjang Masa
[Opini] Dilema Status Kewarganegaraan Indonesia
[OPINI] Malu yang Salah Alamat
[Opini] Sekolah Rakyat
Berita ini 2 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 23:56 WITA

[Opini] Wajah Kampus Hari Ini: Sepi Pemikiran, Sibuk Formalitas

Kamis, 17 Juli 2025 - 23:23 WITA

[Opini] Genosida Biological Diversity

Rabu, 16 Juli 2025 - 19:41 WITA

[Opini] Tahun Ajaran Baru, Ketimpangan Lama

Rabu, 16 Juli 2025 - 19:31 WITA

[Opini] Ketika Rambut Gondrong Lebih Dipermasalahkan daripada Mutu Pendidikan

Jumat, 11 Juli 2025 - 23:20 WITA

[Opini] Membaca Adalah Momen Dialektika dengan Orang-Orang Hebat Sepanjang Masa

Berita Terbaru

Potret Muhammad Ryaas Risyady, (Foto: Ist.)

Opini

[Opini] Genosida Biological Diversity

Kamis, 17 Jul 2025 - 23:23 WITA

Ilustrasi Mahasiswa KKN Mengecat Rumah Warga Bersama Anak Desa, (Foto: AI.)

Berita Wiki

Ketika Mahasiswa Turun ke Desa, Ilmu Diuji Nyata

Kamis, 17 Jul 2025 - 23:00 WITA

Potret Panitia ICE SPORT 2025, (Foto: Ist.)

Agendasiana

ICE SPORT Di balik Layar, Soliditas Panitia Jadi Kunci Utama

Kamis, 17 Jul 2025 - 22:48 WITA