[OPINI] Mengeja Pedagogi Emansipatoris: Ikhtiar Rekayasa Paradigma Pendidikan

Avatar photo

- Redaksi

Selasa, 19 Maret 2024 - 14:29 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Profesi Penulis, (Foto: Ist.)

PROFESI-UNM.COM – Membicarakan suatu topik, khususnya ketika itu berkaitan dengan pendidikan maka rasa-rasanya hal tersebut seolah menjadi sebuah dialektika ide tanpa ujung. Era dewasa ini yang lebih dikenal sebagai era globalisasi tentu telah membawa banyak dampak di segala sektor, tanpa terkecuali pada sektor pendidikan. Visi pendidikan yang semula condong dari dedikasi dan ideologis, kini cenderung mengalami pergeseran ke arah komodifikasi dan birokratis. Pergeseran fokus tersebut mendapat perhatian tersendiri melalui tulisan ini dikarenakan apabila fenomena ini dibiarkan terus berjalan tanpa ditilik secara seksama, maka akan terjadi perselingkuhan terhadap konsensus tujuan pendidikan Indonesia, yakni dalam rangka mencerdaskan yang tergantikan oleh kebutuhan pasar.

Pendidikan sangat lekat peranannya sebagai wahana dalam menggali keterampilan dan memberikan kebebasan kepada peserta didik, dalam hal ini diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. Sudah selayaknya pendidikan memberikan kebebasan kepada individu untuk memilih, mengembangkan potensi mereka, dan membentuk sifat-sifat seperti ketekunan, kritis, kreatif, serta kesiapan menghadapi berbagai masalah. Pandangan tersebut senada dengan salah satu pandangan pesimistis yang menginginkan penghapusan sistem pendidikan pada sekolah-sekolah yang saat ini tengah dijalankan seperti yang pernah diutarakan oleh Ivan Illich, kemudian kritik tersebut disambut pula oleh tokoh-tokoh pemikir pendidikan lainnya seperti Paulo Freire yang sepertinya akan banyak-banyak saya pinjam buah pikirnya dalam tulisan ini.

Wacana emansipasi di berbagai sektor nampaknya menjadi sorotan utama apatah lagi mengalami peningkatan di berbagai sektornya. Aksi-aksi yang sering terdengar melalui media, umumnya mencerminkan aspirasi emansipatif. Oleh karenanya tak dapat dipungkiri bahwa di tengah realitas dunia yang masih diwarnai oleh berbagai bentuk penindasan dan ketidakadilan dalam berbagai aspek kehidupan, gerakan emansipasi menjadi sangat penting. Esensi dari gerakan emansipasi itu sendiri adalah ikhtiar dalam menggapai kesetaraan, kebebasan, maupun pembebasan dari segala bentuk, ketidakadilan, diskriminasi, serta ketergantungan yang dialami oleh kelompok tertentu.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konsep emansipasi juga menjadi perhatian dari salah satu pemikir asal Prancis, Jacques Ranciere. Asbabun Nuzul dari segala bentuk kesetaraan, menurut Ranciere berasal dari sistem pendidikan sehingga dibutuhkan yang namanya usaha emansipatif. Hal ini tak lain dan tak bukan karena menurutnya emansipasi bukan hanya sebatas memberikan kebebasan atau membebaskan diri dari penindasan eksternal. Lebih dari itu, emansipasi juga mencakup pembebasan diri dari kondisi yang menyebabkan seseorang dianggap sebagai lemah. Saya cukup menyukai visualisasi konsep emansipasi oleh Ranciere, yang mana emansipasi di dalam benaknya bagaikan sebuah wahana kesetaraan dan kebebasan intelektual oleh karenanya, ia tidak begitu menyukai dikotomi yang otoriter dalam masyarakat antara mereka yang memiliki pengetahuan dan mereka yang dianggap tidak pandai.

Baca Juga :  [OPINI] Surat untuk Rektor UNM 2024-2028

Tokoh lain yang menjadi adaptor saya untuk membahas pedagogi emansipatoris yakni Paulo Freire, tentu bagi orang yang banyak berkecimpung dalam dunia pendidikan tak akan asing dengan nama tokoh ini sebab ia begitu dikenal dengan kecaman keras terhadap pendidikan yang ada di masanya. Dalam salah satu bukunya ia memberi pernyataan jikalau segala jenis pendidikan selalu dipengaruhi oleh unsur politik, oleh karena itu hal yang penting untuk diketahui adalah warna politik apa yang memberikan nuansa pada pendidikan tersebut, serta apa tujuan politik pendidikan tersebut dan untuk siapa tujuan tersebut ditujukan. Seolah seperti pesan tersirat bahwa sistem pendidikan tidak dapat menghindari, bahkan terbebas sepenuhnya, dari keterkaitannya dengan realitas politik, ekonomi, dan bidang lainnya.

Deskripsi pendidikan yang dijelaskan di atas tidak dimaksudkan sebagai celaan terhadap sistem pendidikan yang beroperasi saat ini. Sebaliknya, fenomena tersebut hanyalah akibat dari gelombang perubahan sosial yang tengah terjadi secara global. Kita ambil contoh pada perguruan tinggi, kinerja perguruan tinggi saat ini umumnya diukur oleh standar akreditasi yang menilai pencapaian akademis, perkembangan infrastruktur, dan beberapa faktor lainnya. Sukses perguruan tinggi kini lebih sering diukur dari jumlah lulusan yang bekerja di perusahaan bergengsi dan menghasilkan pendapatan tinggi, bukan sejauh mana perguruan tinggi tersebut mampu menghasilkan individu-individu yang merdeka, kritis, dan berintegritas.

Sejatinya pendidikan emansipatoris dirancang untuk mengembangkan kesadaran kemampuan peserta didik sehingga mereka memiliki keterampilan untuk menafsirkan makna kehidupan yang sebenarnya, maka dalam salah satu anekdot mengatakan lebih baik menghasilkan alumni tukang sapu yang bahagia dibandingkan alumni yang neurotik. Kurikulum pendidikan yang diajukan oleh Freire lebih menekankan pada pendidikan yang membebaskan, dengan menentang keras model pendidikan konvensional yang disebutnya sebagai “pendidikan gaya bank.” Bagi Freire, sistem pendidikan seperti ini dapat merampas kebebasan peserta didik. Oleh karena itu, Freire mengusulkan kurikulum pendidikan yang berfokus pada pemecahan masalah. Pendekatan pendidikan ini melibatkan pendidik dan peserta didik sebagai subyek yang aktif, berbeda dengan model pendidikan gaya bank yang memperlakukan peserta didik sebagai objek yang pasif.

Baca Juga :  Lambat Isi Biodata UKT, Camaba SBMPTN Otomatis Dapat UKT Tertinggi

Sejalan dengan paradigma dari Ranciere yang menyebutnya sebagai ‘emansipasi intelektual’, yakni suatu proses di mana individu diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dengan menggunakan kemampuan mereka untuk berpikir secara mandiri karena menurut Rancière, pendidikan yang optimal adalah pendidikan yang memberikan peluang pada individu untuk belajar dan mengembangkan kemampuan secara independen. Menyambung apa yang disampaikan oleh Ranciere, pendidikan seyogyanya memberi kebebasan tanpa bayang-bayang guru oleh peserta didik dikarenakan hal tersebut akan memberi ketimpangan antara siswa berprestasi dan yang tidak berprestasi. Alasan ini disebabkan oleh kurikulum formal yang lebih banyak acuh pada perbedaan porsi belajar dari masing-masing individu.

Untuk mencapai pendidikan emansipatoris, perhatian harus diberikan pada konsep kurikulum, peran peserta didik dan pendidik, serta tujuan-tujuan yang melibatkannya. Ringkas Freire, posisi antara peserta didik dan pendidik harus ditempatkan sebagai subjek pendidikan yang sejajar, namun tanpa mengesampingkan nilai etika. Di lain sisi Guru seharusnya berperan sebagai fasilitator dalam sistem pendidikan yang emansipatoris. Dalam artian, guru harus menghargai kemampuan dan kemauan para murid, menganggap mereka sebagai subjek yang aktif dalam proses belajar, sebab murid bukanlah objek yang pasif yang hanya menerima pengetahuan dari guru. Konsep ini menjadi dasar bagi pendidikan emansipatif ala Ranciere.

Hemat saya, pendidikan seharusnya tidak terjerat dalam keterbatasan dan kewajiban untuk menciptakan manusia sebagai mesin atau robot untuk memenuhi kebutuhan industri dan modal. Sebaliknya, pendidikan seharusnya berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia yang memiliki kualitas untuk melakukan transformasi secara aktif pada berbagai tingkatan masyarakat. Hal ini perlu dilakukan secara konsisten, dengan tujuan menciptakan individu yang mampu beradaptasi dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan sosial.

*Penulis: Muhammad Hilmi A.Y, Ketua Umum UKM LKIMB UNM Periode 2024-2025.

Berita Terkait

[OPINI] Pendidikan yang Membungkam : Saat Instansi Pendidikan Membentuk Komoditas Tanpa Imajinasi
[OPINI] Arah Sekolah dan Pendidikan
[OPINI] Awan Gelap LK FT-UNM: Kekosongan Intelektual dan Degradasi Gerakan Mahasiswa
[OPINI] Tantangan bagi Masyarakat yang Terinfeksi Informasi Sepihak
Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Semua Demi Pendidikan
[Opini] Di Balik Layar Konflik: Memahami Strategi Psychological Warfare dalam Perang Modern
[OPINI] Perjuangan dan Potensi Perempuan: Transformasi Gender dalam Organisasi
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 3 Mei 2025 - 21:56 WITA

[OPINI] Pendidikan yang Membungkam : Saat Instansi Pendidikan Membentuk Komoditas Tanpa Imajinasi

Jumat, 2 Mei 2025 - 09:45 WITA

[OPINI] Arah Sekolah dan Pendidikan

Jumat, 14 Maret 2025 - 20:40 WITA

[OPINI] Awan Gelap LK FT-UNM: Kekosongan Intelektual dan Degradasi Gerakan Mahasiswa

Jumat, 8 November 2024 - 02:36 WITA

[OPINI] Tantangan bagi Masyarakat yang Terinfeksi Informasi Sepihak

Rabu, 3 Juli 2024 - 22:54 WITA

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Berita Terbaru

Pendidikan Sejarah

Pameran Sejarah Jadi Wadah Edupreneurship dan Wisata

Kamis, 8 Mei 2025 - 02:21 WITA

Fakultas Psikologi

Tim BKP Fakultas Psikologi Gelar Psikoedukasi Sex Education di PAUD Kartini

Kamis, 8 Mei 2025 - 02:00 WITA

Himanis

UMKM Fest Wadah Promosi dan Pemberdayaan UMKM Lokal

Rabu, 7 Mei 2025 - 02:27 WITA