[Opini] Bengkoknya Konstitusi dan Lurusnya Meja Kopi

Avatar photo

- Redaksi

Sabtu, 28 Juni 2025 - 00:45 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Potret Jean, Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar UNM, (Foto: Ist.)

Potret Jean, Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar UNM, (Foto: Ist.)

 

PROFESI-UNM.COM – Di sebuah sudut Rumah Pendidikan berdiri tegak lembaga yang konon katanya paling sakral dalam tata kelola kemahasiswaan, namanya Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MAPERWA) FIP UNM yang mana di atas kertas mereka adalah penjaga konstitusi, pengawal etika, pelindung demokrasi. Namun, dalam praktiknya Maperwa FIP UNM menunjukkan bahwa konstitusi itu tak lebih dari dokumen formal yang bisa dibengkokkan sesuai kepentingan.

Aturan-aturan yang semestinya menjadi batas dan rambu justru dijadikan alat legitimasi kepentingan kelompok, prosedur diputarbalikkan, interpretasi konstitusi di manipulasi, dan keputusan strategis diambil berdasarkan lobi-lobi yang tidak terbuka. Dalam situasi semacam ini konstitusi tidak lagi menjadi landasan bersama, melainkan alat yang lentur dibengkokkan sesuai arah kekuasaan.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di Meja kopi berbagai keputusan telah dimufakati sebelum sidang dimulai. Struktur terbentuk di atas meja kopi dan perdebatan dalam forum hanya menjadi formalitas belaka. Sungguh ironis ketika yang lurus bukan konstitusi melainkan persekongkolan yang dibungkus dalam basa-basi musyawarah.

Baca Juga Berita :  BEM FMIPA UNM Dukung Mahasiswa Berwirausaha

Salah satu langkah fatal yang dilakukan oleh Maperwa FIP UNM adalah Meloloskan Calon Ketua Maperwa dan Calon Presiden BEM FIP UNM yang tidak memenuhi syarat pada tahap verifikasi berkas pertama sebelum  dilakukannya pendaftaran ulang. Meloloskan calon yang tidak memenuhi syarat sama artinya dengan mendistorsi aturan yang telah disepakati bersama. Syarat dan ketentuan calon bukan disusun untuk dipermainkan, melainkan sebagai bentuk filter agar hanya individu yang kompeten, layak, dan sesuai kriteria yang dapat maju sebagai representasi mahasiswa. Ketika syarat tersebut dilanggar maka seluruh proses pemilihan kehilangan legitimasi moral maupun hukum.

Maperwa sebagai lembaga legislatif mahasiswa memiliki tanggung jawab konstitusional dalam menjaga integritas proses seleksi dan pemilihan calon pemimpin Lembaga kemahasiswaan. Ketika Maperwa dengan sadar meloloskan calon yang secara administratif maupun substansial tidak memenuhi syarat maka hal tersebut bukan sekadar pelanggaran prosedural tetapi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap etika dan prinsip keadilan.

Baca Juga Berita :  [Opini] Pendidikan Nasional dan Covid-19

Ketika wakil mahasiswa mulai bermain-main dengan legitimasi, ketika mereka yang seharusnya menegakkan malah membengkokkan, maka lembaga itu bukan lagi representasi. Ia menjelma jadi ironi : Mengawasi sambil melanggar, menghakimi sambil bersembuyi.

Mereka sibuk bersidang tapi tak pernah mendengar, mereka lantang bersuara soal aturan tapi cepat lupa saat giliran mereka melanggar, Konstitusi bukan lagi kitab suci gerakan melainkan buku tua yang dibuka saat perlu, lalu di sobek diam-diam bila isinya mengganggu kepentingan.

Menghancurkan dari dalam, dengan melecehkan apa yang seharusnya dijaga. Dan jika suara kritis dituduh pemberontakan maka kita tahu bahwasanya yang mereka lindungi sebenarnya bukan nilai tapi kursi. Catatan ini mejadi pengingat bahwa konstitusi tak pernah salah, yang kerap khilaf adalah manusia yang pura-pura menjaganya. (*)

*Penulis: Jean

Berita Terkait

Seni Berbicara, Kemampuan Persuasif dalam Berkomunikasi
[Opini] Tubuh kalian bukan tanah kolonial, Pikiran kalian Bukan pula Budak Patriarki
[Opini] Wajah Kampus Hari Ini: Sepi Pemikiran, Sibuk Formalitas
[Opini] Genosida Biological Diversity
[Opini] Tahun Ajaran Baru, Ketimpangan Lama
[Opini] Ketika Rambut Gondrong Lebih Dipermasalahkan daripada Mutu Pendidikan
[Opini] Membaca Adalah Momen Dialektika dengan Orang-Orang Hebat Sepanjang Masa
[Opini] Dilema Status Kewarganegaraan Indonesia
Berita ini 931 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 18 Juli 2025 - 17:13 WITA

Seni Berbicara, Kemampuan Persuasif dalam Berkomunikasi

Jumat, 18 Juli 2025 - 17:07 WITA

[Opini] Tubuh kalian bukan tanah kolonial, Pikiran kalian Bukan pula Budak Patriarki

Kamis, 17 Juli 2025 - 23:56 WITA

[Opini] Wajah Kampus Hari Ini: Sepi Pemikiran, Sibuk Formalitas

Kamis, 17 Juli 2025 - 23:23 WITA

[Opini] Genosida Biological Diversity

Rabu, 16 Juli 2025 - 19:41 WITA

[Opini] Tahun Ajaran Baru, Ketimpangan Lama

Berita Terbaru

Momen foto bersama peserta DJMTD 2024, (Foto: Dok. Profesi)

DJMTD

Coming Soon! DJMTD 2025 Profesi UNM, Saatnya Jadi Persma

Minggu, 20 Jul 2025 - 11:38 WITA

ilustrasi Seseorang yang bingung pilih kerja dari kemampuan atau sesuai jurusan (Foto:AI)

PROFESI WIKI

Pilih Kerja Sesuai Jurusan atau Kemampuan? Begini Tipsnya!

Sabtu, 19 Jul 2025 - 11:45 WITA

Potret sekelompok orang sedang berkomunikasi, (Foto: Int.)

Opini

Seni Berbicara, Kemampuan Persuasif dalam Berkomunikasi

Jumat, 18 Jul 2025 - 17:13 WITA