
PROFESI-UNM.COM – Diskusi hangat antara penguji dan pembimbing terjadi saat ujian. Mahasiswa kukuh dengan argumen menyanggahi tanggapan penguji. Idealnya, iklim akademik di ruang ujian seperti itu.
Namun, adanya tentengan serta amplop dinilai mendorong degradasi nuansa akademis saat ujian. Hal ini disebabkan munculnya hal-hal yang tak berkaitan dengan kepentingan ujian di bidang akademik. Selain itu, mahasiswa jadi tidak fokus ujian karena harus memikirkan tentengannya.
Hal demikian dialami oleh salah satu Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Yasin. Ia menilai, pengurusan hal-hal di luar nuan¬sa akademik berimbas pada kesiapan akademik mahasiswa yang hendak ujian. “Kita urus parcel dulu, padahal kita juga harus belajar untuk ujian,” jelasnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia pun menceritakan, mahasiswa kerap mengurungkan diri mendaftar ujian karena biaya pengurusan tentengan dan segala tetek bengeknya belum cukup.
“Sering sudah selesai semua urusan di Prodi misalnya berkas-berkasnya untuk ujian. Tapi belum berani maju untuk ujian, karena biayanya belum mencukupi,” keluhnya.
Tak hanya itu, salah satu mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) yang baru saja mengikuti ujian skripsi juga mengaku, dirinya memberi¬kan amplop kepada masing-masing pembimbing dan pengujinya sebesar Rp100 ribu.
“Saya isikan sebanyak Rp100 ribu di setiap amplop, mulus ujianku dan tidak banyak pertanyaan penguji,” terangnya.
Hal itu semakin memperkuat menurunnya nilai-nilai akademis dalam ujian. Amplop menjadi pelicin agar ujian bebas hambatan.
Menanggapi tentengan dan amplop saat ujian, Dekan FE, Muhammad Aziz tak menampik banyaknya mahasiswa yang masih membawa amplop maupun tentengan.
“Saat ujian hasil banyak mahasiswa FE yang masih membawa tentengan dan amplop,” akunya
Ia pun berujar, dirinya telah berulang kali melarang, kendati sekadar teguran lisan.
“Selalu dilarang untuk tidak membawanya. Sejak ada UKT, kita larang mahasiswa untuk bawa seperti itu,” jelasnya.
Sementara itu, Pembantu Dekan Bidang Akademik (PD I) Fakultas Seni dan Desain, Sukarman mengatakan, tradisi tentengan memang mengurangi nuansa akademik.
“Hal itu kurang baik dibudayakan karena rasanya nuansa akademiknya kurang,’ akunya.
Eks Staf Ahli Pembantu Rektor bidang Akademik ini beranggapan, mahasiswa yang membawa tentengan itu adalah mahasiswa yang mapan dan akhirnya dilakukan pula oleh mahasiswa lain karena merasa tidak enak.
“Di FSD sendiri hal itu tidak diberlakukan, hanya saja su¬dah membudaya dan tidak ada yang mencegah, jadi semuanya seolah-olah sudah menjadi kebiasaan,” katanya.
Guru Besar Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Muhammad Arifin Mahmud juga menolak adanya kebiaaan buruk membawa tentengan dan amplop. “Tidak boleh seperti itu,” ujarnya.
Alumni Univeritas Michigan, Amerika Serikat ini menilai, tradisi tersebut jelas mendegradasi nuansa akademis. “Jadi jelas dilarang budaya tentengan dan amplop di ruang ujian,” tegasnya. (*)
* Fatimah Muffidah, Muh. Agung Eka, Ratna, Ahmad Rif’an Muzaqi, Nurul Irsal Amalia
Tulisan ini terbit di Tabloid Profesi Edisi 202