Mengenal Kearifan Lokal Budaya Suku Kajang di Bulukumba

Avatar photo

- Redaksi

Sabtu, 27 Juni 2020 - 03:19 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PROFESI-UNM.COM – Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, seperti Bugis, Makassar, Toraja, Mandar, Duri, Pattinjo, Bone, Maroangin, Endekan, Pattae, dan Kajang, Sabtu, (27/6).

Salah satu suku yang memiliki kehidupan yang berbeda dengan suku lainnya adalah Suku Kajang. Suku ini iyalah salah satu suku yang tinggal di pedalaman Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Bagi mereka, daerah tersebut dianggap sebagai tanah warisan leluhur dan mereka menyebutnya, Tana Toa. Ketika berada di kawasan Ammatoa, kamu akan menjumpai panorama hutan lindung, serta keunikan adat istiadat dan budaya yang masih terpelihara hingga sekarang ini.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Berikut, kearifan budaya lokal Suku Kajang di Bulukumba:

  1. Kajang identik dengan kepercayaan yang sangat kuat, yang membedakannya dengan budaya- budaya lainnya. Bukan hanya soal berpakaian hitam- hitam setiap harinya, tetapi juga keyakinan mereka yang sangat kuat.
Baca Juga Berita :  [Esai] Secercah Harapan Sang Nahkoda Phinisi

2. Kamase-mase adalah pandangan hidup mereka secara umum. Nilai- nilai luhur yang dianut selama ini berasal dari filsafat hidup tersebut. Kamase-mase sendiri berasal dari bahasa Makassar, yang berarti memelas atau hidup sederhana dan apa adanya. Oleh karena itulah kehidupan mereka berjalan harmonis dengan sesama.

3. Kajang sendiri terbagi menjadi dua kawasan, yaitu Kajang Dalam dan Kajang Luar. Kajang Dalam, Suku Kajang menggunakan pakaian hitam-hitam yang hampir menyentuh lutut, sarung dan menggunakan kuda sebagai alat transportasi mereka. Mereka juga hidup secara apa adanya, terlepas dari modernisasi, sangat menghormati leluhurnya, dan memiliki hubungan sosial yang sangat erat.

Baca Juga Berita :  Gali Tradisi Masyarakat Desa Ara, Hasrat FMIPA UNM Studi Budaya

4. Dalam penggunaan bahasa untuk berkomunikasi sehari-hari, mereka menggunakan “Bahasa Konjo”. Bahasa Konjo sendiri memiliki kemiripan dengan Bahasa Daerah Makassar, walaupun terdapat beberapa perbedaan seperti pada aksen atau pengucapan.

  1. Ammatoa Sebagai Bapak Suku. Dalam pemilihan Ammatoa, tidak secara langsung atau otomatis menunjuk lalu menduduki jabatan sebagai pemimpin suku. Pemilihan Ammatoa melewati beberapa proses tahapan yang panjang. Penduduk atau komunitas Ammatoa mempercayai bahwa seorang Ammatoa baru ditunjuk melalui “seleksi gaib” dengan cara yang sakral. Seorang Ammatoa dipilih berdasarkan “penunjukan” Tu’Rie’A’ra’na melalui serangkaian tand-tanda khusus yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. (*)

*Reporter: Elfira

Berita Terkait

[Esai] Secercah Harapan Sang Nahkoda Phinisi
[Esai] Surat Buat Ayah
[Esai] Kepemimpinan Ala El Profesor
[Sivitas Menulis] Badan Eksekutif Milenial
[Sivitas Menulis] Polemik Dibalik Megahnya Gedung 17 Lantai
[Opini] Aku Cinta Tanah Airku Meskipun Dia Tidak Mencintaiku
[Esay] Aplikasi Chating Homoseksual Dalam Mencari Pasangan
[Sivitas Menulis] Lingkaran Paskah Sebagai Perayaan Iman Katolik
Berita ini 2 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 27 Juni 2020 - 03:19 WITA

Mengenal Kearifan Lokal Budaya Suku Kajang di Bulukumba

Sabtu, 9 Mei 2020 - 11:40 WITA

[Esai] Secercah Harapan Sang Nahkoda Phinisi

Sabtu, 9 Mei 2020 - 11:05 WITA

[Esai] Surat Buat Ayah

Sabtu, 9 Mei 2020 - 06:23 WITA

[Esai] Kepemimpinan Ala El Profesor

Minggu, 8 Desember 2019 - 05:13 WITA

[Sivitas Menulis] Badan Eksekutif Milenial

Berita Terbaru

Potret Ahmad Fadil dalam sambutannya di Inaugurasi Evolusia 24, (Foto: Dok. Profesi)

KILAS LK

Hujan Tak Surutkan Semangat Inaugurasi Evolusia 24 FBS UNM

Senin, 2 Jun 2025 - 00:10 WITA