
PROFESI-UNM.COM – Tak bisa dipungkiri, organisasi kemahasiswaan tak lepas dari agenda seremoni. Melibatkan orang banyak serta membutuhkan ruang untuk menampung partisipan.
Universitas Negeri Makassar (UNM) sebagai kampus yang dikenal denga bangunannya yang unik nan megah, tentu menyediakan fasilitas berkegiatan yang ‘wah’ pula. Ballroom, ruang teater, pelataran, auditorium hingga aula di beberapa fakultas. Seyogianya, sarana tersebut disediakan birokrat untuk mewadah kegiatan masyarakat kampus orange demi mutu dan kualitas perguruan tinggi. Sebab, banyaknya kegiatan yang membangun menjadi penunjang citra kampus menuju world class university.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, sungguh memilukan, bilik tempat berkumpulnya para pemikir justru diperdagangkan. Tarif ruang demi ruang ditetapkan melalui surat keputusan rektor no 5281 UN36/KP/2016 tentang penetapan tarif biaya operasional perawatan gedung, mobil dinas, dan biaya harian pengemudi mobil dinas di lingkup UNM.
Ballroom misalnya, biaya sewa berkisar Rp 1.000.000 perhari. Pelataran Pinisi seharga Rp 750.000, teater Rp 7.000.000, dan Auditorium Amanagappa Rp 1.000.000. Lain halnya bagi masyarakat umum dan di hari libur, anggaran yang harus dikeluarkan sang penyewa lebih besar lagi.
(Baca juga: Sewa Gedung Mahal, PR II: Jangan Berkegiatan Kalau Tak Punya Modal)
Ketua Umum Lembaga Kajian Ilmiah Mahasiswa Bertakwa (LKIMB), Adiyat Rizki mengeluhkan hal tersebut. Menurutnya birokrasi memanfaatkan fasilitas kampus untuk meraup keuntungan. Bukan hanya masyarakat umum, tetapi mahasiswa yang notabene tergolong Uang Kuliah Tunggal (UKT) juga dikenakan biaya dalam penggunaan gedung maupun fasilitas kampus.
“Ini fasilitas kampus kaya dijadikan lahan bisnis. Karena bukan hanya umum yang membayar, tapi biar kita mahasiswa juga membayar. Dan kita dari teman2 juga yang membersihkan semua sampah yang ada disini,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Ketua Maperwa UNM, M. Yunasri Ridho menungkapkan hal yang sama. Ia menilai tarif yang dipasang untuk penyewaan gedung merugikan mahasiswa. Pasalnya, Ia beranggapan pihak birokrasi tak seharusnya memungut biaya bilamana LK UNM ataupun mahasiswa ingin berkegiatan.
“Jelas jelas mahasiswa berhak menggunakannya karena sudah membayar UKT,” anggapnya.
Ia juga tak sependapat dengan kebijakan pimpinan kampus orange yang seolah mengkomersilkan fasilitas kampus. Apalagi, menurutnya yang menjadi objek sebagian besar ialah mahasiswa UNM.
“Sudah secepatnya pimpinan mengevaluasi pemasangan harga itu. Mengingat yang menggunakan fasilitas adalah mahasiswa UNM yang sudah sangat jelas membayar UKT,” harap Mahasiswa angkatan 2012 ini.
Pendapat yang sama juga datang dari Ketua UKM Sintalaras UNM, Ikhsan. Ia mengeluhkan pimpinan bersikap tidak adil dengan mahasiswanya sendiri. Selain harga yang dirasa sangat tinggi, penggunakan ruangan pun seringkali dibatasi.
“Harga yang dipakai 1 sampai 2 jam sama dengan yang menggunakan ruangan setengah hari,” keluh Mahasiswa angkatan 2012 ini.
Sementara itu, Ketua UKM Kopma UNM, Rusli mengaku prihatin dengan dana yang harus dikeluarkan terbilang tak sedikit jika ingin menyewa salah satu gedung. Apalagi dana yang dimiliki LK UNM dan mahasiswa dinilai masih jauh dari kata layak.
“Sebentar lagi UNM akan beralih dari Satker ke BLU, dan pasti akan ada penyewaan fasilitas kampus, hanya saja tarifnya perlu dievalusi pihak pimpinan,” aku pria asal Wajo ini.
Terlebih saat ini banyak mahasiswa yang lebih memilih berkegiatan diluar ketimbang didalam kampus, ini harusnya menjadi bahan evaluasi para pimpinan. Semua mahasiswa mengeluh dengan tarif yang dipasang.
“Kita hanya meminta tarifnya dikurangi kalau bisa tidak dipungut biaya sepeserpun. Karena begini, tarif yang terjangkau akan membuat banyak mahasiswa ingin berkegiatan didalam kampus, yang untung kan kampus sendiri. Kalo masih begini mahasiswa pasti lebih memilih diluar,” pinta Mahasiswa angakatan 2013 ini. (*)
*Tulisan ini telah terbit di Tabloid Profesi Edisi 220