Budaya Self-Diagnose di Media Sosial Antara Kesadaran dan Salah Paham

Avatar photo

- Redaksi

Jumat, 24 Oktober 2025 - 23:22 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi seorang peria yang pusing karna diagnosis (Foto: int)

Ilustrasi seorang peria yang pusing karna diagnosis (Foto: int)

PROFESI-UNM.COM- Dalam beberapa tahun terakhir, istilah seperti overthinking, anxiety, depresi, hingga ADHD sering muncul di linimasa media sosial. Banyak pengguna, terutama generasi muda, mulai mengidentifikasi diri mereka berdasarkan informasi yang mereka temukan di TikTok, X, atau Instagram. Fenomena ini dikenal sebagai self-diagnose, yaitu tindakan menilai atau mendiagnosis kondisi mental diri sendiri tanpa melalui tenaga profesional.

Tren ini muncul karena dua hal: akses informasi yang melimpah dan minimnya edukasi formal tentang kesehatan mental. Akibatnya, banyak pengguna yang merasa “tercerahkan” setelah menemukan konten psikologi yang relatable. Mereka mulai mengaitkan gejala yang dialami dengan gangguan tertentu hanya berdasarkan konten singkat berdurasi satu menit.

Antara Edukasi dan Bahaya Mispersepsi

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Budaya self-diagnose sebenarnya tidak sepenuhnya negatif. Di satu sisi, ia mendorong kesadaran publik terhadap pentingnya kesehatan mental. Banyak orang yang dulunya menyepelekan stres kini mulai terbuka membicarakan emosi dan kesejahteraan psikologis. Bahkan, beberapa influencer psikologi membantu audiensnya memahami konsep dasar kesehatan mental dengan bahasa sederhana.

Baca Juga Berita :  Strategi Anti Malas: Cara Kembali Fokus Setelah Libur Panjang

Namun, di sisi lain, self-diagnose bisa menjadi bumerang berbahaya. Ketika seseorang salah memahami gejalanya, mereka bisa mengambil langkah keliru seperti menolak terapi profesional, mengonsumsi obat tanpa resep, atau menormalisasi gangguan serius dengan dalih “aku memang seperti ini”.

Mispersepsi ini diperparah oleh algoritma media sosial yang memperkuat konten serupa. Semakin sering seseorang menonton video bertema kesehatan mental, semakin banyak konten serupa yang ditampilkan. Akhirnya, terbentuk echo chamber psikologis di mana pengguna hanya melihat narasi yang mendukung “diagnosa diri” mereka.

Baca Juga Berita :  Kunci Perubahan Ada di Pikiranmu: Kuasai 5 Mindset Ini Untuk Hidup Lebih Positif

Pentingnya Literasi Digital dan Kesehatan Mental

Kunci menghadapi fenomena ini adalah literasi digital dan edukasi psikologi dasar. Pengguna perlu memahami bahwa tidak semua informasi di media sosial valid secara ilmiah. Diagnosis kesehatan mental hanya bisa ditegakkan oleh psikolog atau psikiater melalui proses asesmen yang terstandar.

Media sosial seharusnya menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran, bukan menggantikan peran tenaga profesional. Mengonsumsi konten psikologi boleh, tapi tetap perlu disaring dengan berpikir kritis.

Sebagai pengguna aktif dunia digital, sudah saatnya masyarakat belajar membedakan antara edukasi dan sugesti, antara empati dan simplifikasi. Self-diagnose bisa menjadi titik awal untuk mengenal diri, tetapi bukan akhir dari proses penyembuhan.(*)

*Reporter: Angnis Arimayanti

Berita Terkait

Mulai dari Diri Sendiri, Strategi Mahasiswa Menghadapi Depresi dan Tekanan Hidup
Mahasiswa dan AI, Tren Baru Cari Cuan di Era Digital
Tips agar Bisa Survive di Dunia Kampus tanpa Stres
Cara Hidup Hemat Versi Anak Kost
Antara Produktivitas dan Ketenangan, Pentingnya Me Time bagi Mahasiswa
Panduan Mahasiswa untuk Penelitian yang Lebih Baik
Tips Merawat Laptop agar Awet Bertahun-tahun
Memilih Organisasi yang Baik bagi Mahasiswa Baru
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 24 Oktober 2025 - 23:22 WITA

Budaya Self-Diagnose di Media Sosial Antara Kesadaran dan Salah Paham

Jumat, 24 Oktober 2025 - 23:17 WITA

Mulai dari Diri Sendiri, Strategi Mahasiswa Menghadapi Depresi dan Tekanan Hidup

Jumat, 24 Oktober 2025 - 23:13 WITA

Mahasiswa dan AI, Tren Baru Cari Cuan di Era Digital

Jumat, 24 Oktober 2025 - 20:43 WITA

Tips agar Bisa Survive di Dunia Kampus tanpa Stres

Jumat, 24 Oktober 2025 - 20:29 WITA

Cara Hidup Hemat Versi Anak Kost

Berita Terbaru

Ilustrasi Mempelajari Peluang Baru, (Foto: Ai.)

Berita Wiki

Mahasiswa dan AI, Tren Baru Cari Cuan di Era Digital

Jumat, 24 Okt 2025 - 23:13 WITA