Assi Si Manusia Mutan, Neurofibroma dan Prejudis

Avatar photo

- Redaksi

Rabu, 13 September 2023 - 16:40 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Abdul Azis, penderita tumor kulit (Foto: Resky Nurhalizah)
Abdul Azis, penderita tumor kulit (Foto: Resky Nurhalizah)

PROFESI-UNM.COM – Derita yang tak pernah surut mendera hidup Abdul Azis, seorang pria dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Kehidupannya dipenuhi oleh bayang-bayang penyakit yang menyerangnya tanpa ampun, mengubahnya menjadi sosok yang penuh kepiluan.

Kanker kulit telah merajai hidupnya seperti badai yang tak pernah mereda. Wajahnya yang dulunya penuh tawa dan senyuman, kini diselimuti oleh benjolan-benjolan yang mengerikan. Tubuhnya yang memiliki kelainan genetik ini disebut neurofibroma, sang tumor jinak.

Tumor ini menyerang saraf yang ada di seluruh permukaan tubuh, sehingga tubuhnya terisi oleh benjolan-benjolan tumor jinak. Dampak dari kondisi ini menjadikannya dikenal dengan julukan yang menggelikan seperti “manusia gelembung,” “manusia belalai,” hingga “manusia mutan” karena wajah mereka yang tampak aneh dan tak seperti kebanyakan orang. Alhasil, kehidupan yang semestinya penuh tawa dan canda, menjadi suram dan sendu.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Benjolan pertama kali muncul saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Mereka tak hanya mengganggu kulitnya, tetapi juga menghancurkan rasa percaya dirinya. Rasa gatal yang tak tertahankan mendorongnya untuk menggaruk, dan benjolan-benjolan itu pun berkembang menjadi entitas yang ganjil dan kerap dianggap mengerikan. Bahkan wajahnya pun tak luput dari serbuan tumor ini.

Baca Juga :  Andi Naila Terpiih Jadi Putri Pendidikan Best Intelegensia 2020

Setiap kali kulitnya terluka, pria yang kerap disapa Assi ini terpaksa menjalani operasi karena kulitnya yang sangat sensitif. Namun meski operasi dilakukan, benjolan-benjolan tetap tumbuh kembali jika luka terbuka dibiarkan begitu saja. Meskipun Ia menerima saran untuk menjalani operasi pengangkatan seluruh benjolan di tubuhnya, namun keterbatasan biaya dan waktu yang dibutuhkan, membuat Assi hanya mampu mengobati luka fisiknya saja.

Dengan kondisinya yang seperti sekarang, tak sedikit orang yang takut mendekatinya, terutama anak-anak kecil yang mungkin belum memahami penyakit yang dideritanya. Banyak yang salah menilai dan mengira bahwa Ia mengidap penyakit yang mengerikan.

Belum lagi kondisi rumah yang peot dan tak terurus menjadi luka lain dalam hati Assi. Meskipun Ia tak bisa melakukan perbaikan yang diperlukan, Ia tetap berusaha menjalani hidupnya dengan semangat. Malam demi malam, Ia menghadapi kegelapan tanpa terangnya sinar lampu, menggambarkan betapa kerasnya perjuangan hidup yang dihadapinya.

Namun Assi sejatinya adalah seorang pejuang. Baginya semua itu telah menjadi bagian dari kesehariannya, seperti angin lewat yang tak pernah lelah berhembus. Meskipun tak ada yang ingin berteman dengannya, meskipun tatapan sinis dan rasa ketakutan mengepungnya setiap hari, ia terus berjuang. Kehidupannya yang keras mengajarkannya untuk mandiri, bahkan dalam kondisi yang seakan ingin terus melumpuhkan bingkai-bingkai hidupnya.

Baca Juga :  Lewat Buku, Direktur PPs UNM Ceritakan Perjalanan Hidupnya

Setelah lebih dari setengah abad, tetapi semangatnya tidak padam. Namun, jalan kehidupan harus terus ditapaki. Dengan benjolan-benjolan yang menyelimuti tubuhnya, Assi tetap mencari nafkah. Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang Ia terima dari pemerintah hanya cukup untuk mengobati luka fisik yang tak pernah berhenti muncul. Olehnya, menggarap sawah dan merawat ayam menjadi rutinitasnya, mengisi hari-hari yang tak pernah terlalu cerah.

Meski begitu tak semua kehidupan Assi diwarnai hitamnya tinta pilu. Di tengah segala ketidakpastian, masih ada tetangga-tetangganya yang senantiasa memberikan bantuan dengan tulus. Untuk urusan rambut misalnya, walaupun seringkali ditolak tukang cukur, masih ada segilintir tetangga dengan sukarela membantu Assi mencukur rambutnya. Meski tak perna meminta, Assi merasa terharu dengan kebaikan yang terus mengalir dari tetangga-tetangganya. Bagi pria berusia yang sudah masuk masa senja ini, penampilan sejatinya bukanlah yang utama lagi. Baginya, yang lebih berharga adalah keberanian untuk menapaki setiap peristiwa kehidupannya dan menjadi pahlawan untuk dirinya sendiri. (*)

*Reporter: Resky Nurhalizah

Berita Terkait

Mengenal Tiga Bentuk Sembah ala Keraton Surakarta Hadiningrat
Nur Athirah Hadis Terpilih Jadi Mapres Psikologi 2023
Simak 5 Tips Sukses Magang Bagi Mahasiswa
Mahasiswa KKP Gelar Webinar Dyslexia
Husain Syam Lantik Dekan FT dan Tenaga Pendidik UNM
Andi Naila Terpiih Jadi Putri Pendidikan Best Intelegensia 2020
Simak 12 Karya Pameran Pakar V HMPS PTP FT UNM
Geliat Literasi dari Nenek Mesang
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 13 September 2023 - 16:40 WITA

Assi Si Manusia Mutan, Neurofibroma dan Prejudis

Minggu, 21 Mei 2023 - 23:03 WITA

Mengenal Tiga Bentuk Sembah ala Keraton Surakarta Hadiningrat

Senin, 3 April 2023 - 09:14 WITA

Nur Athirah Hadis Terpilih Jadi Mapres Psikologi 2023

Kamis, 9 Februari 2023 - 20:21 WITA

Simak 5 Tips Sukses Magang Bagi Mahasiswa

Kamis, 3 November 2022 - 13:59 WITA

Mahasiswa KKP Gelar Webinar Dyslexia

Berita Terbaru

Pendidikan Sejarah

Pameran Sejarah Jadi Wadah Edupreneurship dan Wisata

Kamis, 8 Mei 2025 - 02:21 WITA

Fakultas Psikologi

Tim BKP Fakultas Psikologi Gelar Psikoedukasi Sex Education di PAUD Kartini

Kamis, 8 Mei 2025 - 02:00 WITA

Himanis

UMKM Fest Wadah Promosi dan Pemberdayaan UMKM Lokal

Rabu, 7 Mei 2025 - 02:27 WITA