Perspektif Psikologis dalam Stigma Wajib Pajak

Avatar photo

- Redaksi

Selasa, 27 Juni 2023 - 20:27 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PROFESI-UNM.COM – Beberapa waktu yang lalu, instansi perpajakan terseret berita yang cukup tidak mengenakkan diakibatkan oleh oknum salah satu anggota keluarga dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang melakukan tindakan menyalahi hukum dan berakhir pada efek besar bagi instansi ini sendiri. Kasus yang dapat dikategorikan besar ini kemudian menjadi pemicu bagi terciptanya sejumlah pandangan-pandangan negatif yang ditujukan untuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Perihal ini tentu sangat disayangkan, jika melihat bahwa salah satu impact besar yang tercipta adalah menurunnya tingkat kepatuhan oleh wajib pajak.

Dalam hal ini masyarakat mulai memandang secara general pada kasus kekerasan oleh oknum anggota keluarga yang berujung pada ditemukannya fakta dugaan korupsi pada pegawai yang bersangkutan. Hal tersebut mengakibatkan munculnya beragam stigma negatif, termasuk stigma bahwa uang yang digunakan untuk membayar pajak akan berujung pada kemungkinan untuk dikorupsi.

Permasalahan yang menyeret instansi perpajakan ini tentunya tidak dapat dibenarkan dalam sudut pandang manapun. Kekerasan dan korupsi merupakan dua hal yang sama-sama menyalahi hukum yang berlaku di negara kita ini. Bahkan, sekalipun dengan alasan yang dijadikan sebagai bahan pembelaan ataupun motif terciptanya perilaku tersebut tetap masih tidak dapat dibenarkan.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Akan tetapi, semestinya kita semua sadar dan peduli sebagai masyarakat yang tumbuh besar di dalam negara ini. Bahwasannya, kita semua hidup di negara hukum dan sudah berarti ada aturan yang mengikat kita sebagai warga negara di dalamnya. Banyak kewajiban-kewajiban yang sudah seharusnya kita penuhi termasuk dengan kewajiban sebagai warga yang sudah semestinya taat pajak.

Kewajiban membayar pajak ini sebenarnya sudah tertera dalam pasal 23 A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Berdasar pada satu pasal tersebut sepatutnya sudah dapat dijadikan landasan yang kuat bagi kita warga wajib pajak untuk menunaikan kewajiban tersebut.

Baca Juga :  [Opini] DO Dini, Memanusiakan atau Membinasakan Mahasiswa?

Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Setelah muncul kasus yang menggemparkan tersebut, mulai timbul berbagai macam perspektif yang bersifat negatif kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Mulai dari maraknya pembahasan bahwa masyarakat mulai malas membayar pajak, masyarakat yang enggan mengeluarkan dana untuk membayar pajak dan tentunya berakhir pada kepatuhan wajib pajak yang bisa saja menurun.

Emosi dalam bentuk kemarahan oleh masyarakat kepada instansi pajak tentunya wajar dirasakan oleh berbagai pihak jika menimbang pada permasalahan yang telah terjadi. Namun, kembali lagi bahwasannya bukan tindakan yang tepat ketika melampiaskan bentuk emosi tersebut dalam bentuk “mogok” membayar pajak.

Perihal permasalahan ini sebenarnya diperlukan perspektif yang berbeda sebagai landasan agar dapat tetap berkontribusi untuk taat pajak sebagaimana sudah semestinya kewajiban itu dipenuhi. Yang perlu digaris bawahi adalah pandangan lain diperlukan bukan untuk membenarkan kasus yang telah terjadi pada instansi terkait.

Apabila membahas tentang perspektif, kita bisa melihat dari sudut pandang psikologi bahwa stigma yang telah disebutkan diatas masuk kedalam kategori distorsi kognitif. Dimana distorsi kognitif merupakan adanya kekeliruan pemikiran dalam memandang aspek lainnya.

Aspek lain yang dimaksud dalam permasalahan ini berupa instansi perpajakan tersebut atau bisa disebutkan bahwa distorsi kognitif yang terjadi yaitu adanya pelencengan pemikiran dari masyarakat wajib pajak.

Distorsi kognitif inilah yang kemudian membentuk stigma baru bahwa seluruh uang yang dikeluarkan oleh wajib pajak untuk menjalankan kewajiban malah hanya akan menjadi pasokan dana untuk oknum yang berkorupsi.

Baca Juga :  Realitas LK: Lembaga (Pengusung) Kegiatan

Namun hal yang telah terjadi, tentunya sama sekali tidak boleh kemudian dipandang secara general. Pandangan secara general ini yang tertuju kepada instansi perpajakan bahwasannya akan terjadi penyelewengan dana yang telah dibayarkan telah termasuk kedalam distorsi kognitif.

Tidak sepatutnya hal tersebut terjadi dikarenakan oleh oknum tidak bertanggung jawab yang melakukan tindakan tidak terpuji. Jangan sampai dikarenakan oleh kekecewaan terhadap individu tertentu malah membuat wajib pajak malah memandang secara “rata” pada instansi pajak tersebut.

Memang pastinya tidak dapat dipungkiri bahwa buntut panjang dari kasus kemarin mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan oleh masyarakat wajib pajak kepada instansi pajak terkait. Akan tetapi, bukan langkah yang tepat jika masyarakat memutuskan untuk tidak lagi bertanggung jawab pada pembayaran pajak. Sebab, dengan pajak yang telah kita bayarkan tentunya akan memiliki dampak yang sangat besar untuk pembangunan dan pengembangan di negara tercinta kita ini.

Dengan pajak yang kita bayar pula maka kita berarti telah memegang peranan besar dalam menjaga serta mempertahankan stabilitas ekonomi saat ini. Maka dari itu, jangan sampai dikarenakan adanya segelintir oknum tidak bertanggung jawab tersebut yang telah menghancurkan banyak kepercayaan masyarakat malah membuat kita justru menciptakan stigma dan pelencengan pola pemikiran kepada instansi pajak yang membuat kepatuhan pajak tersebut hilang. Sebab pajak kita, untuk kita. (*)

*Penulis adalah Ria Inayah Aulia Paletari, Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar Angkatan 2021

Berita Terkait

Pendidikan yang Membungkam : Saat Instansi Pendidikan Membentuk Komoditas Tanpa Imajinasi
Arah Sekolah dan Pendidikan
Awan Gelap LK FT-UNM: Kekosongan Intelektual dan Degradasi Gerakan Mahasiswa
Tantangan bagi Masyarakat yang Terinfeksi Informasi Sepihak
Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Semua Demi Pendidikan
Di Balik Layar Konflik: Memahami Strategi Psychological Warfare dalam Perang Modern
Perjuangan dan Potensi Perempuan: Transformasi Gender dalam Organisasi
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 3 Mei 2025 - 21:56 WITA

Pendidikan yang Membungkam : Saat Instansi Pendidikan Membentuk Komoditas Tanpa Imajinasi

Jumat, 2 Mei 2025 - 09:45 WITA

Arah Sekolah dan Pendidikan

Jumat, 14 Maret 2025 - 20:40 WITA

Awan Gelap LK FT-UNM: Kekosongan Intelektual dan Degradasi Gerakan Mahasiswa

Jumat, 8 November 2024 - 02:36 WITA

Tantangan bagi Masyarakat yang Terinfeksi Informasi Sepihak

Rabu, 3 Juli 2024 - 22:54 WITA

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Berita Terbaru

Pendidikan Sejarah

Pameran Sejarah Jadi Wadah Edupreneurship dan Wisata

Kamis, 8 Mei 2025 - 02:21 WITA

Fakultas Psikologi

Tim BKP Fakultas Psikologi Gelar Psikoedukasi Sex Education di PAUD Kartini

Kamis, 8 Mei 2025 - 02:00 WITA

Himanis

UMKM Fest Wadah Promosi dan Pemberdayaan UMKM Lokal

Rabu, 7 Mei 2025 - 02:27 WITA