PROFESI-UNM.COM – Massa Aksi yang tergabung dalam aliansi Gerakan Rakyat Makassar (Gerak Makassar) menggelar aksi untuk memperingati hari tani nasional. Mereka menuntut pemerintah untuk mewujudkan reforma agraria sejati dan tolak Omnibus Law, Kamis, (24/9).
Dilansir dari UPPM UMI, Humas Aliansi Gerak Makassar Syamsul, menjelaskan saat massa aksi sedang berorasi dan menutup jalan di depan Gedung DPRD Provinsi Sulsel, barisan pengamanan dari kepolisian merespon dengan langsung mendekati massa aksi. Namun secara tiba-tiba, ketika mereka melakukan orasi, polisi langsung menangkapi mereka satu persatu.
“Sepertinya mereka yang tertangkap sudah ditarget karena tidak ada himbauan sebelumnya. Secara tiba-tiba langsung menangkapi,” jelas Syamsul.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Penangkapan massa aksi dari aliansi Gerak pun diwarnai tindak represif dari kepolisian. Menurut Syamsul, mereka bahkan dipiting, diseret serta dipukul dan ditendang kemudian diangkut menggunakan mobil Jatanras, Avanza putih, dan truk polisi.
““Di antara mereka terdapat yang mengalami luka hingga mengucur darah di bagian wajah. Belum terdata pasti berapa yang ditangkap, informasi ada sekitar 24 orang,” tambahnya.
Sementara itu, Haerul pengacara publik dari LBH menilai, tindakan kepolisian dalam mengamankan massa aksi terlalu berlebihan jika sampai mengarah ke kekerasan.
“Sebenarnya tugas polisi kan melindungi jalannya aksi massa, tapi yang terjadi justru melakukan kekerasan terhadap orang yang sedang menikmati haknya untuk menyuarakan pendapat,” jelas Haerul.
Haerul juga mengecam tindakan yang dilakukan kepolisian saat aksi tadi. Menurutnya, kejadian seperti ini terus berulang dan pelakunya yang merupakan aparat kepolisian tidak pernah diproses hukum.
“Polanya terus berulang, para pelaku kekerasan seharusnya di proses hukum. Padahal kepolisian sudah punya SOP dalam melakukan pengendalian aksi massa,” tegasnya. (*)
*Reporter: Muh. Sauki Maulana Siming