PROFESI-UNM.COM – Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) melakukan Aksi Momentum Sumpah Pemuda ke-91. Aksi ini berlangsung di depan Gedung DPRD Provinsi, Jalan Urip Sumardjo, Makassar, Sulsel, Senin (28/10/2019).
Ratusan mahasiswa ini bergerak dari Kampus UNM Gunung Sari, Makassar, Jl AP Pettarani, Makassar. Mereka sema rata-rata memakai jas almamater orange.
Mahasiswa dari berbagai organisasi dan lembaga kampus di UNM. Mereka ini berasal dari Badan Eksekutif UNM, Unhas Bergerak, Aliansi Mahasiswa UMI, Aliansi Perti Fajar, Aliansi Mahasiswa UVRI.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam aksi UNM, ratusan pihak kepolisian republik Indonesia (Polri) mengawal mereka dari kampus UNM ke DPRD Sulsel. Selama aksi, jenderal lapangan aksi meneriakkan yel yel dan nyanyian perjuangan. Selain itu, ada juga tuntutan mereka yang tertulis di spanduk.
“Rakyat pasti menang, rakyat rebut kekuasaan…Hidup mahasiswa…hidup mahasiswa…!” ujar jenderal lapangan sembari mengajak massa.
Selanjutnya, dalam aksi mereka juga menganggap perwakilan di DPR RI tak mampu menuntaskan persoalan.
Baca Juga:
Presiden BEM UNM Sebut Rancangan UU Terkesan Dipaksakan dan Ditutupi
Rektor UNM Imbau Mahasiswa Hindari Demonstrasi
BEM UNM Kampanyekan Lawan OLigarki di Aksi Sumpah Pemuda
“Apakah kita sebagai rakyat kawan-kawan sudah merdeka? yang merdeka adalah elite politik kawan-kawan!”
Dalam momentum sumpah pemuda ini, mahasiswa UNM bersama aliansi rakyat melawan oligarki menuntut:
- Tolak RUU yang tidak prorakyat
- Segera sahkan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS)
Dikutip dari kompas.com, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menilai ketentuan mengenai definisi kekerasan seksual dan cakupan tindak pidana kekerasan seksual dominan berperspektif liberal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya ketimuran.
Bahkan, kata Jazuli, RUU PKS menciptakan budaya permisif atas perilaku seks bebas dan perzinaan.
Bahkan, kata Jazuli, RUU PKS menciptakan budaya permisif atas perilaku seks bebas dan perzinaan.
Adapun, definisi kekerasan seksual diatur dalam Pasal 1 RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Pasal itu menyatakan, “Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik”.
Sementara, cakupan tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Pasal 11 sampai Pasal 20.
Pasal 11 ayat (1) menyatakan kekerasan seksual terdiri dari: a. pelecehan seksual; b. eksploitasi seksual; c. pemaksaan kontrasepsi; d. pemaksaan aborsi; e. perkosaan; f. pemaksaan perkawinan; g. pemaksaan pelacuran; h. perbudakan seksual; dan i. penyiksaan seksual.
Sedangkan Pasal 11 Ayat (2) menyatakan, kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi peristiwa kekerasan seksual dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik, termasuk yang terjadi dalam situasi konflik, bencana alam dan situasi khusus lainnya.Segera sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT)
- Bebaskan 22 tahanan aktivis politik pupua termasuk Surya Anta dan kawan-kawan tanpa syarat.
Dikutip dari tempo.co, Juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, Surya Anta Ginting, ditangkap Polda Metro Jaya dalam kasus pengibaran bendera bintang kejora dalam aksi unjuk rasa menuntut referendum di depan Istana Merdeka pada 28 Agustus 2019.
Tigor Hutapea, advokat dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi membenarkan kabar penangkapan Surya Anta. Koalisi itu mendampingi Surya Anta serta tujuh orang lain yang ditangkap karena tuduhan makar.
“Surya Anta ditangkap oleh dua orang polisi yang berpakaian preman di Plaza Indonesia pada Sabtu, 31 Agustus 2019 sekitar pukul 20.30,” kata Tigor dalam keterangan tertulis, Ahad, 1 September 2019.
Selain Surya Anta, kata Tigor, juga ditangkap Carles Kossay, Dano Tabuni, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Naliana Wasiangge, Ariana lokbere, Norince Kogoya. Mereka disangkakan melanggar Pasal 106, 110 dan 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).Hentikan kriminalisasi pejuang HAM
- Tarik TNI/POLRI dari tanah papua
- Adili korporasi pembakar hutan
- Adili aparat pelaku kekerasan pada aksi tanggal 24-30 september
- Tolak komersialisasi pendidikan dan wujudkan demokratisasi kampus
- Tolak perampasan ruang hidup rakyat
- Stop pembungkaman dan intim.
Sebelumnya, mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) menggelar aksi long march dari kampusnya, Jalan AP Pettarani, menuju kantor DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel), Jalan Urip Sumoharjo, Makassar. Mereka menolak pengesahan rancangan undang-undang (RUU) yang tak prorakyat, Selasa (24/9/2019).
Kala itu, Presiden BEM UNM Sebut Rancangan UU Terkesan Dipaksakan dan Ditutupi – Badan Ekskusif Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (BEM UNM) kembali melakukan aksi. Aksi kali ini menolak beberapa rancangan Undang-undang (UU) yang dibuat pemerintah.
Aqsa, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (BEM UNM) mengatakan, semua rancangan UU yang dibuat pemerintah hari ini tidak pro terhadap rakyat. Bahkan, ia juga menyebut pemerintah sangat memaksakan dan menutupi proses pembuatan UU tersebut. “Pemerintah hari ini terkesan memaksakan dan menutupi semua proses pembuatan rancangan UU,” katanya saat melakukan orasi.
Bukan hanya itu, Aqsa menilai Dewan Perwakilan Rakyat tidak menjalankan perannya dengan baik. “Jika DPR tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik, maka kita harus mengambil alih,” bebernya.(*)
Lihat video bentrok di Pandang Mahasiswa tentang UNM via Profesi TV:
Like dan Follow akun instagram Profesi UNM
Reporter: Nur Fazila/Muh. Sauki Maulana