
PROFESI-UNM.COM – Di tengah derasnya arus informasi digital, masyarakat Indonesia memiliki tantangan serius maraknya penyebaran hoaks atau berita palsu. Hoaks kerap kali menyebar lebih cepat dari fakta, memicu kepanikan, kesalahpahaman, bahkan perpecahan sosial. Hal ini menuntut masyarakat, khususnya generasi muda, untuk lebih bijak dalam menerima dan menyebarkan informasi.
Mencegah hoaks tidak cukup hanya dengan imbauan, tetapi harus dengan pemahaman dan keterampilan literasi digital yang memadai. Masyarakat perlu membiasakan diri untuk memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya kepada orang lain. Salah satu langkah awal adalah memverifikasi sumber informasi. Informasi yang berasal dari media resmi atau lembaga yang kredibel umumnya terpercaya daripada dengan pesan berantai atau unggahan yang tidak mencantumkan sumber jelas.
Di sisi lain, penting juga untuk memahami konteks informasi. Tidak jarang, berita lama kembali beredar dan seolah-olah merupakan peristiwa terkini. Bahasa yang digunakan dalam hoaks juga sering kali bersifat provokatif, emosional, dan tidak seimbang. Dengan memahami gaya penyampaian ini, masyarakat dapat lebih waspada terhadap jebakan informasi palsu.
Peran pemerintah dan lembaga pendidikan berperan penting dalam membekali masyarakat dengan kemampuan literasi digital. Banyak sekolah dan kampus kini mulai mengintegrasikan pelatihan cek fakta dalam kegiatan belajar. Platform daring seperti Google, Mafindo, dan TurnBackHoax turut menyediakan alat verifikasi yang bisa diakses siapa saja.
Melalui kesadaran bersama, semoga masyarakat Indonesia semakin cerdas dalam bermedia dan mampu membedakan antara informasi yang benar dan yang menyesatkan. (*)
*Reporter: Hafid Budiawan