PROFESI-UNM.COM – Dengan durasi 1 jam 54 menit, film dengan judul “Ngeri – ngeri
sedap” ini masuk ke dalam urutan 14 pada film nasional terlaris sepanjang masa periode 2007-2022. Film karya Bene Dion Rajagukguk yang rilis pada tanggal 2 Juni 2022 dan mengangkat tema drama komedi.

Film ini berawal dari sekumpulan bapak – bapak sedang berkumpul di lapo (warung) seperti sudah menjadi budaya disana, perkumpulan ini hampir setiap malam terjadi yang membuat Mak Domu (Tika Panggabean) menjadi resah. Satu persatu bapak-bapak disana pulang dari lapo, karena takut jika istrinya langsung datang memanggil ke lapo. Tidak lama kemudian, Mak Domu datang ke lapo untuk menjemput Pak Domu (Arswendy Beniswara). Akhirnya Pak Domu Mak Domu pulang bersama.

Domu (Boris Bokir) sebagai anak pertama bekerja sebagai pegawai di salah satu anak perusahaan ternama. Ia tidak bisa pulang dengan alasannya. Gabe (lolox) sebagai anak ke-tiga juga tidak bisa pulang karena jadwal syuting begitu padat. Jika pun bisa tentu tidak akan lama, hanya di beri waktu beberapa hari saja. Sahat (Indra Jegel) sebagai anak bungsu juga tidak dapat pulang. Karena di perantauan Sahat tinggal dengan Pak Pomo (Pritt Timothy Prodjosoemantri) Sahat tidak mungkin pulang karena tidak tega meninggalkan Pak Pomo sendirian.

Hampir setiap saat Mak Domu menelfon ketiga anaknya itu dengan harapan mereka bisa segera pulang.
Namun cara itupun tak juga dapat meluluhkan hati anak-anaknya. Malamnya, Pak Domu kembali lagi ke Lapo, seperti biasa nongkrong bersama bapak-bapak lainnya. Seorang bapak bangga dan tertawa melihat sebuah aksi Gabe pada siaran televisi. Mereka mengakui bahwa Gabe hebat dan sudah sukses. Lawakan yang di lontarkan oleh Gabe, tidak jauh turun dari Pak Domu. Tetapi, Pak Domu tetap saja tidak terima, masih juga merasa gengsi dan mengatakan bahwa Gabe akan sukses jika menjadi seorang hakim atau pengacara karena ia sukses berkuliah di jurusan hukum pada universitas ternama.

Lagi dan Lagi, Mak Domu menjemput Pak Domu ke lapo. Mak Domu selalu kesal jika Pak Domu terus-terusan pergi ke Lapo, seperti tidak ada kerjaan. Pada saat mereka berdua menuju arah jalan pulang, tidak sengaja di jalan bertemu dengan seorang pendeta, bergegas Pak Domu menyuruh Mak Domu untuk menggandeng tangan Pak Domu. Seakan agar terlihat oleh pendeta bahwa mereka adalah keluarga yang harmonis.

Pandangan tetangga dan orang lain terhadap keluarga Pak Domu dan Mak Domu ini adalah keluarga yang harmonis dan sukses dengan menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Kembali lagi, Pak Domu memikirkan suatu cara. Mungkin saja ini adalah cara terakhir dengan harapan besar pasti berhasil. Salah satu saran yang diberikan Pak Domu kepada Mak Domu adalah memakai alasan cerai.

Keesokannya Pak Domu dan Mak Domu mulai berakting di depan Sarma (Gita Bhebita) seolah – olah mereka serius berantem dan Mak Domu ingin bercerai. Mak Domu mulai membereskan pakaian ke dalam sebuah tas dan ingin pergi dari rumah tersebut. Namun Sarma mulai mencegahnya. Sehingga Bapak Pendeta lewat dan mulai menyapa Mak Domu sehingga Mak Domu tidak jadi pergi dari rumah dan meninggalkan tas tersebut. Seolah Sarma yang membawa tas itu untuk berangkat kerja.

Sarma mulai menelpon ketiga saudaranya melalui video call dan mengatakan bahwa situasi dirumah
sudah dalam keadaan bahaya, mamak dan bapak mau cerai, Mak Domu hampir pergi dari rumah. Dan
menyuruh mereka semua untuk secepatnya pulang. Ternyata, cara terakhir dari Pak Domu berhasil. Mak Domu yang mendengar kabar bahwa ketiga anaknya akan pulang merasa bahagia. Karena Mak Domu sudah lama merasakan kerinduan kepada anak – anaknya yang tinggal di perantauan.

Domu meminta ijin kepada keluarga kekasihnya untuk pulang ke Sumatera Utara, agar secepatnya membereskan masalah keluarga lalu akan melanjutkan pernikahan mereka. Gabe yang paling sulit di beri ijin oleh sang manajer. Sebab ia bekerja di layar televisi. Terus-terusan memohon ijin kepada manajer
untuk pulang ke kampung halaman karena ada urusan keluarga. Namun sang manajer hanya memberikan waktu beberapa hari saja dan harus balik lagi untuk bekerja.

Sahat menceritakan semua kejadian kepada Pak Pomo, dan terus terang Sahat juga tidak ingin meninggalkan Pak Pomo sendirian. Ingat banget, Pak Pomo mengatakan ini kepada Sahat “Urip Iki Urup, Urip itu Hidup, Urup Itu Cahaya. Dimana pun kau berada tetap memberikan cahaya” atau yang memiliki makna sebagai “Hidup itu harus bisa memberikan cahaya untuk orang lain”.

Akhirnya satu persatu di antara mereka bertiga akhirnya pulang. Dan keesokan harinya Sarma menjemput ketiga saudaranya di Bandara Silangit, bandara terdekat dari rumah mereka. Mereka pulang bersama-sama. Di perjalanan Sarma sedikit menceritakan kejadian yang terjadi di rumah. Mereka mengatakan akan menyelesaikan masalah secepatnya dan segera kembali untuk pulang.

Setibanya di rumah, Domu, Gabe dan Sahat langsung menyapaPak Domu dan Mak Domu. Mereka
melanjutkan diskusi tentang permasalahan di dalam keluarga mereka. Tetapi Mak Domu dan Pak Domu
masih memainkan perannya, agar ketiga anak mereka tetap tinggal di kampung halaman hingga acara sulang-sulang pahoppu selesai. Benar saja, keempatnya sudah melakukan berbagai cara, namun tak kunjung menemukan jalan keluar. Mereka akhirnya tetap memilih tinggal sementara dan mengikuti acara
sulang-sulang pahoppu tersebut.

Dalam perannya Pak Domu bersifat keras, semua keinginannya harus di turuti. Pak Domu merasa bahwa apa yang dilakukan adalah yang terbaik untuk keluarganya. Ia hanya mencontohkan apa yang bapaknya pak Domu lakukan, hanya itu saja. Tak lupa, ompung juga memberikan arahan bahwa semua tidak sama, berbeda. Berikan contoh terbaik “itulah resiko menyekolahkan anak tinggi-tinggi, maka semakin tinggi ilmu yang mereka dapatkan, dan jangan disamakan dengan kita, kita lah yang harus mengerti itu”.

Puncak konflik tertinggi pada film ini pada saat semuanya terbongkar bahwa bapak dan ibu ternyata hanya bersandiwara, dan Sarma mengetahui hal tersebut, Sarma mengakui bahwa ia mengetahui bahwa bapak dan ibu hanya melakukan sandiwara. Emosi Ibu meluap, bukan lagi melakukan sandiwara. Semua rasa emosi Ibu, Sarma dan yang lainnya ikut terkuras disini. Bapak yang harus di turuti kemauannya, Ibu yang harus menurut, bahkan menjadi asing, dan merasa bahwa bapak tidak adil. Sarma yang banyak memendam segalanya sendirian, namun berusaha tetap nurut dan patuh sama bapak dan Ibu.

Setelah mengungkapkan semua keluh kesahnya Sarma dan Mak domu pun meninggal kan rumah dan
kembali ke rumah orang tuanya. Dan ketiga anaknya kembali ke perantauan, jadi tinggal bapak domu seorang.

Setelah pergolakan batin panjang akhirnya pak domu memutuskan untuk memperbaiki segala hubungan, pak Domu mendatangi ketiga anaknya yang merantau menyetujui hubungan Domu dan pasangannya. Bapak yang tiba – tiba datang di studio Gabe pada saat live acara tv. Dan Bapak datang ke tempat di mana Pak Pomo tinggal bersama Sahat. Semua Pak domu lakukan untuk menjemput Mak Domu dan Sarma. Tentunya memperbaiki hubungan keluarga mereka. Setelah ketiga anaknya yang merantau kembali mereka akhirnya menjemput Mak Domu dan Sarma di rumah orang tua Mak Domu sesuai dengan adat yang ada di sana.

Film ini mengajarkan, bahwa pentingnya komunikasi dalam keluarga, pendekatan dan keterbukaan.
Bagaimana seharusnya keluarga menjadi tempat pulang dan sebagai rumah. Bukan malah menghindar dari sebuah rumah agar bisa menikmati bagaimana rasanya ada di dalam keluarga yang utuh. (*)

*Tulisan ini telah terbit di tabloid edisi 262.