
PROFESI-UNM.COM – Pemerintah tengah merencanakan kebijakan baru untuk mengangkat guru honorer dari berbagai instansi pemerintah menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kebijakan ini dianggap sebagai langkah strategis untuk mengatasi permasalahan status kepegawaian guru honorer yang telah lama mengabdi, namun belum mendapatkan kepastian status pekerjaan.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) yang juga seorang pengamat pendidikan, menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan solusi yang diambil pemerintah karena keterbatasan tertentu, terutama dalam hal penggajian. Hal tersebut Ia ungkapkan saat ditemui Awak Profesi di ruangannya pada hari Jumat, (6/12).
“Sebetulnya itu program pemerintah dari P3K nanti juga akan di-PNS-kan. Tapi karena keterbatasan, terutama pada penggajiannya yang belum mampu memenuhi secara keseluruhan, maka diangkatlah sebagai tenaga P3K,” ujarnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa usia menjadi salah satu alasan utama pemerintah menciptakan jalur P3K ini. Banyak guru honorer yang telah mengabdi puluhan tahun tidak bisa lagi mendaftar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) karena terbentur batas usia.
“Yang sudah mengabdi sekian puluh tahun ketika mau mendaftar CPNS tidak bisa lagi karena usia sudah lewat. Sementara pembatasan usia kalau mau jadi CPNS maksimal 30 tahun, atau 35 tahun bagi sarjana,” jelasnya.
Namun, Dekan FIP tersebut juga memberikan harapan kepada para guru muda yang masih dalam usia produktif.
“Bagi yang muda-muda, jangan khawatir. Itu juga nanti bisa mendaftar menjadi CPNS. Menurut saya, ini lebih bagus, honorer diangkat menjadi P3K, kemudian dari P3K bisa memenuhi syarat untuk menjadi CPNS, jadi PNS,” tambahnya.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan penghargaan kepada guru honorer atas dedikasi mereka dalam dunia pendidikan, sembari membuka peluang lebih luas bagi generasi muda untuk menjadi bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN). Pemerintah juga menekankan bahwa langkah ini adalah bagian dari upaya meningkatkan kualitas dan kesejahteraan tenaga pendidik di Indonesia. (*)
*Reporter: Nurul Adhani Ilham /Editor: Ibnu Qayyum Abdullah