[Opini] Kuliah Kerja Nyata, antara Kesadaran, Beban atau Formalitas

Avatar photo

- Redaksi

Selasa, 26 Maret 2019 - 09:14 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PROFESI-UNM.COM – Dulu,  nama besar Kampus disebabkan kehebatan Mahasiswanya ,  sekarang Mahasiswa ingin hebat karena nama besar Kampus nya ( Pidi Baiq ). Kampus yang dulunya tempat merumputnya kaum intelektual sekarang sudah disusupi dengan kepentingan-kepentingan tertentu. Seiring dengan hantaman badai laju zaman,  iklim akademik dalam Kampus kian hari kian menepi dari yang semestinya, terlebih lagi nuansa ilmiahnya kian hari tambah memprihatinkan.

Misal salah satunya jika kita merujuk pada Tri Dharma Perguruan Tinggi pada poin pengabdian pada masyarakat.  Dalam rangka perwujudan  mencapai poin tersebut beberapa kampus mendesainnya dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai salah satu representasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Kuliah Kerja Nyata sudah tidak asing lagi di telinga Mahasiswa. Bahkan, hal ini diwajibkan di Universitas Negeri Makassar. Dengan tenggak waktu tertentu  Mahasiswa di push untuk melakukan pengabdian sebagai pertanggung jawaban atas aplikasi disiplin ilmu dari teoritik ke empirik.  Skema penyelenggaraan KKN sudah didesain dengan goals yang baik, tetapi sepertinya konsep itu hanya menjadi bacaan usang yang selalu dipresentasikan pada saat pembekalan, fakta yang terjadi di lapangan, lain dibicarakan lain juga yang dikerjakan, sebab nyatanya banyak kesadaran yang hanya meniti beratkan untuk menggugurkan  Program wajib perkuliahan

‌Belum lagi jika kesadaran itu bermetapose menjadi momok yang menakutkan,   beberapa mahasiswa sudah down atau stres terlebih dahalu ketika mendengar kabar dan membayankan akan hidup dan tinggal digubuk kecil terpencil. Hal ini menjadi beban sebagai mahasiswa karena merasa tidak sanggup untuk menjalani hari-harinya. Mereka seakan enggan untuk meninggalkan zonanya,  

Mari kita tepiskan permasalahan wilayah, ayo kita bergegas dan berbicara tentang Program Kerja.  Lazimnya setiap tim berisikan belasan orang dengan background disiplin ilmu yang berbeda dengan maksud agar bisa melahirkan ide tepat guna yang siap diaplikasikan di kehidupan masyarakat. Pertanyaannya adalah,  sudahkah Program Kerja yang dicanangkan dapat memberi infek jangan pendek  atau panjang kepada masyarakat?  Rasa-rasanya benar juga yang dikatakan Nurdin Abdullah (Gubernur Sulsel) ”Mahasiswa KKN hanya bisa buat patung dan batas desa”. Lantas bagaiamana Indikator dalam menilai keberhasilan pengabdian? Apakah dengan program Kerja atau ada aspek yang lain?  Seperti psikologi sosial, kognitif, afektif dan psikomotor.

Baca Juga Berita :  [OPINI] : Belajar Adil dari Regulasi yang Tidak Adil

Lantas Program Kerja yang Seminarkan pun adalah hasil dari warisan turun temurun dari Generasi pendahulu, tidak ada hal yang baru dan sepertinya lokasi yang sering menjadi tempat KKN, masyarakat sudah tahu menahu kegiatan apa yang akan dilakukan di Desanya. Mahasiswa cenderung cari aman dengan membuat program kerja yang muda sehingga cepat selesai. Padahal seyogianya untuk merumuskan butuh pergolakan yang panjang agar relevan dengan keadaan masyarakat.

Mari renungkan baik-baik,  apakah kita bersama dengan kesadaran diri sendiri,  atau hanya memburu nilai dan berKKN sebagai sebuah Formalitas belaka?

Selamat berKKN

Bukan kuliah Kerja Nyatai

Bukan kuliah Kerja Ngebolang


*Penulis adalah Enaldi Mahasiswa Ilmu Administrasi Bisnis FIS UNM (Wasekjen Ikatan Mahasiswa Administrasi Bisnis Indonesia)

Berita Terkait

[Opini] Intoleransi Sebagai Kabut yang Menyembunyikan Akar Masalah Bangsa
[Opini] Ada yang Berantakan tapi Bukan Kamarku, Melainkan Kampusku
[Opini] Menyoal Efisiensi APBN: Ketika Keuangan Negara Tak Lagi Pro-Rakyat
[Opini] Balada Kampus Komersial
[Opini] Mengurai Kekacauan Batin: Mencari Jeda di Tengah Rutinitas Akademik
[Opini] Sebuah Catatan Kritis Untuk Refleksi Fakultas Tanpa Kelas Dan Tanpa Suara
[Opini] Pendidikan yang Membungkam : Saat Instansi Pendidikan Membentuk Komoditas Tanpa Imajinasi
[Opini] Arah Sekolah dan Pendidikan
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 22 Juni 2025 - 20:11 WITA

[Opini] Intoleransi Sebagai Kabut yang Menyembunyikan Akar Masalah Bangsa

Minggu, 22 Juni 2025 - 13:58 WITA

[Opini] Ada yang Berantakan tapi Bukan Kamarku, Melainkan Kampusku

Jumat, 13 Juni 2025 - 17:38 WITA

[Opini] Menyoal Efisiensi APBN: Ketika Keuangan Negara Tak Lagi Pro-Rakyat

Kamis, 12 Juni 2025 - 22:25 WITA

[Opini] Balada Kampus Komersial

Sabtu, 7 Juni 2025 - 14:46 WITA

[Opini] Mengurai Kekacauan Batin: Mencari Jeda di Tengah Rutinitas Akademik

Berita Terbaru

Pengukuhan Anggota Baru LPM Penalaran UNM XXVIII Generasi Dedikatif (Foto: Ist)

LPM Penalaran UNM

LPM Penalaran UNM Kukuhkan 71 Anggota Baru Generasi Dedikatif

Senin, 23 Jun 2025 - 22:29 WITA

Potret Karta Jayadi Saat Menghadiri Konferensi Pers, (Foto: Dok. Profesi)

Agendasiana

Penerimaan Maba UNM 2025 Tiga Jalur Masuk dan 98 Prodi

Senin, 23 Jun 2025 - 21:33 WITA

Potret Wakil Rektor Bidang Akademik UNM, Andi Aslinda saat konferensi pers, (Foto: Hafid Budiawan)

Agendasiana

UNM Buka Jalur Skor UTBK, WR I Pastikan Seleksi Transparan

Senin, 23 Jun 2025 - 21:12 WITA

Ilustrasi mahasiswa melakukan persiapan sebelum magang, (Foto: Int.)

Berita Wiki

Hal yang Wajib Mahasiswa Ketahui Sebelum Daftar Magang

Senin, 23 Jun 2025 - 00:54 WITA