PROFESI-UNM.COM – Isu lingkungan bukan lagi sekadar wacana di ruang kuliah. Di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap perubahan iklim dan krisis sampah, mahasiswa mulai mengambil peran aktif sebagai volunteer lingkungan.
Bukan hanya turun langsung ke lapangan, tetapi juga menjadikan gaya hidup ramah lingkungan sebagai bagian dari keseharian mereka. Bukan sekadar tren, melainkan bentuk kepedulian nyata yang tercermin dalam gaya hidup sehari-hari.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di banyak kampus, muncul komunitas dan gerakan mahasiswa yang aktif mengkampanyekan kesadaran lingkungan. Kegiatan seperti bersih-bersih pantai, tanam pohon, edukasi daur ulang, hingga eco-workshop menjadi agenda rutin yang melibatkan banyak relawan muda. Mereka bergerak atas dasar sukarela dan keyakinan bahwa perubahan bisa dimulai dari lingkup terkecil: diri sendiri dan lingkungan kampus.
Gaya hidup hijau pun menjadi bagian dari identitas mereka. Banyak relawan lingkungan yang mulai menerapkan kebiasaan ramah lingkungan, seperti membawa tumbler, menghindari plastik sekali pakai, memilih produk lokal, serta menerapkan prinsip reduce, reuse, recycle (3R). Di tengah tekanan akademik, gaya hidup ini menjadi bentuk konsistensi dan tanggung jawab sosial terhadap masa depan bumi.
Namun demikian, belum semua mahasiswa memiliki akses atau informasi cukup mengenai peluang menjadi volunteer lingkungan. Sebagian masih menganggap kegiatan ini sebatas “aksi sosial musiman” atau hanya sebatas konten media sosial. Di sinilah pentingnya peran organisasi kampus, dosen pembina, dan LSM lingkungan untuk membuka ruang yang lebih luas bagi mahasiswa agar bisa terlibat secara aktif dan berkelanjutan.
Selain dampak ekologis, keterlibatan sebagai relawan juga memberikan dampak personal yang besar. Mahasiswa mengasah soft skill seperti kepemimpinan, komunikasi, hingga manajemen acara. Relasi sosial antarkampus dan antarkomunitas pun tumbuh, memperluas wawasan dan membentuk solidaritas lintas isu.
Menjadi mahasiswa hijau bukan sekadar mengenakan kaus bertuliskan “save the earth”, tapi tentang keberanian menjaga konsistensi dalam tindakan sehari-hari. Lewat peran sebagai volunteer, mahasiswa bukan hanya belajar peduli, tetapi juga menjadi agen perubahan yang menginspirasi lingkungan sekitarnya. (*)
*Reporter: Nur Mardatillah