MELAPAK. Hasnani tengah menjual pisang goreng di kelasnya. Tampak sejumlah temannya berkerumun membeli pisang goreng jualan Hasnani. (Foto: Dok. Profesi)
MELAPAK. Hasnani tengah menjual pisang goreng di kelasnya. Tampak sejumlah
temannya berkerumun membeli pisang goreng jualan Hasnani. (Foto: Dok. Profesi)

PROFESI-UNM.COM – Berada jauh dari orang tua di perantauan memaksa mahasiswi asal Kajang, Bulukumba ini harus bekerja keras membiayai kuliah. Bergulat dengan sinar mentari pagi, ia meninggalkan kamar kosnya yang sederhana menuju rumah pembuat kue untuk menjemput pisang goreng (pisgor) yang akan dijualnya di kampus.

Berbalut baju hitam dipadukan jilbab hitam panjang yang menutupi seluruh tubuhnya, ia berjalan dengan penuh asa menuju kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) Parangtambung. Namanya Hasnani. Di tangannya, ia tampak menenteng kotak plastik berisi puluhan potong pisgor.

Setibanya di kampus, mahasiswi Jurusan Pendidikan Teknologi Pertanian Fakultas Teknik (FT) ini bergegas menghampiri sejumlah teman yang telah menjadi pelanggan setianya. Ia tak lagi menawarkan dengan kata-kata pemanis. Pisgor jualannya yang telah dinanti-nantikan sebelum ia tiba jauh lebih “manis”. Satu-satu, pisgor yang dibawanya pun laku habis.

Berjualan pisgor telah menjadi rutinitas sehari-harinya di kampus selama setahun ini. Nurhasni, tak seberuntung temannya yang hidup berkecukupan dengan orang tua yang selalu mampu memenuhi segala kebutuhannya selama kuliah.

Namun demikian, tak sekalipun terlintas di benaknya merasa berkecil hati. Dari pisgor jualannya, Ia bahkan merasa puas mampu membiayai hidup selama kuliah di kota Makassar berkat hasil jualannya.

Hasnani bukan setahun-dua tahun ini gemar berwirausaha. Sejak kecil, ia memang sudah dididik agar dapat hidup mandiri. Saat musim buah ketika masih di bangku SD, ia akan membantu tantenya berjualan rambutan.

Dari situlah bakat wirausaha Hasnani mulai mencuat. Saat tahun pertamanya berkuliah pun, ia berjualan gorengan di dekat masjid FT bersama teman-temannya.

Sayangnya, jalan tak selalu mulus tanpa hambatan. Saat itu, jualannya kurang laku sehingga ia memilih berhenti berjualan. “Dulu jualan berbagai macam gorengan dan kue dekat masjid sama teman-teman tapi jualannya kurang laku,” kenangnya. (*)


*Ratna

Tulisan Ini Terbit di Tabloid Profesi Edisi 203

Komentar Anda

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan